Pemimpin Uni Eropa Akui Beberapa Kesalahan dalam Peluncuran Vaksin 

Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen berpidato di hadapan anggota parlemen Eropa di Brussels, 10 Februari 2021. (AP Photo/Francisco Seco)

Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen, Rabu (10/2) mengakui Eropa terlambat menyetujui dan meluncurkan vaksin COVID-19. Ia menyatakan mereka terlalu percaya diri bahwa vaksin dapat dikirim tepat waktu.

Berbicara kepada Parlemen Eropa, Von der Leyen tetap membela keputusan pembentukan komisi, cabang eksekutif Uni Eropa, yang mengawasi pemesanan vaksin dan memastikan keseluruhan 27 negara anggota Uni Eropa meluncurkan vaksin pada saat yang bersamaan dengan menyampaikan. Ia beralasan, jika negara-negara terbesar anggota blok itu bertindak secara sepihak, maka "itu akan menjadi akhir dari komunitas kita."

BACA JUGA: Regulator Obat Uni Eropa Setujui Vaksin AstraZeneca untuk Penggunaan Darurat

Ia juga bertahan untuk tidak mengambil jalan pintas terkait keamanan dalam hal persetujuan vaksin dan menunggu tiga atau empat minggu lagi untuk mendapatkan persetujuan dari European Medicines Agency, Badan Pengawas Obat Eropa. Namun Von der Leyen juga menjelaskan ada pelajaran yang bisa dipetik dari proses tersebut.

Von der Leyen menyatakan sementara berfokus terutama pada pengembangan vaksin dengan segera, Uni Eropa meremehkan kesulitan produksi vaksin dalam jumlah besar secara cepat. "Dalam beberapa hal, sains mengalahkan industri," kata Von der Leyen.

BACA JUGA: Cegah Penularan Varian Baru Corona, Uni Eropa Usul Perluasan Restriksi Perjalanan

Ia mengemukakan bahwa mereka sekarang memahami sepenuhnya kesulitan produksi massal dan telah menginvestasikan miliaran euro untuk memperbaiki kapasitas. Ia juga mendesak negara-negara anggota untuk merencanakan peluncuran vaksin dengan tepat.

Pimpinan Komisi Eropa itu juga menyampaikan penyesalan atas rencana awal pembatasan ekspor ke Irlandia Utara yang dikuasai Inggris. Pembatasan itu akan berdampak pada pengaturan perbatasan yang keras antara Inggris dan anggota Uni Eropa, Republik Irlandia, dan menghidupkan kembali ketegangan di wilayah tersebut. [mg/ka]