Pejabat Keamanan Pilihan Trump Dukung Tekanan Maksimum atas Iran

  • Michael Lipin

Pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump kemungkinan akan bersikap lebih keras terhadap Iran.

Iran kemungkinan besar akan menjadi prioritas dalam agenda kebijakan luar negeri pemerintahan Trump yang akan datang. Setahun terakhir ini Republik Islam itu terlibat dalam peningkatan konflik besar-besaran dengan sekutu utama AS, Israel, dan pada saat yang sama memajukan program nuklirnya hingga pada titik di mana negara tersebut dapat dengan cepat menghasilkan bahan bakar nuklir yang cukup untuk membuat bom.

Dalam kampanye presidennya tahun ini, Donald Trump, melontarkan beberapa komentar yang bersifat perdamaian terhadap Iran, musuh AS yang dia target dengan tekanan ekonomi dan militer pada masa jabatan pertamanya.

“Saya tidak ingin bersikap buruk terhadap Iran. Saya harap, kita akan bersikap bersahabat dengan Iran. Mungkin ya. Mungkin tidak. Tapi mereka tidak boleh punya senjata nuklir,” tegas Trump.

Para pemimpin Islam di Iran tahun ini memperingatkan bahwa mereka bisa membatalkan janji lama mereka untuk tidak mengembangkan senjata nuklir jika ada ancaman eksternal terhadap kelangsungan hidup mereka.

Pada masa jabatan pertamanya, Trump menarik diri dari perjanjian tahun 2015 yang dibuat Iran dengan negara-negara besar untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi. Trump ketika itu mengatakan dia mengupayakan kesepakatan baru yang lebih keras terhadap Teheran.

Seorang reporter bertanya kepada Trump pada September apakah dia masih ingin bernegosiasi dengan Iran. Trump menjawab, “Tentu saja, saya akan melakukan itu. Kita harus membuat kesepakatan, karena konsekuensinya sungguh tidak terbayangkan.”

Pada Oktober, seorang podcaster bertanya kepada Trump apakah dia ingin melihat penguasa Islam Iran digantikan oleh monarki yang mereka gulingkan pada 1979.

“Kita seharusnya tidak terlibat dalam perubahan pemerintah Iran. Kita hadapi saja realitas yang ada sekarang,” jawab Trump.

Trump menggunakan retorika yang lebih keras dalam menanggapi serangan rudal balistik Iran terhadap Israel pada 1 Oktober.

BACA JUGA: PBB: Iran akan Mulai Pengayaan Uranium dengan Ribuan Mesin Sentrifugal Canggih

Sementara Presiden Joe Biden mengatakan kepada wartawan bahwa Israel tidak boleh membalas dengan menyerang situs-situs nuklir Iran, Trump bersikap sebaliknya.

“Saya pikir Biden keliru. Bukankah itu yang seharusnya diserang?' Ketika mereka menanyakan pertanyaan itu, jawabannya seharusnya 'hantam dulu situs-situs nuklirnya, baru khawatir setelahnya.'”

Pada masa jabatan pertamanya, Trump menjatuhkan sanksi kepada Iran yang menghambat ekspor minyaknya dan dengan serangan udara yang melenyapkan komandan militer tertingginya Qassem Soleimani di Bagdad.

Dia tidak mengatakan pada kampanye tahun ini apakah dia akan menggunakan cara seperti itu lagi.

Namun calon menteri luar negerinya, Senator Marco Rubio, sangat mendukung pendekatan tersebut terhadap Iran. Dalam postingannya di X pada Oktober, Rubio menulis: “Hanya dengan ancaman terhadap kelangsungan rezim melalui tekanan maksimum dan tindakan langsung dan mengejutkanlah, kita berpeluang memengaruhi dan mengubah aktivitas kriminal mereka.”

Your browser doesn’t support HTML5

Pejabat Keamanan Pilihan Trump Dukung Tekanan Maksimum atas Iran

Di antara aktivitas kriminal yang dimaksud adalah apa yang menurut Departemen Kehakiman AS rencana gagal Iran untuk mengatur pembunuhan Trump sebelum Hari Pemilu dengan merekrut seorang warga Afghanistan.

Teheran membantah terlibat, namun pilihan Trump untuk penasihat keamanan nasional, Michael Waltz , mengatakan Iran harus menghadapi konsekuensinya.

“Kita perlu mengirimkan pesan yang tegas dan jelas bahwa itu adalah garis merah yang tidak boleh dilanggar oleh semua musuh kita, dan itu memiliki konsekuensi yang sangat besar. Kita harus memulihkan upaya pencegahan,” kata Waltz.

Apa yang kita tidak tahu tentang pendekatan presiden terpilih Trump terhadap Iran adalah jenis kesepakatan baru yang ingin dicapainya, dan apa yang akan dia lakukan jika dia tidak bisa mendapatkan kesepakatan tersebut. [ab/uh]