PBB Adopsi Perjanjian Pertama untuk Lindungi Kehidupan Alam di Laut Lepas

Aktivis dari Greenpeace memasang spanduk di luar markas besar PBB selama negosiasi perjanjian untuk melindungi kehidupan alam di laut lepas di New York, AS (foto: dok).

Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengadopsi perjanjian pertama untuk melindungi kehidupan laut di laut lepas pada hari Senin (19/6). Sekretaris Jenderal PBB menyebut perjanjian bersejarah itu memberi laut “kesempatan untuk berjuang.”

Delegasi dari 193 negara anggota berdiri sambil memberikan tepuk tangan meriah ketika duta besar Singapura bidang kelautan, Rena Lee, yang memimpin negosiasi, mengetuk palunya setelah tak ada satu pun keberatan muncul terhadap persetujuan atas perjanjian itu.

Perjanjian itu disusun untuk melindungi keanekaragaman hayati di perairan yang berada di luar batas negara, atau dikenal dengan sebutan laut lepas, yang mencakup hampir separuh permukaan Bumi. Perjanjian itu telah dibahas selama lebih dari 20 tahun karena upaya untuk mencapai persetujuan seringkali menemui jalan buntu. Akan tetapi, pada Maret lalu, para delegasi konferensi antarpemerintah yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB pada Desember 2017 akhirnya menyepakati sebuah perjanjian.

Perjanjian baru itu berada di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, yang mulai berlaku pada tahun 1994, sebelum keanekaragaman hayati laut menjadi konsep yang mapan. Perjanjian itu akan dibuka untuk penandatanganan pada 20 September mendatang, selama pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum, dan akan berlaku setelah diratifikasi oleh 60 negara.

Melalui perjanjian itu, akan dibentuk sebuah badan baru yang akan mengelola konservasi kehidupan laut dan membentuk kawasan laut lindung di laut lepas. Kesepakatan itu juga akan menetapkan aturan dasar untuk melakukan penilaian dampak lingkungan untuk kegiatan komersial di lautan.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada para delegasi bahwa pengadopsian perjanjian itu dilakukan pada saat yang genting, ketika lautan tengah terancam di banyak aspek.

Perubahan iklim mengganggu pola cuaca dan arus laut, menaikkan suhu laut, “dan mengubah ekosistem laut dan spesies yang hidup di sana,” katanya, dan keanekaragaman hayati laut “sedang diserang oleh penangkapan ikan berlebihan, eksploitasi berlebihan dan pengasaman laut.”

“Lebih dari sepertiga pasokan ikan dipanen pada tingkat yang tidak berkelanjutan,” kata Guterres. “Dan kita mencemari perairan pesisir kita dengan bahan kimia, plastik dan kotoran manusia.”

Guterres mengatakan, perjanjian itu penting untuk mengatasi ancaman-ancaman ini. Ia mendesak semua negara untuk segera menandatangani dan meratifikasi perjanjian itu, dengan menekankan bahwa “penting untuk mengatasi ancaman yang dihadapi lautan.” [rd/jm]