Kementerian Komunikasi dan Informatika akan segera melakukan penyelidikan terhadap dua operator Indonesia, Indosat dan Telkomsel terkait kasus penyadapan yang diduga dilakukan intelijen Amerika dan Australia.
JAKARTA —
Dua operator telepon seluler Indonesia, Indosat dan Telkomsel, diduga terkait dugaan penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (National Security Agency–NSA) dan Direktorat Intelijen Australia (Australia Signals Directorate-ASD), seperti yang dibocorkan bekas kontraktor NSA Edward Snowden.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Gatot S.Dewa Broto, kepada VOA menjelaskan Kominfo masih tunggu laporan lengkap dari Kementrian Luar Negeri terkait kasus penyadapan ini, Rabu (19/2).
"Kominfo itu belum menerima materi sepenuhnya laporan tentang penyadapan dari Kemenlu. Selama ini, kami taunya dari media massa. Tapi ini tetap menjadi perhatian kami," kata Gatot S.Dewa Broto.
"Ini kan hampir mirip dengan kasus penyadapan (oleh) Australia beberapa bulan lalu. Nanti kalau sudah ada info lebih lanjut dan komprehensif dari kemenlu, tentunya kami akan ambil tindakan. Tentu kami akan minta klarifikasi dari dua operator terkait," lanjutnya.
Gatot menambahkan, jika memang terbukti ada keterlibatan dari dua operator itu dalam kasus penyadapan ini, maka pihak Kominfo tidak segan-segan memberikan sanksi tegas yang bisa berujung pada pencabutan izin operasi.
"Menyadap itu tidak sulit. Alatnya itu juga ada (ditengah masyarakat). Makanya kami sering melakukan razia atau sweeping. Ancaman hukuman antara 10 hingga 15 tahun penjara jika terbukti melakukan penyadapan. Kalo memang terbukti, ya kita juga akan cabut izin operasi dan usahanya operator itu," jelas Gatot S.Dewa Broto.
Sebelumnya Australia juga pernah terlibat isu penyadapan pada November 2013 silam. Penyadapan dari pihak intelijen Australia itu dilakukan melalui percakapan melalui telepon seluler mulai dari pejabat negara setingkat menteri hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara pada rentang tahun 2009. Pada masa itu Indonesia tengah melakukan Pemilihan Umum. Dari hasil penyelidikan Kominfo dan pihak terkait saat itu tidak ada keterlibatan perusahaan operator telekomunikasi Indonesia.
Harian The New York Times pada akhir pecan lalu menurunkan bocoran informasi dari mantan kontraktor NSA, Edward Joseph Snowden. Amerika Serikat dan Australia dilaporkan berbagi akses untuk perusahaan telekomunikasi Indonesia. National Security Agency (NSA) dikabarkan memberi akses untuk mengambil data dari Indosat. Sedangkan Australian Signals Directorate (ASD) memiliki 1,8 juta kode enkripsi dari Telkomsel.
Dalam kunjungannya ke Indonesia beberapa hari lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry membantah adanya dugaan penyadapan oleh Amerika Serikat terhadap pengguna operator telepon seluler di Indonesia.
"Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden Barrack Obama dalam pidatonya mengenai hal ini. Amerika Serikat tidak melakukan upaya intelejen kolektif yang diminta oleh perusahaan-perusahaan AS. Dan dengan reformasi ini dapat berdampak bahwa kami memiliki transparansi dan akuntabilitas yang melindungi hal-hal yang menajdi perhatian semua orang," kata Menlu AS John Kerry.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan kekecewaan Indonesia atas penyadapan kali kedua yang kembali diduga melibatkan Pemerintah Australia melalui Direktorat Intelijen Australia.
"Dengan pemerintah Australia, kita sampaikan bahwa tindakan seperti ini tidak sesuai dengan semangat kemitraan kedua negara. Australia harus segera mengambil keputusan, Indonesia dianggap sebagai sahabat atau sebagai musuh?," kata Menlu RI, Marty Natalegawa.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Gatot S.Dewa Broto, kepada VOA menjelaskan Kominfo masih tunggu laporan lengkap dari Kementrian Luar Negeri terkait kasus penyadapan ini, Rabu (19/2).
"Kominfo itu belum menerima materi sepenuhnya laporan tentang penyadapan dari Kemenlu. Selama ini, kami taunya dari media massa. Tapi ini tetap menjadi perhatian kami," kata Gatot S.Dewa Broto.
"Ini kan hampir mirip dengan kasus penyadapan (oleh) Australia beberapa bulan lalu. Nanti kalau sudah ada info lebih lanjut dan komprehensif dari kemenlu, tentunya kami akan ambil tindakan. Tentu kami akan minta klarifikasi dari dua operator terkait," lanjutnya.
Gatot menambahkan, jika memang terbukti ada keterlibatan dari dua operator itu dalam kasus penyadapan ini, maka pihak Kominfo tidak segan-segan memberikan sanksi tegas yang bisa berujung pada pencabutan izin operasi.
"Menyadap itu tidak sulit. Alatnya itu juga ada (ditengah masyarakat). Makanya kami sering melakukan razia atau sweeping. Ancaman hukuman antara 10 hingga 15 tahun penjara jika terbukti melakukan penyadapan. Kalo memang terbukti, ya kita juga akan cabut izin operasi dan usahanya operator itu," jelas Gatot S.Dewa Broto.
Harian The New York Times pada akhir pecan lalu menurunkan bocoran informasi dari mantan kontraktor NSA, Edward Joseph Snowden. Amerika Serikat dan Australia dilaporkan berbagi akses untuk perusahaan telekomunikasi Indonesia. National Security Agency (NSA) dikabarkan memberi akses untuk mengambil data dari Indosat. Sedangkan Australian Signals Directorate (ASD) memiliki 1,8 juta kode enkripsi dari Telkomsel.
Dalam kunjungannya ke Indonesia beberapa hari lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry membantah adanya dugaan penyadapan oleh Amerika Serikat terhadap pengguna operator telepon seluler di Indonesia.
"Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Presiden Barrack Obama dalam pidatonya mengenai hal ini. Amerika Serikat tidak melakukan upaya intelejen kolektif yang diminta oleh perusahaan-perusahaan AS. Dan dengan reformasi ini dapat berdampak bahwa kami memiliki transparansi dan akuntabilitas yang melindungi hal-hal yang menajdi perhatian semua orang," kata Menlu AS John Kerry.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan kekecewaan Indonesia atas penyadapan kali kedua yang kembali diduga melibatkan Pemerintah Australia melalui Direktorat Intelijen Australia.
"Dengan pemerintah Australia, kita sampaikan bahwa tindakan seperti ini tidak sesuai dengan semangat kemitraan kedua negara. Australia harus segera mengambil keputusan, Indonesia dianggap sebagai sahabat atau sebagai musuh?," kata Menlu RI, Marty Natalegawa.