Liga Nasional untuk Demokrasi Myanmar (NLD), Selasa (2/2), menyerukan pembebasan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin partai lainnya.
Pernyataan yang diunggah di Facebook itu muncul sehari setelah militer merebut kendali negara sambil menahan para politisi senior.
Jalan-jalan lengang pada hari Selasa (2/2), sementara layanan telepon dan internet pulih dan bank-bank dibuka kembali.
Militer menyatakan perebutan kekuasaan, yang ditetapkan berlangsung satu tahun, diperlukan karena pemerintah tidak bertindak terkait klaim adanya kecurangan pemilih dalam pemilu November lalu, yang dimenangkan NLD dengan suara berlimpah. Sidang parlemen baru seharusnya dimulai pada Senin lalu.
Pernyataan keprihatinan masyarakat internasional mengenai tindakan militer tersebut meluas. Banyak negara mendesak militer agar menghormati proses demokratis dan membebaskan para pejabat yang ditahan. Presiden AS Joe Biden mengancam akan memberlakukan sanksi-sanksi.
“Amerika Serikat akan membela demokrasi di manapun demokrasi diserang,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.
BACA JUGA: Jenderal Myanmar Perkuat Kekuasaan di Tengah Ancaman Sanksi ASDewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan sidang darurat pada hari Selasa (2/2) untuk membahas situasi di Myanmar.
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward, yang bulan ini mendapat giliran sebagai presiden Dewan Keamanan, mengatakan, Dewan akan mempelajari “serangkaian langkah” untuk menegakkan hasil pemilu November dan memastikan pembebasan Aung San Suu Kyi serta para tahanan lainnya
Komisaris Tinggi PBB untuk masalah HAM Michelle Bachelet mengemukakan dalam sebuah pernyataan bahwa ada “kekhawatiran mendalam mengenai penindakan dengan keras terhadap suara-suara pembangkang” di Myanmar dan meminta militer agar menghindari penggunaan kekuatan yang tidak perlu.
“Saya mendesak masyarakat internasional agar bergabung dalam solidaritas dengan rakyat Myanmar sekarang ini, dan agar semua negara yang berpengaruh mengambil langkah-langkah guna mencegah runtuhnya kemajuan rapuh dalam demokrasi dan HAM yang dibuat Myanmar selama transisinya dari pemerintahan militer,” kata Bachelet.
Perkembangan pada hari Senin (1/2) itu menyusul ketegangan berbulan-bulan terkait pemilu pada November. Militer Myanmar menyatakan telah terjadi kecurangan pemilih, tuduhan yang ditolak oleh komisi pemilu negara itu. [uh/ab]