Peneliti isu Keamanan Demokratis Hizkia Yosie Polimpung mengatakan perlu ada bisnis model baru untuk mempekerjakan warga yang diminta pemerintah untuk bekerja di rumah selama pandemi COVID-19.
Menurutnya, program padat karya tidak harus berbentuk dalam pembangunan-pembangunan infrastruktur seperti sekarang. Namun bisa juga dalam bentuk pekerjaan yang banyak muncul pada era digital atau revolusi industri 4.0.
Pemerintah, imbuh Hizkia Yosie, bisa menjajaki dengan membuat Badan Usaha Milik Rakyat yang berbasis koperasi yang bergerak di bidang data dalam jumlah besar atau big data seperti yang dilakukan raksasa digital.
"Ini yang seharusnya menjadi, mungkin hackathons entrepreneur yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencari start up-start up founder yang punya pemikiran yang mempekerjakan orang dari rumah. Tidak ada inisiatif seperti itu dan itu bisa dilakukan," jelas Hizkia Yosie, Kamis (9/4).
Yosie menambahkan pemerintah juga dapat memberdayakan masyarakat dalam mengumpulkan data melalui warga dengan imbalan gaji untuk bertahan di tengah wabah corona. Pemerintah juga dapat memasang jaringan internet dan mengajari warganya untuk memaksimalkan program ini di wilayah yang belum terjangkau internet.
BACA JUGA: Menkeu: Dampak Covid-19, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 bisa Minus 0,4 persenDengan cara seperti ini, ia meyakini kebijakan bekerja dari rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19 dapat dijalankan masyarakat tanpa khawatir tidak mendapatkan penghasilan.
"Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan input data. Itu masyarakat dikasih misalkan sebulan Rp5 juta, tapi harus kerja dalams ehari misalkan 4 jam untuk mengisi kuesioner atau training data," tambahnya.
Sementara peneliti dari Pusat Studi Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Indah Pangestu Amaritasari mengkritisi kurangnya persiapan pemerintah dalam mengantisipasi risiko dari COVID-19. Padahal, pemerintah memiliki waktu yang panjang sekitar 2,5 bulan sejak virus corona muncul di Wuhan, China.
Di samping itu, kebijakan keamanan pemerintah juga berpotensi kepada penyalahgunaan kewenangan. Contohnya aturan tentang pemidanaan bagi warga yang menghina presiden dan pejabat negara. Menurutnya, ketiadaan perencanaan yang matang dan kebijakan keamanan yang tidak tepat dapat berpotensi pada peningkatan kejahatan di masyarakat.
"Kemudian di personal, kita bayangkan mereka yang ada di gang itu kan sempit sekali. Pernah tidak terpikirkan bagaimana melakukan social distancing. Itu tidak mungkin," tutur Indah.
Indah menambahkan pemerintah juga perlu memastikan bantuan bagi semua warga terdampak, terutama bagi pekerja informal, termasuk yang tidak memiliki KTP dan kartu keluarga. Ia menambahkan pemerintah dapat mengurangi pemborosan anggaran untuk memaksimalkan bantuan dan membuat gerakan ekonomi kreatif di tengah wabah.
Sebelumnya, Kemendes PDT menerapkan skema Padat Karya Tunai Desa (PKTD) untuk menghidupkan perekonomian di pedesaan di tengah wabah COVID-19. Caranya yaitu dengan mempekerjakan anggota keluarga miskin dan marjinal dengan sistem upah harian dalam PKTD tersebut. Namun, pemerintah desa harus mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terlebih dahulu untuk memberlakukan skema ini.
Your browser doesn’t support HTML5
"Padat karya ini akan memberikan kontribusi yang besar. Jadi intinya padat karya ini kegiatan yang diperkirakan 50 persen dari kegiatan itu untuk upah. Jadi melibatkan banyak orang sehingga ekonomi tetap terjaga," tutur Eko Sri Haryanto saat menggelar konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (31/3). [sm/em]