Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengatakan 57 juta anak di seluruh dunia tidak bersekolah. Mereka umumnya tinggal di zona konflik dan sebagian besar adalah perempuan.
NEW YORK —
Hari Selasa, 10 Desember, adalah Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Tahun ini PBB memperingati “Hari HAM” ke-20 sejak penandatanganan Deklarasi Wina, di mana negara-negara bertekad mendorong dan mendukung HAM bagi semua, serta membentuk Komisi Tinggi PBB Urusan HAM.
Tampaknya sederhana – anak-anak pergi bersekolah. Tetapi serangan Taliban terhadap aktivis remaja Malala Yousafzai tahun lalu menunjukkan pada dunia, pendidikan adalah hak yang tidak bisa dianggap sepele.
Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengatakan 57 juta anak di seluruh dunia tidak bersekolah. Mereka umumnya tinggal di zona konflik dan sebagian besar adalah perempuan.
“Tidak seorang anak pun seharusnya mati karena ingin bersekolah. Dan seharusnya tidak ada tempat di mana guru takut untuk mengajar dan anak-anak takut bersekolah,” kata Ban.
Dalam Deklarasi Wina, hak untuk memperoleh pendidikan, hak asasi anak-anak, penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemberantasan kemiskinan adalah harus berlaku bagi semua orang.
Asisten Sekjen PBB Untuk Urusan HAM Ivan Simonovic mengatakan deklarasi tahun 1993 itu telah mengubah situasi. “Deklarasi Wina adalah peristiwa yang benar-benar menjadikan HAM sebagai agenda utama dunia,” paparnya.
Meski ada kemajuan, Direktur organisasi HAM 'Human Rights Watch,' Philippe Bolopion mengatakan perjuangan masih terus berlanjut.
“Di hari seperti hari ini, sulit untuk tidak memikirkan tentang warga sipil yang terjebak di Suriah atau di Republik Afrika Tengah, yang barangkali merasa masyarakat internasional telah melupakan mereka. Dan mereka benar. Meski ada kemajuan yang kita capai di PBB – dalam arti mendorong HAM sebagai isu utama – masih ada kegagalan dan seringkali yang menanggungnya adalah warga sipil,” ujar Bolopion.
Simonovic mengatakan pelanggaran-pelanggaran HAM sering menjadi tanda-tanda awal terjadinya konflik.
“Jika kita bertindak cepat, kita mungkin bisa mencegahnya. Sekjen PBB Ban Ki-Moon saat ini sudah menggulirkan rencana aksi baru yang disebut “Rights Up Front”. Rencana itu menetapkan HAM sebagai langkah utama mencegah berkembangnya konflik,” tambah Simonovic.
Negara berkewajiban melindungi HAM. Tetapi di Suriah dan Republik Afrika Tengah, pemerintah justru dituduh melakukan kekerasan.
Tampaknya sederhana – anak-anak pergi bersekolah. Tetapi serangan Taliban terhadap aktivis remaja Malala Yousafzai tahun lalu menunjukkan pada dunia, pendidikan adalah hak yang tidak bisa dianggap sepele.
Sekjen PBB Ban Ki-Moon mengatakan 57 juta anak di seluruh dunia tidak bersekolah. Mereka umumnya tinggal di zona konflik dan sebagian besar adalah perempuan.
“Tidak seorang anak pun seharusnya mati karena ingin bersekolah. Dan seharusnya tidak ada tempat di mana guru takut untuk mengajar dan anak-anak takut bersekolah,” kata Ban.
Dalam Deklarasi Wina, hak untuk memperoleh pendidikan, hak asasi anak-anak, penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan pemberantasan kemiskinan adalah harus berlaku bagi semua orang.
Asisten Sekjen PBB Untuk Urusan HAM Ivan Simonovic mengatakan deklarasi tahun 1993 itu telah mengubah situasi. “Deklarasi Wina adalah peristiwa yang benar-benar menjadikan HAM sebagai agenda utama dunia,” paparnya.
Meski ada kemajuan, Direktur organisasi HAM 'Human Rights Watch,' Philippe Bolopion mengatakan perjuangan masih terus berlanjut.
“Di hari seperti hari ini, sulit untuk tidak memikirkan tentang warga sipil yang terjebak di Suriah atau di Republik Afrika Tengah, yang barangkali merasa masyarakat internasional telah melupakan mereka. Dan mereka benar. Meski ada kemajuan yang kita capai di PBB – dalam arti mendorong HAM sebagai isu utama – masih ada kegagalan dan seringkali yang menanggungnya adalah warga sipil,” ujar Bolopion.
Simonovic mengatakan pelanggaran-pelanggaran HAM sering menjadi tanda-tanda awal terjadinya konflik.
“Jika kita bertindak cepat, kita mungkin bisa mencegahnya. Sekjen PBB Ban Ki-Moon saat ini sudah menggulirkan rencana aksi baru yang disebut “Rights Up Front”. Rencana itu menetapkan HAM sebagai langkah utama mencegah berkembangnya konflik,” tambah Simonovic.
Negara berkewajiban melindungi HAM. Tetapi di Suriah dan Republik Afrika Tengah, pemerintah justru dituduh melakukan kekerasan.