Biasa mendapatkan sambutan meriah dari umat Katolik seluruh dunia, Paus Fransiskus mungkin akan menghadapi penerimaan yang jauh lebih senyap ketika ia tiba minggu depan di Swedia, salah satu negara paling sekuler di dunia, dengan para uskup Lutheran yang terbuka dengan homoseksualitas mereka dan tempat pemakaman khusus ateis.
Selain itu, Paus akan berpartisipasi dalam misa gabungan Katolik-Lutheran di Lund untuk menandai dimulainya perayaan ulang tahun ke-500 Reformasi anti-Katolik Martin Luther, yang telah menimbulkan perpecahan berdarah di Eropa.
Dalam kunjungan kepausan pertama ke negara itu dalam hampir 30 tahun, Paus Fransiskus, yang dianggap sebagai angin segar ke dalam doktrin Katolik tradisional dan menjangkau komunitas agama lain, juga akan mengadakan Misa publik di Malmo, pintu gerbang bagi ribuan imigran yang telah melarikan diri dari peperangan di Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir.
Upaya Paus untuk berdialog dengan jemaat Lutheran mungkin tidak akan diperhatikan atau dikritik oleh masyarakat Skandinavia dengan pandangan mengenai seksualitas dan aborsi yang termasuk paling liberal di dunia.
"Ini untuk pertama kalinya Fransiskus akan berbicara secara langsung kepada kelompok sekuler Barat, dan dia akan melakukannya di negara yang dianggap sebagai ibukota non-agama di dunia," ujar Austen Ivereigh, penulis biografi kepausan dan komentator Katolik.
Kunjungan itu bisa dilihat sebagai upaya simbolis dari Paus untuk membantu menyatukan Lutheran dan Katolik, misalnya dengan memungkinkan pasangan non-Katolik dalam perkawinan Katolik-Lutheran untuk menerima Komuni pada Misa-misa Katolik. Tapi hal itu bisa saja tidak berarti bagi kebanyakan warga Swedia.
"Mudah untuk melihat ini sebagai kunjungan kepausan, meski ini bukan. Ini bukan soal pertemuan antara Lutheran dan Katolik," ujar Antje Jackelen, uskup agung Lutheran dari Uppsala dan uskup agung perempuan pertama di Swedia.
Liputan media menjelang liputan itu, yang dimulai Senin, cukup minim, meskipun tiket misa yang akan berlangsung di stadion Malmo dengan kapasitas 26.500 tempat duduk itu telah terjual habis.
Tidak Religius
Jajak-jajak pendapat menunjukkan Swedia merupakan salah satu negara paling tidak religius di dunia. Dalam survei WIN-Gallup tahun lalu, sekitar delapan dari 10 orang Swedia mengatakan mereka "tidak religius" atau "yakin sebagai ateis." Survei-survei menunjukkan rakyat Swedia lebih mempercayai lembaga-lembaga seperti badan pajak daripada Gereja Lutheran.
Sebuah tempat pemakaman ateis dibuka tahun ini, di mana warga Swedia dapat dikubur tanpa simbol-simbol agama seperti salib, bintang Daud atau bulan sabit.
David Thurfjell, profesor ilmu agama dan sejarah di Sodertorn University, mengatakan bagi banyak warga Swedia, mungkin lebih mudah untuk mengaku gay daripada mengaku religius.
"Orang Swedia tidak nyaman saja dengan kata itu," ujar Thurfjell. “Anda tidak pernah menyebut diri Anda religius."
Ini sebuah tren yang muncul di seluruh kawasan Nordik. Setelah dimungkinkan untuk keluar dari keanggotaan lewat internet, Gereja negara Lutheran di Norwegia mendapati 25.000 orang keluar bulan Agustus, penurunan terbesar dalam satu bulan dalam sejarah.
Rakyat Swedia masih ambil bagian dalam sakramen-sakramen Kristen seperti pembaptisan dan masih banyak yang membayar pajak sukarela yang jumlahnya kecil untuk Gereja Lutheran Swedia.
Beberapa juga mengatakan bahwa gelombang imigran baru, banyak orang Kristen dan Muslim yang melarikan diri dari perang di Timur Tengah, telah mengubah perilaku. Sekitar 17 persen dari rakyat Swedia saat ini lahir di negara lain.
"Negara ini telah tersekulerisasi sekian lama, jadi orang-orang mulai lelah dan muak dengan hal itu," ujar uskup agung Katolik satu-satunya di Swedia, Anders Arborelius. "Situasi terkini dengan imigrasi masif orang-orang yang seringkali lebih religius juga telah mengubah mentalitas."
Multikulturalisme telah menjadi tantangan dalam identitas sekuler yang nyaman di Swedia. Tahun ini, Swedia menghadapi kontroversi ketika mantan menteri pendidikan bernama Aida Hadzialic, yang merupakan imigran, mengatakan bahwa sekolah-sekolah berbasis agama yang memisahkan siswa dan siswi seharusnya tidak diizinkan.
Reaksi buruk terhadap semua persepsi intervensi agama mungkin akan menandai kunjungan Paus.
"Saya harap mereka (rakyat Swedia) akan menolak dogma Abad Pertengahan yang direpresentasikan kepausan," ujar mantan anggota band ABBA dan anggota Asosiasi Humanis Swedia dalam email. "Tapi, saya khawatir, kebanyakan dari mereka akan tak acuh." [hd]