Meningkatnya ketegangan di kawasan perbatasan antara Israel dan Lebanon membuat sejumlah maskapi penerbangan, khususnya dari Eropa, membatalkan aktivitas penerbangan di wilayah tersebut.
Grup maskapai penerbangan asal Jerman, Luthfansa Group, pada hari Senin (29/7) mengatakan bahwa tiga maskapai mereka – Lufthansa, Swiss, dan Eurowings – memutuskan untuk menghentikan sementara penerbangan dari dan ke Beirut hingga setidaknya 5 Agustus mendatang. Air France juga melakukan hal serupa untuk sejumlah penerbangannya.
Meski begitu, bagi Hadi Sharqawi, seorang mahasiswa asal Lebanon yang sedang menempuh studi di Italia mengatakan bahwa pembatalan penerbangan tersebut tidak menghentikannya untuk menemui keluarganya di Lebanon.
“Berbagai ancaman itu tidak mempengaruhi keputusan saya sama sekali untuk datang ke Lebanon. Bahkan jika ancaman itu nyata, kami akan tetap datang ke Lebanon, terutama ke wilayah selatan,” ujar Sharqawi kepada kantor berita Associated Press.
BACA JUGA: Lufthansa, Air France Tangguhkan Penerbangan ke Beirut Akibat Ketegangan di IsraelHal senada juga disampaikan Mohammad Mokhalid (71) yang berasal dari desa Jarjoug di Lebanon selatan dan sedang dalam perjalanan menuju bandara Rafic Hariri di Beirut untuk menjemput anak perempuan dan cucunya. Menurut Mokhalid, sebagian besar warga Lebanon sudah terbiasa dengan ancaman perang.
“Kami sering mendengar adanya serangan udara. Pekikan suara jet Israel tidak mempengaruhi kami karena warga Lebanon selatan sudah terbiasa dengan hal-hal ini. Kami tidak takut apa pun,” kata Mokhalid.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin (27/9) bertekad untuk melakukan pembalasan yang keras terhadap Hizbullah setelah serangan roket pada akhir pekan lalu yang menewaskan 12 anak-anak di Golan Heights yang dikuasai Israel.
Israel menuding Hizbullah melancarkan roket tersebut dari Lebanon dan menghantam lapangan sepak bola di kota Druze, Majdal Shams, tempat anak-anak itu bermain. Namun, dalam langkah yang tidak biasa, Hizbullah membantah keterlibatan apapun dalam serangan itu.
Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni menyampaikan keresahannya atas meningkatnya ketegangan tersebut dan meminta Israel untuk tidak “jatuh ke dalam jebakan” dengan bereaksi terhadap serangan dari Lebanon.
“Setiap kali kita merasa lebih dekat dengan hipotesis gencatan senjata, ada saja yang terjadi. Artinya ada sejumlah, katakanlah, pemain regional yang ingin eskalasi dan, menurut kami, ingin memaksa Israel untuk bereaksi. Saya katakan hal ini sekaligus mengajak Israel untuk tidak jatuh ke dalam jebakan ini,” terang Meloni di tengah lawatannya ke China, Selasa (30/7).
Your browser doesn’t support HTML5
Sementara Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan bahwa Inggris turut mengutuk serangan yang terjadi di Golan Heights, tetapi meminta semua pihak untuk menahan diri.
“Situasi perbatasan de facto antara Lebanon dan Israel sangat memprihatinkan. Kami mendesak semua pihak untuk bertindak dengan hati-hati. Inggris mengutuk serangan di Golan Heights yang secara tragis telah merenggut nyawa 12 orang. Hizbullah harus menghentikan serangan dan aktivitas mereka yang mengganggu stabilitas,” jelasnya di hadapan parlemen Inggris, Selasa (30/7).
Kekhawatiran akan semakin berkembangnya kekerasan antara Israel dan Hizbullah meningkat selama akhir pekan lalu. Namun, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin meyakini bahwa persoalan ini bisa diselesaikan secara diplomatis. [th/lt]