Peristiwa 27 Juli 1996 adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) di Jalan Diponogoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, dari massa pendukung Megawati Soekarnoputeri oleh massa pro-Soerjadi, Ketua Umum PDI versi Kongres di Medan, Sumatera Utara, yang dibantu oleh aparat keamanan.
Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), insiden pada 27 Juli 1996 tersebut mengakibatkan lima orang meninggal di lokasi dan sebelas lainnya mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, 149 orang luka termasuk aparat keamanan, 23 orang hilang, dan 124 orang ditahan.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kejadian 27 Juli 1996 itu.
Namun pengadilan koneksitas yang dibentuk ketika Megawati menjadi presiden, hanya mampu membuktikan bahwa seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang menggerakkan massa dan melempar batu ke kantor DPP PDI. Dia divonis hukuman penjara selama dua bulan sepuluh hari.
Sementara Kolonel Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan Suharto (bekas Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya) diputus bebas.
Tidak puas dengan penyelesaian kasus 27 Juli 1996 yang tidak tuntas, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, Ketua Bidang Hukum dan HAM Trimedya Pandjaitan, dan anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Junimart Girsang pada Kamis (26/7) mendatangi kantor Komisi Nasional HAM. Partai berlambang banteng ini meminta lembaga tersebut membantu penyelesaian kasus 27 Juli 1996.
Ketiganya melakukan pertemuan tertutup dengan pimpinan Komnas HAM selama sekitar satu jam. Kepada wartawan usai pertemuan, Hasto menjelaskan PDIP akan segera mengirim laporan pengaduan secara resmi kepada Komnas HAM mengenai dugaan pelanggaran HAM dalam perebutan kantor DPP PDI itu.
Selain itu, lanjut dia, para korban dalam kasus 27 Juli 1996 tersebut juga akan membuat laporan pengaduan ke Komisi Nasional HAM.
Dalam kesempatan itu, Hasto meminta Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mengungkap informasi seputar peristiwa berdarah 27 Juli 1996.
Ia menyerukan kepada SBY supaya tidak sekadar berbicara mengenai koalisi untuk pemilihan presiden tahun depan, tapi juga berani berbicara soal tanggung jawabnya atas kejadian 27 Juli 1996 agar masa depan bangsa jauh lebih baik.
"Kita juga tahu bagaimana posisi beliau (SBY) saat itu dalam posisi yang tentu saja mengetahui hal ihwal terkait dengan peristiwa 27 Juli 1996. Hal tersebut sebaiknya juga disampaikan ke publik. Tidak hanya berbicara tentang koalisi untuk pilpres, tetapi juga berbicara seorang pemimpin tanggung jawab juga terhadap hal-hal yang sudah dilakukan," tandas Hasto.
Ketika penyerbuan ke kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, SBY menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya.
Ketika ditanya soal laporan ke Komisi Nasional HAM itu sengaja dibuat untuk menyasar SBY, Hasto mengatakan PDIP selalu menanyakan penyelesaian kasus 27 Juli 1996 setiap tahun.
Hasto menekankan laporan itu nantinya bukan dibuat untuk menyasar SBY semata atau berkaitan dengan kepentingan politik menjelang Pemlilihan Umum 2019. Dia mengatakan PDIP juga akan meminta Komisi Nasional HAM membantu penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang terjadi menjelang dan di era reformasi.
Your browser doesn’t support HTML5
Ketua Komisi Nasional HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan pimpinan Komnas HAM periode pertama pernah membentuk sebuah tim untuk menyelidiki peristiwa 27 Juli 1996 tersebut. Tim itu membuat sejumlah rekomendasi supaya penegak hukum menindaklanjuti kasus itu.
"Kemudian tahun 2000 awal, sebetulnya tim Komnas pada waktu juga sudah melakukan pemantauan ulang, memperdalam pemantauan tahun 1996 dengan beberapa rekomendasi yang juga sudah diberikan kepada aparat penegak hukum," ungkap Taufan.
Taufan Damanik menyatakan Komnas HAM akan mempelajari lagi hasil dua penyelidikan yang dilakukan sebelummnya. Dia juga mengatakan PDIP siap mendukung Komisi Nasional HAM membantu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Berdasarkan temuan tim pemantau Komisi Nasional HAM, Kepala Staf Angkatan Darat Hartono dan Kasospol ABRI Syarwan Hamid merencanakan penyerbuan ke kantor DPP PDI. Mereka kerap melakukan rapat perencanaan di Markas Kodam Jaya karena Pangdam Jaya Sutiyoso telah diputuskan sebagai panglima komando lapangan dan operasi.
Pada pertemuan 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya, yang langsung dipimpin oleh Kepala Staf Kodam Jaya SBY, diputuskan komando penyerbuan yang semula direncanakan di bawah Markas Besar ABRI diubah menjadi di bawah komando SBY, dengan menggunakan Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha.
Berdasarkan keterangan para tersangka dan saksi, pada 16 Juli 1996 sejumlah massa telah dikumpulkan di Lapangan Bola Menteng untuk mendapatkan pengarahan dari para petinggi ABRI atau pembina politik saat itu.
Hingga laporan ini disampaikan, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan dan sejumlah kader partai Demokrat lainnya yang dihubungi VOA belum memberikan tanggapan perihal hal tersebut. [fw/jm]