Pemerintah Perlu Hentikan Persekusi yang Terus Meluas

  • Fathiyah Wardah

Jumpa pers di kantor YLBHI di Jakarta, Kamis (1/6), dokter Fiera Lovita (kanan), korban persekusi menceritakan peristiwa yang dialami karena statusnya di Facebook. (VOA/Fathiyah)

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah segera menyelidiki dalang yang merancang adanya persekusi karena terus meluas.

Dokter Fiera Lovita, perempuan yang mengalami intimidasi setelah mengunggah statusnya di Facebook yang dinilai melecehkan dan memfitnah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab kini sudah berada di Jakarta setelah meninggalkan Solok, Sumatera Barat, Senin lalu atau sepekan sehabis insiden pengepungan terhadapnya.

Kasus yang menimpa Fiera bermula dari statusdi akun Facebooknya pada 21 Mei lalu. Malamnya, status yang dibuatnya menjadi viral di Facebook. Karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, Fiera segera menutup akun Facebooknya.

Pada 23 Mei Fiera sempat dipertemukan dengan perwakilan FPI yang marah atas statusnya tersebut. Pertemuan itu dihadiri Kapolres Solok dan direksi RSUD Solok, tempat dia bekerja. Di sana Fiera meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi.

Dalam jumpa pers di kantor Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Jakarta, Kamis (1/6), dokter Fiera Lovita mengakui peristiwa yang dialami karena statusnya di Facebook merupakan pengalaman berharga. Dia berharap kasus seperti dirinya tidak menimpa orang lain.

"Berbeda pendapat harus diselesaikan dengan cara beradab. Merespon suatu peristiwa dengan intimidasi dan penghinaan bukanlah karakter seorang muslim dan manusia beradab," kata Fiera.

Menurut Ketua Umum YLBHI Asfinawati, dokter Fiera Lovita memang menjadi korban perburuan dari pihak-pihak yang tidak senang terhadap status Facebooknya. Dalam sebulan terakhir saja, tambahnya, ada sejumlah perburuan atau persekusi terjadi terhadap sejumlah target.

Asfinawati menyebutkan pada 23 Mei persekusi terjadi di Balikpapan, 25 Mei di Tenggarong dan Klaten, 27 Mei di Cimahi, 28 Mei di Denpasar, dan 29 Mei di Jakarta.

Asfinawati mengakui karakter digital itu bisa melintasi ruang dan waktu yang sangat cepat, sehingga akan sangat membahayakan orang yang dijadikan sasaran. Dia mencontohkan pada 19 Mei persekusi terjadi di Klaten, Tangerang, Madura, Palangkaraya, Jambi, dan Bandung.

Asfinawati memperingatkan kalau persekusi terus dibiarkan negara akan lumpuh, kalah oleh sekelompok orang tersebut. Karena melihat polanya meluas, dia menuntut pemerintah segera menyelidiki siapa dalang yang merancang tindakan persekusi tersebut.

"Dalam waktu sangat rapat ada sekelompok orang yang jaraknya bisa ribuan kilometer melakukan tindakan yang persis sama, menyasar kelompok target yang sama. Kelompok targetnya tidak berdasarkan korbannya sendiri tapi berdasarkan persepsi pelaku," ujar Asfinawati.

Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) Damar Juniarto menjelaskan persekusi adalah tindakan memburu orang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-wenang dan secara sistematis atau luas.

Persekusi terdiri dari dua elemen. Pertama, tindakan tidak manusiawi ini dilakukan untuk menimbulkan penderitaan fisik dan psikis. Kedua, tindakan tersebut harus dilakukan sebagai sebuah serangan sistematis atau meluas.

Persekusi memiliki empat tahapan. Pertama, penentuan target meliputi ajakan menentukan target atau orang-orang harus diburu, pendataan target, dan upaya memviralkan target tersebut. Kedua, ajakan berburu dengan membuat sebuah mobilisasi atau pengumuman dan ada koordinasi di lapangan mengenai bagaimana perburuan itu akan dilakukan.

Tahapan ketiga adalah mobilisasi dengan memaksa permintaan maaf, pendokumentasian dalam bentuk foto atau video. Keempat, tahap kriminalisasi atau upaya pemidanaan.

Your browser doesn’t support HTML5

Pemerintah Perlu Hentikan Persekusi yang Terus Meluas

Sementara itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta seluruh aparatnya agar tidak takut menindak pelaku persekusi. Polisi lanjut Tito harus menindak tegas para pelaku tersebut.

"Kapolres Jakarta Timur sudah saya perintahkan dan sudah dilakukan penangkapan satu orang dan saya suruh kembangkan, kemudian di yang lain-lain seperti Sumatera Barat juga saya perintahkan agar dilakukan proses hukum supaya tidak terulang lagi, tidak boleh main hakim sendiri," tegas Tito.

Selanjutnya, Tito menambahkan, "Kalau ada apa-apa silakan laporkan kepada kepolisian tapi tidak boleh lakukan upaya-upaya sendiri yang melakukan pelanggaran hukum. Saya perintahka seluruh jajaran kepolisian kalau ada lakukan upaya itu jangan takut, saya akan back up, tindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku," [fw/al]