Parlemen Irak Ambruk, Anggota Parlemen Lari dari Baghdad

  • Sharon Behn

Para pendukung Ulama Syiah Muqtada al-Sadr mengibarkan bendera Irak di luar gedung parlemen di Zona Hijau. Baghdad, Irak.

Bagdad hari Minggu diambang kekacauan politik. Kota itu dalam keadaan darurat, demonstran menduduki daerah-daerah yang sebelumnya merupakan zona internasional yang aman, anggota-anggota parlemen melarikan diri dan militer dalam siaga tinggi.

Minggu pagi para demonstran pimpinan ulama Shiah Moqtada al-Sadr terus memadati jalan-jalan di depan parlemen negara itu yang sekarang kosong dan berkumpul di tempat yang dikenal sebagai “Lapangan Perayaan” di Zona itu.

Para anggota parlemen hari Sabtu melarikan diri setelah demonstran menyerbu parlemen itu. Sekitar 60 anggota parlemen sebagian besar dari partai-partai minoritas Kurdi dan Suni melarikan diri dari ibukota menuju Irbil dan Suleymania, kawasan Kurdi yang otonom.

“Berbahaya bagi kita semua” kata seorang pejabat parlemen kepada VOA yang tidak mau namanya disebutkan karena takut akan pembalasan. Ia mengatakan sebagian anggota parlemen dipukuli.

Para pejabat mengatakan hari Minggu, ribuan demonstran masih berada di dalam Zona Internasional/ ZI, berkumpul di luar gedung-gedung utama pemerintah.

Biasanya hanya orang-orang yang mengenakan tanda pengenal khusus yang dizinkan masuk ke daerah aman itu dimana terdapat banyak kedutaan asing dan PBB.

“Berbahaya” kata pejabat parlemen itu. “Setiap saat demonstran bisa menyerang kedutaan dan lembaga manapun yang mereka inginkan atau menyiksa siapa saja yang lewat”.

Ia mengatakan “tampaknya al-Sadr ingin mempertahankan demonstran di dalam zona internasional sehingga ia bisa memaksa pemerintah untuk melakukan apa yang diinginkannya”.

Pengambilalihan parlemen itu adalah puncak dari pertikaian politik selama berminggu-minggu dan meningkatnya ketidakstabilan yang terjadi hanya beberapa hari setelah Wakil Presiden Amerika Joe Biden berkunjung ke Baghdad.

Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan kunjungan itu merupakan indikasi baik berlanjutnya dukungan Amerika bagi upaya-upaya Perdana Menteri Irak, Haidar al-Abadi untuk menyatukan Irak dan melawan ISIS. Tapi kunjungan itu tidak cukup untuk menghentikan krisis politik yang makin mendalam.

Sadr menuntut dibentuknya pemerintah teknokrat baru. Abadi yang sebelumnya juga menjanjikan reformasi tidak mampu – melakukan perubahan nyata apapun sementara partai-partai politik tidak bersedia menyerahkan kekuasaan politik mereka, menghalangi sebagian besar daftar para calonnya.

Abadi hari Minggu meninjau gedung parlemen yang di porak porandakan itu dan menyerukan kepada Menteri Dalam Negeri al-Ghabban agar “mengadili” para penyerang. [my/al]