Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi hari Senin (12/2) mengatakan Myanmar telah gagal menciptakan kondisi yang aman bagi kembalinya 688 ribu warga Muslim-Rohingya yang melarian diri dari tindakan keras militer enam bulan lalu.
Para pengungsi berlindung di kamp-kamp darurat di Bangladesh meskipun telah tercapai perjanjian diantara Myanmar dan Bangladesh yang memungkinkan kembalinya mereka ke negara bagian Rakhine.
“Tegasnya begini, kondisi untuk repatriasi pengungsi Rohingya secara sukarela ini masih belum kondusif,” ujar Grandi yang berbicara melalui videokonferensi dalam pertemuan dewan itu.
“Hal yang menyebabkan mereka mengungsi belum diatasi, dan kami masih belum melihat kemajuan substantif dalam penanganan isu pengecualian dan penyangkalan hak-hak warga Muslim-Rohingya yang telah berlangsung puluhan tahunan, yang mengakar pada masalah kewarganegaraan mereka,” tambahnya.
Baca juga: Jokowi Kunjungi Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Myanmar menganggap warga Muslim-Rohingya sebagai imigran dari Bangladesh dan menolak memberikan kewarganegaraan, meskipun kelompok ini telah berada di Myanmar selama beberapa generasi.
Sebuah panel penasehat yang dipimpin mantan sekjen PBB Kofi Annan telah menyerukan kepada Myanmar untuk memberikan kewarganegaraan kepada warga Muslim-Rohingya dan mengijinkan mereka kembali.
PBB telah menuduh pasukan Myanmar mengusir warga Muslim-Rohingya dalam sebuah kampanye pembersihan etnis.
China, pendukung mantan junta militer Myanmar, meminta semua pihak bersabar dan mengatakan “stabilitas dan ketertiban” telah diupayakan ke negara bagian Rakhine.
"Krisis Muslim-Rohinya tidak bisa diselesaikan dalam satu malam,” ujar Duta Besar China Ma Zhaoxu.
Ditambahkannya, langkah-langkah seharusnya diadopsi oleh Myanmar “untuk mengatasi akar masalah kemiskinan lewat pembangunan” di negara bagian Rakhine. [em/jm]