Kritik terhadap Paus Fransiskus kian menguat setelah kematian pendahulunya, Benediktus XVI, pada Desember 2022. Kritik itu menyentuh berbagai isu, dari masalah reformasi hingga kebijakan hubungan luar negeri yang diambil paus.
Kondisi itu mengungkap iklim “perang saudara” pada saat Gereja Katolik tengah terlibat dalam pembicaraan global mengenai masa depannya.
Benediktus meninggal pada 31 Desember dalam usia 95 tahun. Teolog konservatif asal Jerman itu memimpin Gereja Katolik selama delapan tahun sebelum mengundurkan diri pada 2013.
BACA JUGA: Ribuan Orang Ikuti Pemakaman Paus Emeritus Benediktus XVI di Lapangan St. PetrusDalam beberapa hari setelah kematiannya, ajudan terdekatnya Georg Gaenswein, mengungkapkan keprihatinan Benediktus atas beberapa perubahan yang dilakukan oleh penggantinya, Paus Franciskus. Yang menjadi kekhawatiran utama Benediktus adalah keputusan Paus Fransiskus untuk membatasi misa Latin, misa liturgi Katolik yang menggunakan Bahasa Latin.
Kritik itu bukanlah hal baru. Banyak pihak di sayap konservatif Kuria Roma sudah lama mengeluh bahwa Paus asal Argentina itu otoriter dan terlalu fokus pada urusan pastoral dengan mengorbankan aturan baku teologis.
Kuria Roma adalah badan pemerintahan yang memastikan keberlangsungan fungsi Gereja Katolik.
Kritik tersebut diikuti oleh kematian kardinal Australia, George Pell. Menyusul kematiannya, terungkap bahwa Pell adalah penulis dibalik sejumlah tulisan anonim yang terang-terangan menyerang Paus Fransiskus. Tulisan-tulisan itu diterbitkan pada 2022.
Catatan itu menggambarkan kepausan saat ini sebagai "malapetaka", dan juga antara lain mengkritik "kegagalan berat" diplomasi Vatikan di bawah pengawasan Paus Fransiskus.
BACA JUGA: Prihatin Perilaku Homoseksual di Gereja, Paus: Harus Lebih Ketat Pilih Calon PastorPell, yang juga mantan penasihat dekat Fransiskus, dipenjara karena kasus pelecehan seksual anak. Dia dibebaskan pada 2020.
Kemudian, pada akhir Januari, Kardinal Gerhard Mueller dari Jerman menerbitkan sebuah buku yang makin memanaskan kritikan terhadap Paus.
Mantan kepala kongregasi Vatikan untuk doktrin iman mengecam "kebingungan doktrinal" Paus Fransiskus dan mengkritik pengaruh "lingkaran sihir" di sekelilingnya.
Perang Sipil
Buku Mueller menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa orang di dalam Vatikan.
"Ketika Anda menerima topi kardinal, Anda setuju untuk mendukung dan membantu paus. Kritik dilakukan secara personal, bukan di depan umum," kata seorang pejabat senior di Sekretariat Negara.
Paus Fransiskus mengatakan kepada wartawan di pesawatnya dalam penerbangan kembali dari Sudan Selatan pada Minggu lalu bahwa para pengkritiknya telah "mengeksploitasi" kematian Benediktus demi perjuangan mereka.
"Dan mereka yang mengeksploitasi orang yang begitu baik, abdi Allah ... baik, saya akan mengatakan mereka adalah orang yang tidak etis, mereka adalah orang-orang dari sebuah partai, bukan dari gereja," katanya.
Pakar Vatikan dari Italia, Marco Politi, mengatakan buku Mueller "adalah tahap baru dalam eskalasi tak terbendung (yang dilakukan) oleh musuh Paus".
"Ada perang saudara di jantung gereja yang akan berlanjut hingga hari terakhir kepausan," katanya kepada AFP.
Konsultasi Global
Ketegangan itu mencuat ketika Gereja Katolik melakukan konsultasi global besar-besaran tentang masa depannya. Bertema "Sinode tentang Sinodalitas”, upaya itu diluncurkan Paus Fransiskus pada 2021.
Konsultasi itu dirancang untuk mendesentralisasikan tata kelola gereja dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan utama. Gereja Katolik Jerman, misalnya, menunjukkan lebih banyak keinginan untuk melakukan reformasi daripada Gereja Roma.
Diskusi mencakup segala hal, mulai dari posisi perempuan di gereja hingga bagaimana menangani skandal pelecehan seks anak, dari apakah pendeta harus menikah hingga bagaimana gereja menyambut penganut LGBTQ.
Dengan sinode, yang akan berakhir pada 2024, "kita akan melihat bobot arus yang berbeda di dalam gereja," kata Politi.
Dia mengatakan kritik terhadap Paus Fransiskus sudah menyatu menjadi "arus pemikiran yang mampu mempengaruhi konklaf berikutnya", dan meluas ke masa kepausan berikutnya.
Konklaf adalah pertemuan global para kardinal yang akan digelar jika Paus Fransiskus mangkat atau mengundurkan diri.
BACA JUGA: Paus Fransiskus Serukan Perlindungan bagi Perempuan Sudan SelatanPaus mengatakan dia bersedia mengikuti jejak Benediktus dan mengundurkan diri jika ia tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena kondisi kesehatan.
Namun terlepas dari masalah lutut yang membuatnya terpaksa menggunakan kursi roda dalam beberapa bulan terakhir, Paus Fransiskus tetap aktif dan bertanggung jawab. Dia juga sangat populer di seluruh dunia, seperti tampak dengan membludaknya para jemaah selama perjalanannya baru-baru ini ke Afrika.
"Lutut ini mengganggu, tapi saya tetap berjalan terus, pelan-pelan, dan kita lihat saja nanti," kata pria berusia 86 tahun itu pada Minggu. Ia berkata menyindir: "Anda tahu bahwa rumput liar tidak pernah mati!" [ah/ft]