85 Pelajar Seluruh Dunia Ikuti Konferensi Lintas Agama di AS

Para pelajar seluruh dunia mengunjungi masjid IMAAM Center di Silver Spring, Maryland, AS, Jumat 24/4 (foto: VOA/Vina).

85 pelajar SMA dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang mengikuti Konferensi 'Better Understanding for a Better World' (BUBW) di Baltimore, Maryland.

85 pelajar SMA dari seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang mengikuti Konferensi Better Understanding for a Better World (BUBW) di Baltimore, Maryland. Salah satu kegiatannya adalah mengunjungi rumah-rumah ibadah dan mengadakan dialog lintas agama. Hari Jumat (24/4), mereka mengunjungi masjid komunitas muslim Indonesia (Indonesian Muslim Association in America atau IMAAM Center) di Silver Spring dan berdiskusi tentang agama Islam.

“Allahu Akbar.....,” suara Adzan di masjid IMAAM.

Bagi sebagian peserta non-Muslim, itu adalah pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di mesjid dan mendengar suara adzan.

Berbicara di depan 85 remaja Kristen, Muslim dan Yahudi dari 35 negara, Imam Mohammad Bashar Arafat, pencetus Konferensi BUBW, berupaya meluruskan persepsi yang keliru.

“Sayangnya kata ‘Allahu Akbar’ kini disalahgunakan untuk terorisme. Padahal kenyataannya, itu adalah panggilan untuk sholat,” kata Bashar Arafat.

Imam Mohammad Bashar Arafat (kiri), pencetus konferensi lintas agama "BUBW" yang didukung Deplu AS (foto: VOA/Vina).

Imam Arafat adalah Pendiri dan Presiden Yayasan Pertukaran dan Kerjasama Peradaban, lembaga nirlaba yang bertujuan mengedepankan perdamaian dan kerja sama.

Selama lebih dari 20 tahun, laki-laki asal Suriah ini telah berupaya meningkatkan pemahaman antara Muslim dan penganut keyakinan lain di AS, lewat berbagai program lintas agama. Salah satunya lewat konferensi BUBW, yang didukung Departemen Luar Negeri AS, sejak 2006.

“Program lintas agama ini sangat penting karena banyak siswa yang belum pernah ke gereja, mesjid, atau sinagoga, dan mungkin mereka hanya mendengar hal-hal negatif mengenai agama lain. Penting bagi mereka untuk mendengar langsung dari pemuka agama, dan tidak menghakimi hanya berdasarkan apa yang mereka dengar dari orang lain,” tambah Arafat.

Di masjid IMAAM Center, para siswa mendapat kesempatan untuk melihat langsung ibadah sholat Jumat. Kemudian mereka mengikuti sesi tanya jawab, serta dialog lintas agama yang dipandu Imam Arafat, dan Pastor William A. Au dari Gereja Shrine of the Sacred Heart Baltimore.

Ini adalah pertama kalinya IMAAM Center menjadi tuan rumah konferensi BUBW, sejak pusat ibadah itu diresmikan enam bulan lalu, kata Presiden IMAAM Amang Sukasih.

“Kita melihat ini kesempatan baik bagi IMAAM sebagai sarana berdakwah, memperkenalkan Islam yang damai, Islam di Indonesia yang moderat dan memperkenalkan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Karena pesertanya pelajar, ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengenal Islam di Indonesia sejak dini,” tutur Amang.

Tidak hanya belajar tentang agama Islam, para remaja ini juga belajar tentang agama Kristen dan Yahudi dengan mengunjungi rumah-rumah ibadah mereka.

Halimah Syarifi, siswi asal Pakistan, mengaku terkesan ketika mengunjungi gereja untuk pertama kalinya.

“Banyak yang saya pelajari. Untuk pertama kalinya saya ke gereja, berbicara dan bertanya dengan pendeta. Dan saya juga melihat Taurat untuk pertama kalinya,” ujar Halimah.

Chris Solisa, pelajar SMA Negeri Unggulan Siwalima Ambon, satu dari tujuh peserta asal Indonesia, mengaku memetik pelajaran berharga.

“Ternyata permasalahan yang terjadi di dunia ini yang sepertinya menyangkut agama, sebenarnya bukan agama, tapi hanya manusia-manusianya saja yang mengatasnamakan agama dan Tuhan, yang menyalahgunakan itu untuk keperluan mereka sendiri,” kata Chris.

Dalam konferensi lima hari yang berakhir hari Minggu, para peserta juga belajar tentang multikulturalisme dan kepemimpinan.

Hampir semua pesertanya merupakan pelajar asing yang sedang mengikuti program pertukaran pelajar selama setahun di AS, dengan dukungan Deplu AS.

Imam Arafat berharap mereka bisa menyerap hal-hal positif yang dipetik selama tinggal di AS, dan menerapkannya di negara asal mereka.