Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan Indonesia sudah melewati masa terburuk dari pandemi Covid-19 dan sedang mengalami titik balik. Dengan akselerasi yang baik, pemerintah berharap kuartal keempat akan menjadi tahap pra-kondisi bagi 2021.
Yustinus mengklaim apa yang sudah dan sedang dikerjakan oleh pemerintah sudah berada di jalur yang benar untuk memulihkan perekonomian nasional di masa pandemi. Birokrasi juga bekerja efisien dan efektif. Ini dibuktikan dengan belanja pemerintah yang tumbuh 9,8 persen di kuartal ketiga 2020.
"Ini kali pertama pemerintah menjadi penyangga utama perekonomian ketika pasar betul-betul lumpuh dan warga masyarakat menghadapi tekanan luar biasa,” kata Yustinus, dalam diskusi daring bertajuk “Efek Resesi di Tengah Pandemi,” Sabtu (7/11).
Menurut Yustinus, alokasi stimulus untuk penanganan Covid-19 mencapai 4,2 persen dari PDB (produk domestik bruto).
Yustinus mengatakan pemerintah mengakui pandemi Covid-19 menyebabkan resesi ekonomi yang telah meningkatkan jumlah pengangguran dan orang miskin di Indonesia. Karena itu, pemerintah fokus pada tiga hal, yaitu kesehatan, perlindungan sosial, dan stimulus ekonomi fokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan informal.
Agar daya beli tidak turun lebih dalam, pemerintah menyalurkan bantuan sosial diklaim telah menjangkau 40 persen dari total penduduk Indonesia. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 230 triliun untuk penyaluran bantuan sosial pada 2020.
Tahun depan, kata Yustinus, pemerintah menganggarkan Rp 30 triliun untuk memperbaiki layanan digital memperluas cakupan dan infrastruktur.
Yustinus menambahkan pemerintah memperlebar defisit menjadi 6,3 persen lewat penambahan belanja negara untuk membantu rakyat yang sedang kesulitan akibat lesunya perekonomian. Menurutnya sangat wajar ketika ekonomi melambat, penerimaan dari pajak turun, sehingga pemerintah tidak punya pilihan selain mengandalkan utang untuk pembiayaan belanja negara.
Pemerintah bersyukur karena skema pembiayaan utang berbagi beban dengan Bank Indonesia. Yustinus mengatakan Bank Indonesia menjadi pihak yang akan membeli surat berharga negara yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai langkah terakhir dan menanggung beban bunga.
BACA JUGA: Meski Resesi, Pemerintah Optimistis Perekonomian Indonesia MembaikBank Indonesia telah berkomitmen pula membantu pemerintah pada 2021. Pemerintah berencana mengalokasikan sekitar Rp 372 triliun untuk pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19 dengan tetap dibantu oleh Bank Indonesia.
Seiring ekonomi mulai bergeliat, harapannya bantuan sosial akan secara bertahap dikurangi dan pemerintah akan fokus pada stimulus ekonomi. Pemerintah berharap lapangan kerja baru akan bertambah dan tidak terlalu bergantung pada pemerintah. Ekonomi juga diharapkan mulai tumbuh. Penerimaan pajak perlahan harus mulai pulih dan itu akan menjadi tiang penyangga pendapatan negara lagi.
Namun penjelasan Yustinus tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei yang dilakukan oleh Indonesia Political Opinion (IPO) pada 12-23 Oktober. Menurut Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah, kesimpulannya kepuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah sangat rendah.
Terkait kondisi ekonomi, lanjut Dedi, hanya empat persen responden yang menyatakan sangat puas dengan kinerja pemerintah di bidang ekonomi, 39 persen puas, 51 persen menyatakan buruk, dan lima persen menyatakan sangat buruk.
Tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden hanya 49 persen.
Persepsi buruk masyarakat atas kinerja pemerintah ini karena faktanya di lapangan harga bahan-bahan pokok mahal, mencari pekerjaan sulit, atau banyak pekerja diberhentikan. Selain itu, kegiatan berdagang atau jual-beli juga tak mudah.
"Karena faktanya, terutama masyarakat di tingkatan bawah, tidak ada optimisme terkait dengan konsumsi itu. Karena faktanya mereka beranggapan bahwa jual beli, transaksi, dan segala macamnya sangat rendah. Termasuk juga di kalangan menengah," ujar Dedi.
Penilaian-penilaian tersebut terkait data-data empirik, di antaranya tingginya harga bahan-bahan pokok di masyarakat, yaitu 58 persen mempengaruhi persepsi mereka terhadap kondisi ekonomi. Kemudian sulitnya pekerjaan.
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, menjelaskan UMKM termasuk sektor yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Namun menurutnya, ICT (information, communication, and technology) bisa memberi jalan keluar bagi UMKM untuk bangkit.
UMKM adalah penopang utama perekonomian Indonesia untuk keluar dari resesi.
Fithra menyebutkan ketika perekonomian tumbuh negatif dalam dua kuartal berturut, ICT adalah satu dari tiga sektor yang tumbuh pesat. Pada kuartal ketiga, ICT mencetak pertumbuhan 10 persen, dibandingkan tiga persen pada kuartal pertama dan kedua.
Meski mengaku belum punya data secara keseluruhan, Fithra mengatakan, ICT bisa menjadi poin utama (focal point) untuk membantu UMKM untuk bangkit.
"Ada beberapa pelaku UMKM yang masuk ke platform digital, mereka mengalami kenaikan transaksi hingga ratusan persen. itu yang seharusnya bisa dipadukan di masa pandemi seperti ini," ujar Fitra.
Fithra menambahkan masih ada optimisme perekonomian akan kembali tumbuh positif, meski tahun ini Indonesia memasuki resesi, seperti prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) dan lembaga pemeringkat, Fitch Ratings.
IMF memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 6 persen pada 2021, dari proyeksi pertumbuhan minus 1,5 persen tahun ini. Fitch bahkan memprediksi lebih tinggi, yakni 6,6 persen.
Prediksi dari kedua lembaga dunia itu lebih optimistis dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dari pemerintahm yang berkisar 4,5-5 persen. [fw/ft]