Pemerintah Mulai Akui Konversi BBM ke BBG Tak Mudah

  • Iris Gera

Menteri ESDM Jero Wacik mengakui bahwa ada banyak kendala untuk rencana pemerintah melakukan konversi BBM ke BBG (foto: dok).

Bertentangan dengan keterangan Menteri terkait lainnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengakui proses konversi bahan bakar minyak atau BBM ke bahan bakar gas atau BBG memiliki banyak kendala.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha seluruh Indonesia atau Apindo, Sofyan Wanandi, belum terlambat jika akhirnya pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi daripada harus melakukan konversi dan pembatasan pengunaan BBM bersubsidi.

Kepada pers di Jakarta, Kamis, Sofyan Wanandi menilai akan banyak masalah jika pemerintah memaksakan diri untuk konversi BBM ke BBG serta membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Ia tidak sependapat jika dinilai meningkatnya jumlah kendaraan menjadi penyebab kuota BBM bersubsidi membengkak dan otomatis anggaran subsidi terus bertambah. Ia menegaskan menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan cara paling tepat dibanding opsi lain.

“Saya pikir tidak ada urusan sama otomotifnya, urusannya dia takut aja naikkan, ndak mau aja presiden kita dan dibikin akal-akalannya, menurut saya ndak akan jalan, lebih banyak nanti orang salah gunakan lagi, gimana you ngawasin kayak polisi, ngawasin SPBU, nanti di daerah-daerah bisa dibakar itu kalau you ngak kasih mereka, kita juga takut itu, saya nggak percaya, kalau you naikkan April saya percaya, naikkan bertahaplah sampai you capai barangkali harga 6.500 itu dalam enam bulan dan lain-lain, converter kit nya nggak ada cukup, SPBU nya nggak ada cukup, semua nggak ada cukup,” ujar Sofyan Wanandi.

Anggota Komisi VII DPR RI, komisi yang membidangi masalah energi, Satya Widya Yudha berpendapat, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas tidak memiliki konsep matang untuk memaparkan kepada Presiden dan Menteri terkait rencana konversi BBM ke BBG. Ia berpendapat BPH Migas merupakan institusi yang paling mengetahui soal minyak dan gas. Berawal dari sikap BPH Migas menurutnya akan mempengaruhi kebijakan pemerintah soal energi seperti optimistis, pesimistis atau ragu sehingga BPH Migas harus memaparkannya sejak awal kondisi di lapangan.

Satya Widya Yudha mengatakan, “Belum mengarah pada siap atau tidak, jadi lebih mengarah kepada satu asumsi saja. Jadi, dia melihat analisa kebijakan lantas bagaimana cara menanggulanginya dengan ada kebijakan preventif, justeru yang kita meminta sebetulnya adalah BPH Migas harus mampu memberikan masukan kepada pemerintah 1 April itu apa yang lebih reasonable untuk diimplementasikan, misalkan dengan kita meng introduce adanya premium pada harga keekonomian.”

Sebelumnya Menteri Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM, Jero Wacik mengungkapkan keraguannya bahwa proses konversi BBM ke BBG akan berjalan baik.

Wacik mengakui, “Ribetlah pokoknya kalau mau pindah ke gas itu ribet, satu converter-nya belum ada, harus dipasang dulu di mobil-mobil walaupun rakyatnya mau misalnya, memasangnya itu kan musti beli dulu, nah kemudian SPBG nya juga belum banyak, ada nggak gasnya.”

Pernyataan Menteri ESDM Jero Wacik tersebut merupakan satu-satunya pernyataan berbeda dibanding Menteri-Menteri terkait lainnya yang optimistis bahwa konversi BBM ke BBG akan berhasil.