Pemerintah India berencana memberikan bantuan langsung uang tunai bagi kelompok miskin untuk mengatasi penipuan dan pencurian dalam program kesejahteraan sosial.
Raj Kumar, sopir bajaj yang tinggal di permukiman kumuh di Delhi Barat, mendapat sekitar 20 dolar setiap bulan tahun lalu, menggantikan makanan seperti gandum dan gula. Kumar menerima uang itu sebagai bagian dari percobaan untuk mengganti jatah makanan yang diberikan kepada orang miskin dengan uang tunai. Ia senang.
Raj Kumar mengatakan, gandum yang disalurkan oleh toko pemerintah kualitasnya seringkali sangat buruk, terkadang bahkan tidak baik untuk makanan hewan. Dengan uang di tangannya sendiri, ia bisa membeli makanan dengan kualitas lebih baik.
Beberapa kali, kata Kumar, ia tidak pernah mendapat jatah tersebut karena tokonya belum menerima pasokan.
Penyaluran makanan itu adalah bagian dari program subsidi lima dasawarsa di mana makanan senilai miliaran dolar diperuntukkan bagi rakyat miskin di India. Ini adalah sistem distribusi makanan publik terbesar di dunia. Jatah itu diberikan secara gratis atau dengan harga subsidi, tergantung pendapatan. Biayanya sekitar 10 miliar dolar tahun lalu.
Tetapi, korupsi mencoreng program itu. Temuan Mahkamah Agung dan berbagai penyidikan berita mengungkapkan bahwa sebagian besar makanan itu diambil oleh jaringan pejabat korup dan dijual ke pedagang dengan harga pasar.
Narendra Saxena, Komisaris Mahkamah Agung yang memonitor program-program untuk mengatasi kelaparan, mengatakan, data pemerintah menunjukkan lingkup masalah itu cukup besar.
"Kajian Komisi Perencanaan itu menunjukkan sekitar 58 persen makanan tidak sampai ke orang-orang miskin, penerima bantuan. Kejadian itu sangat parah di negara-negara bagian seperti Bihar. Ada banyak korupsi di tingkat negara bagian. Lma puluh persen kartu ransum diberikan kepada orang yang tidak miskin," paparnya.
Ia mengatakan, skema penipuan itu sederhana. Daftar penerima bantuan diisi dengan nama samaran, atau nama-nama yang tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi.
Untuk menghentikan praktik penipuan besar-besaran itu, pemerintah bermaksud merombak distribusi makanan dan subsidi lainnya dengan menggunakan nomor identitas elektronik terverifikasi kepada semua warga India. Pemerintah telah melakukan proyek-proyek percontohan di delapan negara bagian untuk mendistribusikan uang tunai langsung menggunakan nomor-nomor yang disimpan dalam apa yang disebut sebagai kartu "aadhar".
Dua ratus juta warga India telah menerima nomor-nomor ini. Perdana Menteri Manmohan Singh baru-baru ini mengatakan inisiatif ini akan meningkatkan upaya untuk membantu orang miskin.
Singh mengatakan bahwa nomor pengenal ini akan memastikan agar hanya orang yang tepat mendapatkan uang, dan memutus perantara. Dia mengatakan hal ini akan mengurangi praktik penipuan.
Para pakar sepakat pemberian uang tunai itu akan mengurangi korupsi. Tetapi, mereka mengatakan ini tidak akan memperbaiki masalahnya. Mereka menunjukkan bahwa banyak orang miskin tidak memiliki rekening bank, terutama di daerah pedesaan yang terpencil, di mana kelaparan lebih merajalela.
Ada juga kekhawatiran bahwa uang yang diberikan kepada keluarga miskin dapat disalahgunakan oleh beberapa anggota keluarga serta digunakan untuk membeli minuman keras, atau perjudian.
Raj Kumar mengatakan, gandum yang disalurkan oleh toko pemerintah kualitasnya seringkali sangat buruk, terkadang bahkan tidak baik untuk makanan hewan. Dengan uang di tangannya sendiri, ia bisa membeli makanan dengan kualitas lebih baik.
Beberapa kali, kata Kumar, ia tidak pernah mendapat jatah tersebut karena tokonya belum menerima pasokan.
Penyaluran makanan itu adalah bagian dari program subsidi lima dasawarsa di mana makanan senilai miliaran dolar diperuntukkan bagi rakyat miskin di India. Ini adalah sistem distribusi makanan publik terbesar di dunia. Jatah itu diberikan secara gratis atau dengan harga subsidi, tergantung pendapatan. Biayanya sekitar 10 miliar dolar tahun lalu.
Tetapi, korupsi mencoreng program itu. Temuan Mahkamah Agung dan berbagai penyidikan berita mengungkapkan bahwa sebagian besar makanan itu diambil oleh jaringan pejabat korup dan dijual ke pedagang dengan harga pasar.
Narendra Saxena, Komisaris Mahkamah Agung yang memonitor program-program untuk mengatasi kelaparan, mengatakan, data pemerintah menunjukkan lingkup masalah itu cukup besar.
"Kajian Komisi Perencanaan itu menunjukkan sekitar 58 persen makanan tidak sampai ke orang-orang miskin, penerima bantuan. Kejadian itu sangat parah di negara-negara bagian seperti Bihar. Ada banyak korupsi di tingkat negara bagian. Lma puluh persen kartu ransum diberikan kepada orang yang tidak miskin," paparnya.
Ia mengatakan, skema penipuan itu sederhana. Daftar penerima bantuan diisi dengan nama samaran, atau nama-nama yang tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi.
Untuk menghentikan praktik penipuan besar-besaran itu, pemerintah bermaksud merombak distribusi makanan dan subsidi lainnya dengan menggunakan nomor identitas elektronik terverifikasi kepada semua warga India. Pemerintah telah melakukan proyek-proyek percontohan di delapan negara bagian untuk mendistribusikan uang tunai langsung menggunakan nomor-nomor yang disimpan dalam apa yang disebut sebagai kartu "aadhar".
Dua ratus juta warga India telah menerima nomor-nomor ini. Perdana Menteri Manmohan Singh baru-baru ini mengatakan inisiatif ini akan meningkatkan upaya untuk membantu orang miskin.
Singh mengatakan bahwa nomor pengenal ini akan memastikan agar hanya orang yang tepat mendapatkan uang, dan memutus perantara. Dia mengatakan hal ini akan mengurangi praktik penipuan.
Para pakar sepakat pemberian uang tunai itu akan mengurangi korupsi. Tetapi, mereka mengatakan ini tidak akan memperbaiki masalahnya. Mereka menunjukkan bahwa banyak orang miskin tidak memiliki rekening bank, terutama di daerah pedesaan yang terpencil, di mana kelaparan lebih merajalela.
Ada juga kekhawatiran bahwa uang yang diberikan kepada keluarga miskin dapat disalahgunakan oleh beberapa anggota keluarga serta digunakan untuk membeli minuman keras, atau perjudian.