Pemerintah mengatakan akan mengevaluasi dan menetapkan status dan kedudukan hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
JAKARTA —
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan di Jakarta, Kamis (30/5), bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi serta menetapkan status dan kedudukan hukum jemaah Ahmadiyah di Indonesia.
Selain itu tambah Agung, pemerintah akan melakukan dialog antar pihak-pihak terkait seputar keberadaan Ahmadiyah di Indonesia.
“Pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah pembinaan seperti yang sudah dilakukan Kementrian Agama, juga melakukan evaluasi serta penyikapan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku terhadap status dan kedudukan hukum Ahmadiyah Indonesia. Diperlukan pertemuan/dialog antar pihak-pihak terkait untuk kembali kepada komitmen pada saat pra dan pasca SKB 3 menteri. Kalau ini semua dipenuhi Insya Allah akan berjalan dengan baik,” ujarnya usai rapat koordinasi tingkat menteri.
Agung menambahkan, pemerintah akan mengoptimalkan peran kepala daerah untuk menjaga keharmonisan kehidupan beragama sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB 3) Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah.
Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga hadir dalam rapat koordinasi itu memastikan selama proses evaluasi dan dialog dengan pihak-pihak terkait, pemerintah tidak melarang jemaat Ahmadiyah melakukan ibadahnya sebagaimana yang sudah berjalan selama ini.
“Pemerintah belum menetapkan target waktu untuk evaluasi itu. Kita (pemerintah) tidak melakukan pelarangan selama ini. tapi tetap berlaku ketentuan yang ada pada SKB 3 Menteri,” ujarnya.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyah, ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung RI pada 2008. Poin-poin dalam SKB tersebut diantaranya mengatur agar jemaat Ahmadiyah, selama mengaku sebagai Islam, diminta menghentikan penyebaran penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad.
SKB itu juga mengatur agar masyarakat menjaga kerukunan, serta dilarang melakukan tindakan melawan hukum terhadap para penganut Ahmadiyah. Bila tidak dipatuhi, akan dikenakan sanksi seusai ketentuan undang-undang.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto yang hadir pula dalam rapat koordinasi itu menegaskan telah menginstruksikan kepada jajaran kepolisian dan intelijen agar memberikan perlindungan terhadap jemaat Ahmadiyah dan menindak tegas siapapun yang melakukan tindak kekerasan terhadap jemaat ahmadiyah.
“Itu instruksi yang sangat jelas bukan hanya terhadap kepolisian tetapi juga terhadap aparat intelijen. Dinamika di masyarakat itu secara dini harus diikuti dan dipantau. Sehingga indikasi itu bisa ditangkap lebih awal, polisi bisa bertindak lebih awal. Jadi siapapun pendekatannya hukum. Siapapun yang melakukan tindak kekerasan terhadap ahmadiyah ya penegakan hukum,” ujarnya.
Terkait hal ini, juru bicara Ahmadiyah Mubarik Ahmad kepada VOA mengatakan keyakinan Ahmadiyah sama dengan ajaran Islam.
“Ini yang harus dibina adalah menteri agama. Teman-teman Nahdlatul Ulama (NU) sangat memahami keyakinan Ahmadiyah. Bahwa Ahmadiyah itu percaya tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad. Ahmadiyah juga percaya terhadap kitab suci Al Quran, dan tidak ada kitab lagi setelah itu,” ujarnya.
“Keyakinan Ahmadiyah sama dengan Islam lainnya. Pertanyaan saya, apakah Ahmadiyah ancaman bagi bangsa ini? Apa ada orang Ahmadiyah yang tidak membayar pajak? Apa ada orang Ahmadiyah yang terlibat korupsi? Apa ada orang Ahmadiyah yang terlibat makar? Kita ingin hidup damai, tenang bersama-sama dengan komunitas agama lainnya,” ujarnya.
Mubarik mengatakan heran dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mempertanyakan status hukum dari Ahmadiyah. Sementara menurutnya, para penyerang dan pembakar mesjid Ahmadiyah di beberapa daerah, tidak diproses hukum. Termasuk pelaku penyerangan dan pembunuhan tiga warga Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, pada 2011 yang penyerangnya hanya mendapat vonis ringan.
Selain itu tambah Agung, pemerintah akan melakukan dialog antar pihak-pihak terkait seputar keberadaan Ahmadiyah di Indonesia.
“Pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah pembinaan seperti yang sudah dilakukan Kementrian Agama, juga melakukan evaluasi serta penyikapan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku terhadap status dan kedudukan hukum Ahmadiyah Indonesia. Diperlukan pertemuan/dialog antar pihak-pihak terkait untuk kembali kepada komitmen pada saat pra dan pasca SKB 3 menteri. Kalau ini semua dipenuhi Insya Allah akan berjalan dengan baik,” ujarnya usai rapat koordinasi tingkat menteri.
Agung menambahkan, pemerintah akan mengoptimalkan peran kepala daerah untuk menjaga keharmonisan kehidupan beragama sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB 3) Menteri tahun 2008 tentang Ahmadiyah.
Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga hadir dalam rapat koordinasi itu memastikan selama proses evaluasi dan dialog dengan pihak-pihak terkait, pemerintah tidak melarang jemaat Ahmadiyah melakukan ibadahnya sebagaimana yang sudah berjalan selama ini.
“Pemerintah belum menetapkan target waktu untuk evaluasi itu. Kita (pemerintah) tidak melakukan pelarangan selama ini. tapi tetap berlaku ketentuan yang ada pada SKB 3 Menteri,” ujarnya.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Ahmadiyah, ditandatangani oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung RI pada 2008. Poin-poin dalam SKB tersebut diantaranya mengatur agar jemaat Ahmadiyah, selama mengaku sebagai Islam, diminta menghentikan penyebaran penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad.
SKB itu juga mengatur agar masyarakat menjaga kerukunan, serta dilarang melakukan tindakan melawan hukum terhadap para penganut Ahmadiyah. Bila tidak dipatuhi, akan dikenakan sanksi seusai ketentuan undang-undang.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto yang hadir pula dalam rapat koordinasi itu menegaskan telah menginstruksikan kepada jajaran kepolisian dan intelijen agar memberikan perlindungan terhadap jemaat Ahmadiyah dan menindak tegas siapapun yang melakukan tindak kekerasan terhadap jemaat ahmadiyah.
“Itu instruksi yang sangat jelas bukan hanya terhadap kepolisian tetapi juga terhadap aparat intelijen. Dinamika di masyarakat itu secara dini harus diikuti dan dipantau. Sehingga indikasi itu bisa ditangkap lebih awal, polisi bisa bertindak lebih awal. Jadi siapapun pendekatannya hukum. Siapapun yang melakukan tindak kekerasan terhadap ahmadiyah ya penegakan hukum,” ujarnya.
Terkait hal ini, juru bicara Ahmadiyah Mubarik Ahmad kepada VOA mengatakan keyakinan Ahmadiyah sama dengan ajaran Islam.
“Ini yang harus dibina adalah menteri agama. Teman-teman Nahdlatul Ulama (NU) sangat memahami keyakinan Ahmadiyah. Bahwa Ahmadiyah itu percaya tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad. Ahmadiyah juga percaya terhadap kitab suci Al Quran, dan tidak ada kitab lagi setelah itu,” ujarnya.
“Keyakinan Ahmadiyah sama dengan Islam lainnya. Pertanyaan saya, apakah Ahmadiyah ancaman bagi bangsa ini? Apa ada orang Ahmadiyah yang tidak membayar pajak? Apa ada orang Ahmadiyah yang terlibat korupsi? Apa ada orang Ahmadiyah yang terlibat makar? Kita ingin hidup damai, tenang bersama-sama dengan komunitas agama lainnya,” ujarnya.
Mubarik mengatakan heran dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mempertanyakan status hukum dari Ahmadiyah. Sementara menurutnya, para penyerang dan pembakar mesjid Ahmadiyah di beberapa daerah, tidak diproses hukum. Termasuk pelaku penyerangan dan pembunuhan tiga warga Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, pada 2011 yang penyerangnya hanya mendapat vonis ringan.