Langkah pemberian remisi oleh pemerintah Indonesia tersebut adalah bagian dari program tahunan bagi pengurangan hukuman bagi para tahanan yang dianggap berkelakuan baik.
Lebih dari 50.000 tahanan, termasuk 84 teroris yang sudah divonis bersalah, telah dikurangi hukuman mereka sebagai bagian dari proses remisi pemerintah pada Hari Kemerdekaan.
Termasuk diantaranya Mohammed Jibril Abdurahman, yang dikurangi dua bulan hukumannya selama lima tahun penjara. Abdurahman divonis bersalah melakukan kejahatan sehubungan dengan upayanya mengumpulkan dana di Arab Saudi bagi kelompok teroris yang terlibat dalam pemboman dua hotel tahun 2009 di Jakarta yang menewaskan tujuh orang.
Sidney Jones, seorang analis keamanan pada International Crisis Group, mengatakan pengurangan masa tahanan Abdurahman tidak mengherankan.
Ia mengatakan, “Sistem peradilan Indonesia secara otomatis memberi remisi bagi tahanan, bahkan teroris yang hukumannya kurang dari lima tahun dan para tahanan yang telah menjalankan hukuman penjara lebih dari lima tahun… atau kadang mendapat remisi karena perilaku baik setelah menjalani dua pertiga masa tahanan.”
Pengurangan hukuman penjara atas Abdurahman diumumkan dalam minggu yang sama Departemen Keuangan Amerika menerapkan sanksi-sanksi finansial terhadap Abdurahman atas hubungannya dengan berbagai organisasi teroris internasional. Berbagai sanksi juga diterapkan terhadap Abdul Rahim Ba’asyir, putra pemimpin teroris Abu Bakar Ba’asyir, serta Umar Patek, yang ditangkap di Pakistan di kota tempat Osama bin Laden pernah bersembunyi.
Jones mengatakan sanksi-sanksi itu tidak terkait langsung dengan kejahatan yang dilakukan di Indonesia.
“Ketiga orang yang namanya diumumkan Amerika diketahui punya koneksi internasional. Jadi sanksi tidak terkait langsung dengan jenis kejahatan yang dilakukan. Sanksi ini terkait dengan bukti mengenai hubungan dengan Pakistan, Yaman, dan Arab Saudi,” ujar Jones.
Abdul Rahim Ba’asyir belum dituduh dengan kejahatan apapun di Indonesia. Sidney Jones mengatakan Patek, yang diyakini terlibat dalam peristiwa bom Bali tahun 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang dan terkait dengan kelompok-kelompok teror di Filipina dan Pakistan, akan menghadapi vonis penjara yang berat. Tetapi Jones menambahkan Patek kemungkinan akan terhindar dari hukuman mati.
Lebih lanjut Jones mengatakan, “Dalam kasus Patek, ia berperan dalam pembuatan bom Bali yang pertama. Ia bukan otak utamanya dan bukan pemimpin operasi di lapangan. Jadi jika kita melihat dari segi analogi dengan orang-orang lain yang beperan serupa, ia mungkin bisa terkena 20 tahun penjara tetapi saya pikir ia tidak akan dijatuhi hukuman mati.”
Beberapa pejabat hukum Indonesia mengecam sistem peradilan yang bersikap terlalu lunak terhadap teroris, tetapi Jones mengatakan ketaatan pada supremasi hukum juga telah ikut membuat perasaan publik menjadi negatif terhadap kelompok-kelompok ekstrimis.