Peneliti Amerika: Seperlima Kasus Dengeu Disebabkan Perubahan Iklim

Seekor nyamuk Aedes albopictus sedang mengigit seorang manusia untuk meminum darah, 2003. (Foto: James Gathany/Centers for Disease Control and Prevention via AP, arsip)

Menghubungkan bagaimana pemanasan global mempengaruhi kesehatan – seperti memicu wabah atau menyebarkan penyakit – masih merupakan bidang baru.

Para peneliti Amerika mengatakan, Sabtu (16/11), bahwa perubahan iklim bertanggung jawab atas hampir seperlima dari rekor jumlah kasus demam berdarah atau dengue di seluruh dunia pada tahun ini. Mereka berupaya menjelaskan bagaimana kenaikan suhu membantu menyebarkan penyakit.

Para peneliti telah berupaya untuk menunjukkan bagaimana perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia berkontribusi langsung terhadap peristiwa cuaca ekstrem seperti angin topan, kebakaran, kekeringan, dan banjir yang melanda dunia pada tahun ini.

Namun menghubungkan bagaimana pemanasan global mempengaruhi kesehatan – seperti memicu wabah atau menyebarkan penyakit – masih merupakan bidang baru.

“Demam berdarah adalah penyakit pertama yang baik untuk dijadikan fokus karena sangat sensitif terhadap iklim,” kata Erin Mordecai, ahli ekologi penyakit menular di Universitas Stanford, kepada AFP.

BACA JUGA: Gelombang Panas Terjang Asia: Sekolah Diliburkan, Kasus DBD di Indonesia Melonjak

Penyakit virus itu, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, menyebabkan demam dan nyeri tubuh serta, dalam beberapa kasus, dapat mematikan.

Demam dengue biasanya hanya terjadi di daerah tropis dan subtropis, tetapi peningkatan suhu telah menyebabkan nyamuk merambah daerah baru dan membawa serta demam dengue.

Untuk studi baru itu, yang belum ditelaah oleh rekan sejawat, tim peneliti Amerika mengamati bagaimana suhu yang lebih panas dikaitkan dengan infeksi demam berdarah di 21 negara di Asia dan Amerika.

Seorang pasien demam berdarah sedang menerima perawatan di sebuah rumah sakit di Dhaka, 28 September 2024. (Foto: Munir Uz Zaman/AFP)

Rata-rata, sekitar 19 persen kasus demam berdarah saat ini di seluruh dunia “disebabkan oleh pemanasan iklim yang telah terjadi,” kata Mordecai, penulis senior untuk studi pra-cetak tersebut.

Mordecai mengatakan suhu antara 20-29 derajat Celcius (68-84 derajat Fahrenheit) ideal untuk penyebaran demam berdarah.

Para peneliti menemukan bahwa daerah dataran tinggi di Peru, Meksiko, Bolivia, dan Brazil yang akan menghangat hingga kisaran suhu ini dapat mengalami peningkatan kasus demam dengue sebanyak 200 persen dalam 25 tahun ke depan.

BACA JUGA: Wolbachia dan Kesalahpahaman yang Terus Berulang

Analisis tersebut memperkirakan setidaknya 257 juta orang saat ini tinggal di wilayah di mana pemanasan global dapat melipatgandakan angka demam dengue selama periode tersebut.

Bahaya ini hanyalah “alasan lain mengapa Anda harus peduli terhadap perubahan iklim,” kata Mordecai.

Menurut angka Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lebih dari 12,7 juta kasus demam dengue tercatat di seluruh dunia pada tahun ini pada September, hampir dua kali lipat rekor total pada 2023.

Namun Mordecai mengatakan, banyaknya laporan yang tidak dilaporkan berarti jumlah sebenarnya kemungkinan mendekati 100 juta.

Penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahunan American Society of Tropical Medicine and Hygiene di Kota New Orleans, negara bagian Louisiana, Amerika Serikat. [ft/ah]