Jerit pilu YY yang semula lenyap ditelan rimbun kebun karet di Rejang Lebong dan keberingasan 14 pemuda yang memperkosanya beramai-ramai dan kemudian membunuhnya, akhirnya bergema juga di dunia.
Tak hanya di Jakarta, Yogyakarta dan kota-kota lain di Indonesia, berita tentang kebiadaban pemerkosaan dan pembunuhan siswi SMP di Padang Ulak Tanding, kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu itu akhirnya menjadi berita utama media-media di Australia, India, Inggris, Amerika hingga Kanada.
Selain menyorot tentang kasus itu dan proses hukum yang sedang berlangsung, media-media internasional juga menyorot tuntutan utama yang digaungkan para aktivis perempuan di Indonesia saat ini, yaitu pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual dan jaminan negara untuk melindungi perempuan dan anak perempuan dari tindak kejahatan serupa di kemudian hari.
Ini tampak dalam demonstrasi di depan Istana Negara Jakarta dan juga di perempatan Tugu, Yogyakarta Rabu sore (4/5). Selain membawa poster dan menyalakan lilin tanda duka, para aktivis juga membunyikan kentongan sebagai simbol darurat kekekerasan seksual.
Warga yang tidak bisa datang langsung ke lokasi demonstrasi diminta membunyikan klakson.
Meningkatnya "Gang Rape"
Sejak 2013, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) sudah mengingatkan tentang meningkatnya pemerkosaan yang dilakukan secara beramai-ramai atau ‘’gang rape’’, baik di transportasi publik maupun tempat-tempat lain.
Kasus pemerkosaan kolektif terhadap YY merepresentasikan isu besar tentang kekerasan seksual yang masih terus menghantui semua pihak, khususnya perempuan dan anak perempuan, karena berpotensi menjadi korban.
Sayangnya, sebagaimana pernyataan Komnas Perempuan hari Selasa (3/5), negara masih belum menunjukkan sense of urgency bahwa isu kekerasan seksual ini sudah berada dalam kondisi darurat. Padahal negara adalah pihak yang bisa melakukan perubahan paling cepat secara sistematis.
Komnas Perempuan secara terstruktur menyampaikan usul perubahan sistemik tersebut, yaitu pertama, dengan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Hal ini penting karena UU ini tidak saja mengatur aturan hukum yang lebih signifikan bagi pelaku, tetapi sekaligus memberi keadilan, termasuk rehabilitasi, bagi korban.
Kedua, Kementerian Pendidikan Nasional diminta segera mengevaluasi dan mereformasi kurikulum dan sistem pendidikan yang lebih memperkuat kesadaran dan kesiagaan untuk mencegah tindak kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan.
Ketiga, Kepolisian dan Kejaksaan Agung seharusnya mengkoordinasikan jenjang sistem hukum hingga ke daerah dan lintas sektor, sehingga bisa lebih memusatkan perhatian pada kekerasan seksual yang dialami korban karena jenis kejahatan ini tidak saja menghancurkan korban dan keluarga, tetapi juga pelaku.
Presiden Sampaikan Sikap Lewat Twitter
Presiden Joko Widodo di luar kebiasaan menyampaikan sikapnya lewat Twitter.
"Kita semua berduka atas kepergian YY yang tragis. Tangkap dan hukum pelaku seberat-beratnya. Perempuan dan anak-anak harus dilindungi dari kekerasan," tulis Presiden.
Hal senada disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan lewat tulisan panjang di akun Facebooknya. Luhut bahkan membandingkan YY dengan cucu perempuannya yang juga seusia YY.
"Saya adalah juga seorang kakek yang memiliki cucu perempuan seusianya, sehingga saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau kejadian serupa menimpa keluarga saya," tulis Luhut.
Ia juga menyitir maraknya pornografi yang kini bisa diakses dengan mudah lewat DVD bajakan dan telepn genggam, tanpa bisa diawasi orang tua. Juga faktor kemiskinan yang membuat orangtua harus bekerja selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, di ladang dan anak tumbuh sendirian. Di bagian akhir Luhut menyatakan ikut mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Kampanye melalui sosial media memang masih terus bergaung. Semoga saja tak surut sebelum upaya mencari keadilan bagi YY usai dan mekanisme mencegah munculnya korban baru berhasil diterapkan. [em/al]