Pasca gempa Rabu sore (11/4), hingga kini beberapa warga Banda Aceh masih mengungsi di sejumlah lokasi, di antaranya di Masjid Raya Baiturrahman, Gedung PWI, serta sejumlah gedung penyelamatan lain.
Warga Deah Baro Banda Aceh, Rina (33 tahun) bersama sekitar dua puluh anggota keluarganya hingga Rabu dini hari masih bertahan mengungsi di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
“Memang dekat dengan pantai kami tinggal keliatan kapal Sabang dari halaman rumah, kami (yang mengungsi) mamak dan ini tetangga-tetangga,” ujar Rina.
Menurut Rina sebagian warga desa setelah mendengar pengumuman petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencabut status tsunami sekitar jam 20.00 WIB Rabu malam, banyak warga memilih pulang ke rumah masing-masing.
Rina menambahkan, “Kata petugas warga sudah boleh pulang, karena BMKG telah mencabut status tsunami, petugas menganjurkan warga untuk berlindung di gedung tsunami di desa masing-masing, gedung tsunami kokoh kuat bangunannya.”
Pihak BMKG sampai sekarang masih mencatat terjadi 16 kali gempa susulan, pasca gempa pertama 8,5 skala Richter hari Rabu sore sekitar jam 16.00 WIB yang mengguncang pulau Sumatera, terutama wilayah Aceh sebagai pusat gempa yang berada di kedalaman laut sekitar Pulau Simeulue, pulau yang terletak di bagian selatan perairan Aceh.
Gempa Aceh juga meruntuhkan beberapa bagian dari rumah susun sederhana (Rusun) yang tengah dibangun pemerintah kota di kawasan pantai di Keudah, Banda Aceh. Pekerja yang tengah merampungkan pembanguna rusun ikut mengungsi di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh hingga Kamis pagi (12/4).
Salah seorang koordinator pekerja rusun, Mohammad Anwar (25 tahun), pria lajang asal provinsi Banten, mengatakan, “Pada rontok semua batu batanya bangunan rusun itu, bata hancur, sementara pondasinya masih kokoh. “
Ardhi , seorang mahasiswa mengatakan, pasca gempa Rabu sore beberapa warga yang ingin menyelamatkan diri ke Mesjid Raya sempat terinjak-injak dan panik.
“(Parahnya) ada yang teriak air naik-air naik, dan ada yang terinjak-injak sore tadi, itu sangking ramainya yang ingin menyelamatkan diri,” urai Ardi.
Syamsul (21 tahun) warga Banda Aceh memilih meninggalkan rumah kontrakannya yang terletak dekat pantai. Syamsul mengungsi ke Mesjid Raya. Ia mengatakan, ”Tsunami dulu tahun 2004, itu pengalamannya di mesjid ini cukup aman dari tsunami.
Text : Kini Syamsul bersama Ardi temannya, masih bertahan di Mesjid raya Baiturrahman mengungsi sementara, kalangan muda tidur bergantian.
Syamsul ACT “Untuk mengantisipasi, jangan terlalu cepat istirahat (tidur) dahulu, karena takut ada gempa susulan.”
Titik pengungsi sementara berada di sejumlah tempat , termasuk posko bencana Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh. Muhammad Jefri (45 tahun) warga Peulanggahan Banda Aceh mengatakan, saat gempa terjadi anak-anak dan tetangganya histeris.
“Tidak mau pulang terus menerus menangis , waktu tsunami (2004) ibunya kan kena tsunami, di situlah dia trauma,” papar Jefri.
Menurut Jefri, terkait gempa dan bahaya tsunami para petugas selalu memberikan bimbingan upaya penyelamatan diri. Ia menambahkan, “Menghindari gempa caranya keluar dari rumah atau berlindung di bawah meja. Antisipasi tsunami setelah gempa beberapa menit, lari menuju dataran yang tinggi.”
Sumber VOA di Pemda Aceh menyatakan, mereka tengah berupaya mendata kerusakan akibat gempa disusul tsunami kecil di kawasan perairan Simeulue , wilayah selatan provinsi Aceh. Sampai sekarang pemerintah daerah belum melaporkan adanya korban jiwa akibat gempa.
Pihak Kepolisian daerah (Polda) Aceh menyatakan menyiagakan personilnya untuk menjaga keamanan pasca gempa.
VOA menerima pula perkembangan terkini pascagempa yang diinisiasi warga wilayah pantai barat provinsi Aceh. Reporter radio jaringan lokal Ardiansyah dalam pesan singkatnnya (SMS) melalui ponsel mengatakan, masyarakat di pantai barat Aceh tetap waspada, sebagian besar warga di kabupaten Nagan Raya, yang tinggal di sekitar garis pantai telah meninggalkan rumah mereka, mengungsi ke daerah yang aman.
Hari Kamis pagi (12/4) pihak otoritas pemerintah Aceh menyatakan gempa berkekuatan 8,5 skala richter yang terjadi Rabu sore, telah mengakibatkan rusaknya sejumlah prasarana, di antaranya bandar udara Simeulue, berikut sejumlah bangunan perkantoran dan perumahan di kawasan kepulauan itu.
Sementara, pemerintah pusat menyiapkan kapal-kapal TNI Angkatan Laut untuk kebutuhan mengatasi dampak gempa Sumatera. Pihak Pusat Vulkanologi PVMBG menyatakan, gempa Aceh tidak mempengaruhi aktivitas gunung api di Sumatera.
VOA mencatat akibat gempa dan tsunami 26 Desember 2004,sekitar 200 ribu warga Aceh dinyatakan menjadi korban, gempa berkekuatan 8,9 SR disusul tsunami Aceh juga berdampak terhadap hancur infrastruktur,antara lain perumahan penduduk, jalan, jembatan, gedung perkantoran , sekolah serta gedung fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).
“Memang dekat dengan pantai kami tinggal keliatan kapal Sabang dari halaman rumah, kami (yang mengungsi) mamak dan ini tetangga-tetangga,” ujar Rina.
Menurut Rina sebagian warga desa setelah mendengar pengumuman petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencabut status tsunami sekitar jam 20.00 WIB Rabu malam, banyak warga memilih pulang ke rumah masing-masing.
Rina menambahkan, “Kata petugas warga sudah boleh pulang, karena BMKG telah mencabut status tsunami, petugas menganjurkan warga untuk berlindung di gedung tsunami di desa masing-masing, gedung tsunami kokoh kuat bangunannya.”
Pihak BMKG sampai sekarang masih mencatat terjadi 16 kali gempa susulan, pasca gempa pertama 8,5 skala Richter hari Rabu sore sekitar jam 16.00 WIB yang mengguncang pulau Sumatera, terutama wilayah Aceh sebagai pusat gempa yang berada di kedalaman laut sekitar Pulau Simeulue, pulau yang terletak di bagian selatan perairan Aceh.
Gempa Aceh juga meruntuhkan beberapa bagian dari rumah susun sederhana (Rusun) yang tengah dibangun pemerintah kota di kawasan pantai di Keudah, Banda Aceh. Pekerja yang tengah merampungkan pembanguna rusun ikut mengungsi di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh hingga Kamis pagi (12/4).
Salah seorang koordinator pekerja rusun, Mohammad Anwar (25 tahun), pria lajang asal provinsi Banten, mengatakan, “Pada rontok semua batu batanya bangunan rusun itu, bata hancur, sementara pondasinya masih kokoh. “
Ardhi , seorang mahasiswa mengatakan, pasca gempa Rabu sore beberapa warga yang ingin menyelamatkan diri ke Mesjid Raya sempat terinjak-injak dan panik.
“(Parahnya) ada yang teriak air naik-air naik, dan ada yang terinjak-injak sore tadi, itu sangking ramainya yang ingin menyelamatkan diri,” urai Ardi.
Text : Kini Syamsul bersama Ardi temannya, masih bertahan di Mesjid raya Baiturrahman mengungsi sementara, kalangan muda tidur bergantian.
Syamsul ACT “Untuk mengantisipasi, jangan terlalu cepat istirahat (tidur) dahulu, karena takut ada gempa susulan.”
Titik pengungsi sementara berada di sejumlah tempat , termasuk posko bencana Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh. Muhammad Jefri (45 tahun) warga Peulanggahan Banda Aceh mengatakan, saat gempa terjadi anak-anak dan tetangganya histeris.
“Tidak mau pulang terus menerus menangis , waktu tsunami (2004) ibunya kan kena tsunami, di situlah dia trauma,” papar Jefri.
Menurut Jefri, terkait gempa dan bahaya tsunami para petugas selalu memberikan bimbingan upaya penyelamatan diri. Ia menambahkan, “Menghindari gempa caranya keluar dari rumah atau berlindung di bawah meja. Antisipasi tsunami setelah gempa beberapa menit, lari menuju dataran yang tinggi.”
Sumber VOA di Pemda Aceh menyatakan, mereka tengah berupaya mendata kerusakan akibat gempa disusul tsunami kecil di kawasan perairan Simeulue , wilayah selatan provinsi Aceh. Sampai sekarang pemerintah daerah belum melaporkan adanya korban jiwa akibat gempa.
Pihak Kepolisian daerah (Polda) Aceh menyatakan menyiagakan personilnya untuk menjaga keamanan pasca gempa.
VOA menerima pula perkembangan terkini pascagempa yang diinisiasi warga wilayah pantai barat provinsi Aceh. Reporter radio jaringan lokal Ardiansyah dalam pesan singkatnnya (SMS) melalui ponsel mengatakan, masyarakat di pantai barat Aceh tetap waspada, sebagian besar warga di kabupaten Nagan Raya, yang tinggal di sekitar garis pantai telah meninggalkan rumah mereka, mengungsi ke daerah yang aman.
Sementara, pemerintah pusat menyiapkan kapal-kapal TNI Angkatan Laut untuk kebutuhan mengatasi dampak gempa Sumatera. Pihak Pusat Vulkanologi PVMBG menyatakan, gempa Aceh tidak mempengaruhi aktivitas gunung api di Sumatera.
VOA mencatat akibat gempa dan tsunami 26 Desember 2004,sekitar 200 ribu warga Aceh dinyatakan menjadi korban, gempa berkekuatan 8,9 SR disusul tsunami Aceh juga berdampak terhadap hancur infrastruktur,antara lain perumahan penduduk, jalan, jembatan, gedung perkantoran , sekolah serta gedung fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).