Pemimpin Politik Kenya Bicara Persatuan, Akhiri Perpecahan

Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta (kiri), berjabat tangan dengan pemimpin oposisi Raila Odinga dari koalisi National Super Alliance (NASA) setelah melaksanakan konferensi pers bersama di gedung Harambee di Nairobi, Kenya, 9 Maret 2018 (foto: REUTERS/Thomas Mukoya)

Dalam pertemuan kejutan hari Jumat, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dan pemimpin oposisi Raila Odinga sepakat untuk berusaha menyatukan negara tersebut setelah pemilu presiden yang menimbulkan perpecahan tahun lalu.

Kedua pemimpin Kenya, yang berbicara secara terpisah setelah pertemuan itu dan tidak memberi kesempatan tanya jawab, mengakui bahwa negara itu menuju ke arah yang salah.

Odinga, yang menolak mengakui Kenyatta sebagai presiden, mengutip Presiden A.S. Abraham Lincoln. Ia mengatakan rakyat Kenya perlu tahu di mana mereka berada dan arah yang ingin dituju sebelum bisa menilai lebih baik apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.

"Lima puluh empat tahun sejak merdeka, kita ditantang untuk menilai kemajuan kita menuju cita-cita yang diperjuangkan para pendiri negara, yaitu negara yang bebas dan merdeka. Sudah banyak pejuang kita gugur dalam upaya meraih cita-cita itu," kata Odinga.

Sebagai pemimpin, kata Odinga, ia dan Kenyatta berkewajiban untuk merenungkan kinerja mereka dalam mencapai tujuan Kenya, yang didefinisikannya sebagai keadilan, persatuan, perdamaian, kebebasan dan kemakmuran bagi semua orang.

"Selama kita terpecah, bentrok, egois dan korup, tidak ada reformasi kelembagaan yang akan memperbaiki kehidupan kita," tambahnya. [my/ds]