Pemenang Nobel sastra dari Tiongkok, Mo Yan, mendukung praktik sensor di negaranya dan menolak dukung petisi pembebasan sesama peraih Nobel.
STOCKHOLM —
Pemenang Hadiah Nobel untuk sastra tahun ini, Mo Yan, yang dikritik karena keanggotaannya dalam Partai Komunis Tiongkok dan keengganannya berbicara melawan pemerintah, membela praktik sensor pada Kamis (6/12), menyebutnya sebagai sesuatu yang sama pentingnya dengan pemeriksaan keamanan di bandar udara.
Ia juga mengatakan tidak akan bergabung dengan mereka yang menuntut pembebasan penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2010, Liu Xiaobo, penulis yang sedang dipenjara.
Mo telah dikritik oleh para aktivis hak asasi manusia karena tidak lebih keras mendukung pembela kebebasan berbicara dan malah mendukung asosiasi penulis yang berafiliasi dengan Partai Komunis, dimana ia merupakan wakil ketua.
Komentarnya pada Kamis yang dibuat pada konferensi pers di Stockholm sepertinya akan membuat kritik terhadapnya semakin keras.
Penganugerahan hadiah sastra pada Mo juga memicu kecaman dari pemenang-pemenang sebelumnya. Herta Mueller, pemenang 2009, menyebut pilihan juri atas Mo sebagai “malapetaka” dalam wawancara dengan harian Swedia Dagens Nyheter bulan lalu. Ia juga menuduh Mo membela hukum sensor di Tiongkok.
Penguasa Tiongkok melarang partai-partai oposisi dan memberlakukan kontrol yang ketat terhadap semua media.
Mo mengatakan ia tidak merasa sensor harus menghalangi kebenaran namun semua bentuk penghinaan dan gosip “harus disensor.”
“Namun saya juga berharap sensor memiliki prinsip lebih tinggi,” ujarnya.
Mo sedang berada di Stockholm selama beberapa hari sebelum menerima penghargaan prestisius tersebut Senin mendatang.
Ia memenangkan Nobel tersebut untuk serangkaian kisahnya mengenai kehidupan di pedesaan Tiongkok. Dalam kutipannya, juri mengatakan Mo “dengan realisme halusinasi yang digabungkan dengan cerita rakyat, sejarah dan kisah kontemporer.”
Mengenai isu sensor di Tiongkok, Mo menyamakannya dengan prosedur keamanan yang ia peroleh saat terbang ke Stockholm.
“Petugas memeriksa saya, meminta saya mencopot ikat pinggang dan sepatu. Tapi saya kira pemeriksaan itu memang harus dilakukan,” ujarnya.
Mo juga menghindari pertanyaan mengenai Liu Xiaobo, yang dijatuhi hukuman penjara 11 tahun pada 2009 karena ikut menulis seruan untuk mengakhiri aturan satu partai di Tiongkok dan menegakkan reformasi demokratik.
Penerimaan pemerintah Tiongkok terhadap kedua pemenang Nobel tersebut seperti langit dan bumi.
Penghargaan terhadap Liu ditolak dan disebut sebagai pencemaran tradisi Nobel, sementara kemenangan Mo diterima dengan tangan terbuka, dengan mengatakan kal itu merefleksikan “kemakmuran dan kemajuan sastra Tiongkok dan peningkatan pengaruh Tiongkok.”
Meski Mo sebelumnya mengatakan bahwa ia berharap Liu segera dibebaskan, ia menolak menjelaskan lebih lanjut.
Ia juga mengesankan menolak menandatangani petisi pembebasan Liu. “Saya selalu independen dan saya senang seperti itu. Jika seseorang memaksa saya melakukan sesuatu, saya tidak akan melakukannya,” ujarnya. (AP/Louise Nordstrom)
Ia juga mengatakan tidak akan bergabung dengan mereka yang menuntut pembebasan penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2010, Liu Xiaobo, penulis yang sedang dipenjara.
Mo telah dikritik oleh para aktivis hak asasi manusia karena tidak lebih keras mendukung pembela kebebasan berbicara dan malah mendukung asosiasi penulis yang berafiliasi dengan Partai Komunis, dimana ia merupakan wakil ketua.
Komentarnya pada Kamis yang dibuat pada konferensi pers di Stockholm sepertinya akan membuat kritik terhadapnya semakin keras.
Penganugerahan hadiah sastra pada Mo juga memicu kecaman dari pemenang-pemenang sebelumnya. Herta Mueller, pemenang 2009, menyebut pilihan juri atas Mo sebagai “malapetaka” dalam wawancara dengan harian Swedia Dagens Nyheter bulan lalu. Ia juga menuduh Mo membela hukum sensor di Tiongkok.
Penguasa Tiongkok melarang partai-partai oposisi dan memberlakukan kontrol yang ketat terhadap semua media.
Mo mengatakan ia tidak merasa sensor harus menghalangi kebenaran namun semua bentuk penghinaan dan gosip “harus disensor.”
“Namun saya juga berharap sensor memiliki prinsip lebih tinggi,” ujarnya.
Mo sedang berada di Stockholm selama beberapa hari sebelum menerima penghargaan prestisius tersebut Senin mendatang.
Ia memenangkan Nobel tersebut untuk serangkaian kisahnya mengenai kehidupan di pedesaan Tiongkok. Dalam kutipannya, juri mengatakan Mo “dengan realisme halusinasi yang digabungkan dengan cerita rakyat, sejarah dan kisah kontemporer.”
Mengenai isu sensor di Tiongkok, Mo menyamakannya dengan prosedur keamanan yang ia peroleh saat terbang ke Stockholm.
“Petugas memeriksa saya, meminta saya mencopot ikat pinggang dan sepatu. Tapi saya kira pemeriksaan itu memang harus dilakukan,” ujarnya.
Mo juga menghindari pertanyaan mengenai Liu Xiaobo, yang dijatuhi hukuman penjara 11 tahun pada 2009 karena ikut menulis seruan untuk mengakhiri aturan satu partai di Tiongkok dan menegakkan reformasi demokratik.
Penerimaan pemerintah Tiongkok terhadap kedua pemenang Nobel tersebut seperti langit dan bumi.
Penghargaan terhadap Liu ditolak dan disebut sebagai pencemaran tradisi Nobel, sementara kemenangan Mo diterima dengan tangan terbuka, dengan mengatakan kal itu merefleksikan “kemakmuran dan kemajuan sastra Tiongkok dan peningkatan pengaruh Tiongkok.”
Meski Mo sebelumnya mengatakan bahwa ia berharap Liu segera dibebaskan, ia menolak menjelaskan lebih lanjut.
Ia juga mengesankan menolak menandatangani petisi pembebasan Liu. “Saya selalu independen dan saya senang seperti itu. Jika seseorang memaksa saya melakukan sesuatu, saya tidak akan melakukannya,” ujarnya. (AP/Louise Nordstrom)