Penasihat Keamanan: AS Tidak Mungkin Intervensi Venezuela

Penasihat Keamanan Nasional H.R. McMaster sedang menyimak dalam keterangan pers harian di Gedung Putih. McMaster mengatakan AS tidak mungkin melakukan intervensi terhadap Venezuela, 5 Agustus 2017. (Foto:dok)

Penasihat Keamanan Nasional HR. McMaster mengatakan Amerika tidak mungkin melakukan intervensi terhadap Venezuela, negara sosialis yang kondisinya sedang memburuk.

McMaster dalam wawancara yang disiarkan stasiun televisi MSNBC hari Sabtu (5/8) mengatakan ia tidak ingin memberi Presiden Venezuela Nicolas Maduro kesempatan untuk menyalahkan "Yankees" dari Amerika terhadap kegagalan ekonomi negara yang pernah memiliki sumber daya ekonomi yang luar biasa itu.

"Penting bagi kami untuk menempatkan tanggungjawab atas bencana ini pada pundak Maduro. Ia yang menyebabkan hal ini dan ia yang ingin agar hal ini terus terjadi," ujar jendral tiga bintang itu.

Pemerintah Trump sudah memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Venezuela pasca pemilu baru-baru ini untuk membentuk semacam majelis konstitusional yang memiliki kekuasaan terhadap seluruh pemerintahan.

McMaster sebelumnya menyerukan pada negara-negara lain untuk “menyelamatkan” Venezuela dari “kediktatoran otoriter” Maduro.

Pernyataan itu disampaikan ketika Majelis Konstitusi yang baru terbentuk memutuskan untuk memecat Jaksa Agung Luisa Ortega Diaz yang selama ini mengkritisi Maduro.

Jaksa Agung Venezuela Luisa Ortega Diaz di depan kantor jaksa di Caracas, Venezuela, 5 Agustus 2017.

Puluhan anggota Garda Nasional Venezuela mengelilingi kantor Diaz hari Sabtu (5/8) dan tidak mengijinkannya memasuki kantor itu. Diaz mengatakan personil pasukan itu “menyerangnya” dengan perisai anti-huru-hara agar ia tidak bisa memasuki kantornya. "Ini kediktatoran," ujar Diaz pada wartawan.

Majelis Konstitusi yang beranggotakan lebih dari 530 orang, sebagian besar adalah pendukung Maduro, diperkirakan akan mengubah konstitusi negara itu guna memperluas kekuasaan Maduro.

Majelis yang terpilih akhir pekan lalu dalam pemilu nasional itu diboikot oleh para pendukung kelompok oposisi. Duta Besar Amerika Untuk PBB Nikki Haley menyebut hal itu suatu yang “memalukan”.

Amerika, Uni Eropa dan beberapa negara Amerika Latin mengatakan mereka tidak akan mengakui majelis itu. (em)