Pemimpin Catalan Klaim Hak untuk Merdeka pasca Referendum

Presiden Catalan Carles Puigdemont (tengah berkacamata) berbicara kepada media di Sant Julia de Ramis, dekat Girona, Spanyol Minggu (1/10).

Pemimpin Catalan Carles Puigdemont mengatakan wilayah itu telah memperoleh hak untuk menuntut kemerdekaan setelah referendum pada hari Minggu (1/10).

Pemerintah Spanyol telah melarang pemungutan suara yang dinyatakan tidak konstitusional itu dan mengirim polisi serta pasukan anti huru- hara untuk menghentikan pemungutan suara itu. Bentrokan antara polisi dan para pemilih membuat ratusan orang cedera.

Pemerintah Spanyol telah mengerahkan ribuan polisi untuk menghentikan para pemilih di wilayah Catalonia, Spanyol utara, memberikan suara mereka. Tapi pemilih datang dalam jumlah besar, dan di beberapa tempat bentrok dengan polisi.

Setelah terjadi kekerasan sepanjang hari, presiden wilayah tersebut mengumumkan Catalonia telah memperoleh hak untuk menjadi negara merdeka.

"Oleh karena itu dalam beberapa hari mendatang, pemerintah saya akan mengirim hasil pemungutan suara hari ini kepada parlemen Catalan, lembaga kedaulatan rakyat yang sah, supaya bisa bertindak sesuai dengan hukum referendum," ujar Puigdemont.

Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy menuduh pemerintah separatis di Catalonia memperolok-olok demokrasi, dan mengatakan, tidak ada referendum pada hari Minggu itu.

"Kami telah memenuhi kewajiban kami, kami telah bertindak sejak awal sesuai hukum dan hanya di bidang hukum. Telah terbukti bahwa negara demokratis kami memiliki sumber daya untuk mempertahankan diri dari serangan serius yang diusahakan dengan referendum ilegal ini," tegas Rajoy.

Para pemimpin politik wilayah itu menyalahkan pemerintah Rajoy atas terjadinya kekerasan tersebut dan mengatakan mereka akan meminta Uni Eropa untuk mencela tindakan Spanyol tersebut.

Catalonia, wilayah terkaya Spanyol, telah kehilangan sebagian otonomi tahun 2010. Golongan separatis memenangkan pemilihan Catalonia lima tahun kemudian, dan mulai mengusahakan pemungutan suara atau referendum untuk kemerdekaan. Konstitusi Spanyol menyatakan bahwa negara Spanyol tidak dapat dipecah-pecah.

Ratusan orang Spanyol berkumpul di ibukota Madrid hari Minggu memprotes referendum tersebut.

Namun, warga Catalan juga memiliki pendukung di seluruh dunia. Beberapa dari mereka bergabung dalam demonstrasi di Ibukota Skotlandia, Edinburgh, hari Minggu.

"Saya pikir semua negara di dunia, apakah itu kawasan Basque, Catalonia, Scotlandia, dan tempat lain, seperti Palestina, dan Kurdistan, mereka semua mempunyai hak untuk berdiri sebagai negara, dan saya mendukung semua gerakan ini," kata Sonja Coquelin.

Kebrutalan polisi pada hari Minggu juga telah dikecam oleh sebagian politisi Eropa. Referendum tersebut telah memicu terjadinya krisis politik terbesar dalam peemrintah di Spanyol yang berusia 42 tahun itu. [sp/ii]