Anggota tim pencari fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) Nurismi Ramadani kepada VOA, Selasa (28/6) meminta pemerintah serius memperhatian kondisi warga Indonesia yang mendekam dalam pusat-pusat tahanan imigrasi di Malaysia.
Dalam laporannya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat menemukan sepanjang Januari hingga Maret 2022 terdapat 18 warga Indonesia meninggal di pusat tahanan imigrasi di Tawau, Sabah. Dia menekankan angka itu hanya estimasi dari satu pusat tahanan imigrasi di Sabah. Padahal secara keseluruhan terdapat lima pusat tahanan imigrasi di Sabah.
BACA JUGA: Indonesia-Malaysia Tandatangani Perjanjian Pekerja MigranKarena itu, Koalisi Buruh Migran Berdaulat meyakini angka kematian warga Indonesia di pusat tahan imigrasi di Sabah sebenarnya lebih tinggi. Tingginya kasus kematian buruh migran Indonesia itu menunjukkan otoritas terkait di Sabah dengan sengaja dan terus menerus, di antaranya tidak memenuhi standar kesehatan yang semestinya.
Menurut Nurismi, situasi yang terjadi pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, bukanlah hal baru, namun sudah lama terjadi dan terus berulang.
"Temuan-temuan kami ini pun membuktikan bahwa kondisi-kondisi di dalam Depot Tahanan Imigrasi yang ada di Sabah itu semakin waktu ke waktu menunjukkan tingkat keparahan," kata Nurismi.
Nurismi mengungkapkan kecuali di Depot Tahanan Imigrasi Sandakan, empat pusat tahanan imigrasi lainnya di Sabah mengalami kelebihan kapasitas. Masing-masing pusat tahanan tersebut terdiri dari 10-14 blok dengan ukuran tiap sel 8 x 12 meter. Semua blok tahanan dalam kondisi buruk dan kotor, bahkan ada yang tidak terkena sinar matahari.
Selain itu, tidak ada alas tidur yang disediakan. Setiap tahanan harus tidur di lantai yang kasar. Tahanan tidur dengan kondisi saling berhimpitan. Bahkan di blok 9 pusat tahan imigrasi Tawau, beberapa tahanan tidur di dalam toilet karena penghuni berjubel.
Menurut Nurismi, tahanan yang sakit juga dibiarkan tanpa mendapat obat-obatan dan perawatan semestinya. Saking tidak mencukupinya toilet, banyak tahanan imigrasi menahan untuk buang hajat dalam waktu lama.
"Sebagian besar (tahanan) mengalami penyakit kulit scabies (kudis) diakibatkan fasilitas yang buruk, makanan yang basi, makanan setengah masak. Kemudian air yang langsung diminum dari air kolam dipake mandi," ujar Nurismi.
BACA JUGA: TKW di Taiwan Makin Terjepit: 6 Tahun Gaji Tak Naik dan Dieksploitasi MajikanLaporan Yang berjudul “Seperti di Neraka Kondisi Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia juga menyebutkan ada beberapa kasus dugaan bentuk hukuman tidak manusiawi dan penyiksaan yang dialami deportan WNI di tahanan Imigrasi Tawau, Malaysia.Tim Pencari Fakta KBMB mewawancarai beberapa deportan asal Indonesia untuk mengetahui apa yang terjadi di tempat itu.
Di laporan tersebut juga disebutkan apa yang menimpa Suardi, WNI yang diduga meninggal akibat dianiya. Berdasarkan hasil wawancara para deportan salah satunya saudara kandung mendiang yang berada di satu blok tahanan dengan Suardi.Para saksi itu mengatakan Suardi dipukul ramai-ramai oleh petugas Depot Tahanan Imigresen (DTI) di hadapan tahanan lainnya.
Suardi dalam kondisi tubuhnya terluka kemudian dimasukkan ke dalam sel isolasi dengan tangan diborgol dan kemudian dinyatakan meninggal dunia pada awal Januari 2021.
Seorang warga Indonesia penghuni pusat tahanan imigrasi di Sabah mengakui pernah tiga bulan berada di salah satu pusat tahanan tersebut. Demi alasan keamanan, VOA tidak menyebut identitas perempuan ini.
Dia ditangkap bersama anak dan kedua orang tuanya pada 2020. Perempuan ini diahirkan dan dibesarkan di Sabah karena orang tuanya bekerja di perkebunan sawit di sana.
Perempuan asal Kalimantan Timur ini mengakui perlakuan yang diterima selama menghuni pusat tahanan imigrasi di Sabah tidak mengenakkan.
"Kalau siang, kita nggak dibolehkan keluar (sel) untuk kena sinar matahari. Kalau sakit, ya nggak boleh ngomong. Kalau kita ngomong pun, nggak dipedulikan. Kalau ada petugas yang datang, seperti petugas imigrasi atau petugas konsulat (KJRI Tawau), diberitahu kami tidak sakit, kami sehat-sehat saja," tuturnya.
Namun dirinya mengaku tidak pernah mendapat tindakan kekerasan atau penyiksaan tapi sering dibentak. Dia menambahkan untuk makanan, kadang dikasih nasi masih mentah atau terkadang basi. Untuk lauknya, kadang ikan tidak dibersihkan tapi langsung digoreng, untuk sayur hanya direndam di air panas.
Menurutnya, jika ada jadwal kunjungan dari staf KJRI Tawau, petugas tahanan imigrasi mewanti-wanti agar kami tidak memberitahu kondisi mereka dan keadaan ruang tahanan. Karena takut makin lama mendekam, mereka pun terpaksa menuruti hal itu.
Wanita asal Kalimantan itu berharap teman-temannya sesama warga Indonesia yang masih dalam tahanan imigrasi bisa segera dideportasi. Di pusat tahanan di Sabah juga banyak anak-anak Indonesia.
Dia menceritakan ayahnya meninggal di dalam pusat tahanan imigrasi. Tapi karena tidak diberi obat dan perawatan sebagaimana mestinya, akhirnya meninggal dalam usia 50 tahun. Kaki ayahnya sempat diamputasi dan setelah itu hanya dibungkus plastik tanpa diberi obat.Tim dokter menulis ayahnya meninggal karena serangan jantung dan COVID-19.
BACA JUGA: Bertemu PM Malaysia, Jokowi Bahas Isu Perbatasan Negara Hingga Perlindungan TKIDirektur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan pihaknya telah mempelajari Laporan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) tahun 2022. Kementeriannya lanjut Judha telah menghubungi KBMB untuk memperoleh data rinci WNI yang dinyatakan meninggal di rumah tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia serta data para deportan yang mengalami penganiayaan selama berada di Depot Tahanan Imigresen.
Seluruh data itu kata Judha akan ditelusuri dan dimintakan penjelasan dari otoritas Malaysia. Pemerintah Indonesia juga akan mengambil langkah tindak lanjut secara bilateral bila data itu terkonfirmasi.
“Perwakilan RI di Sabah yaitu KJRI Kota Kinabalu dan KRI Tawau akan bertemu pengarah jabatan imigresen Negeri Sabah . Pertemuan itu dimaksudkan untuk meminta keterangan dan kejelasan atas temuan KBMB sebagai upaya pemerintah Indonesia dalam melindungi WNI/PMI di wilayah Sabah”, kata Judha.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam keterangan tertulisnya, Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta menyebutkan sebanyak 149 penghuni semua tahanan imigrasi di Sabah yang meninggal adalah warga negara asing. Kasus ini berlangsung sejak tahun lalu hingga Juni tahun ini.
Tahun lalu, sebanyak 18 warga Indonesia yang meninggal di pusat tahanan imigrasi di Sabah, terdiri dari 17 lelaki dan satu perempuan. Sedangkan periode Januari-Juni 2022, terdapat tujuh warga Indonesia yang meninggal, termasuk satu wanita. [fw/jm]