Penerima vaksin Janssen, atau lebih dikenal dengan Johnson& Johnson, dilaporkan mengalami kesulitan mengakses vaksin penguat atau booster. Sebabnya, vaksin tersebut diberikan dalam dosis tunggal atau satu kali suntik. Padahal, saat mereka meminta vaksin dosis ketiga alias booster, petugas vaksin di lapangan meminta bukti vaksin dosis 2. Di aplikasi Peduli Lindungi pun, merek hanya dicatat menerima satu dosis saja.
Ketiadaan informasi tentang vaksin dosis 2 ini juga menyulitkan penerima vaksin Janssen saat akan mengakses transportasi publik yang mensyaratkan adanya sertifikat vaksin dosis 1 dan 2. Akibatnya, saat hendak pergi ke luar kota dengan pesawat, kereta api, atau kapal laut, mereka diwajibkan untuk tes antigen karena dianggap belum mendapat vaksin dosis 2.
Koordinator Koalisi Akses Vaksin untuk Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, Hamid Abidin mengatakan kasus-kasus semacam itu terjadi karena kurangnya sosialisasi mengenai vaksin Janssen yang berbeda dari vaksin-vaksin lainnya. Pemerintah, katanya, perlu memberikan pemahaman kepada pihak- pihak yang terlibat dalam vaksinasi bahwa penerima vaksin Janssen berhak menerima booster.
“Apalagi vaksin booster saat ini menjadi persyaratan untuk mudik. Jangan sampai mereka gagal mudik karena ditolak saat akan melakukan vaksin booster,” jelas Hamid Abidin dalam siaran Pers yang diterima VOA, Jumat (8/4).
Hamid yang juga Sekretaris Badan Pengurus Filantropi Indonesia menyatakan pihaknya menerima informasi tentang kendala penerima vaksin Janssen ini dari beberapa komunitas di daerah yang menjadi penerima Vaksin Janssen, seperti di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat.
“Kementerian Kesehatan juga perlu menyosialisasikan kekhasan vaksin Janssens dibanding vaksin-vaksin lain pada Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan di daerah, dan para pengelola transportasi pesawat, kereta, dan kapal laut yang mensyaratkan vaksinasi,” kata Hamid Abidin.
Banyak Diberikan Kepada Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan
Koordinator tim vaksinasi disabilitas Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), Nuning Suryantiningsih, mengatakan warga penerima vaksin Janssen di Waingapu, Sumba, Nusa Tenggara Timur, kesulitan bepergian karena hanya menerima satu dosis vaksin. mereka selalu ditanya tentang dosis 2 dan booster saat harus ke luar kota.
“Masalahnya, mereka akan diminta menunjukkan bukti telah mendapat vaksin ke-2 ketika mengajukan booster,” kata Nuning.
Indonesia memanfaatkan beberapa vaksin COVID-19 sekali suntik. Dua di antaranya adalah vaksin Janssen dan vaksin Convidecia. Vaksin Janssen banyak diberikan kepada masyarakat adat dan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas dan warga di wilayah terpencil. Pertimbangannya, vaksin ini efisien karena hanya perlu satu dosis sehingga mempermudah akses tanpa perlu bolak-balik ke lokasi penyuntikan.
BACA JUGA: Pemerintah Klaim Kondisi Pandemi COVID-19 di Tanah Air Terkendali“Vaksin sekali suntik menjadi tumpuan penyandang viabilitas karena mereka juga tidak perlu dua kali ikut vaksin. Penyelenggara vaksinasi juga tak perlu dua kali menggelar vaksinasi. Berdasar atas pengalaman di Bantul, Yogyakarta, pada Agustus tahun lalu, dibutuhkan persiapan panjang, tempat khusus, dan tenaga tambahan untuk menggelar vaksinasi bagi kalangan disablitas,” jelas Nuning.
Nuning mengatakan, program vaksinasi kalangan disabilitas memerlukan persiapan pamjang, mulai dari lokasi yang mudah diakses berbagai penyandang disabilitas hingga penyediaan tenaga penerjemah bahasa isyarat bagi tuna rungu.
Vaksin Sekali Suntik Jadi Pilihan Masyarakat Pedalaman
Ketua Tanggap Darurat Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Annas Radin Syarif, menyatakan vaksin sekali suntik seperti Janssen membuat warga di pedalaman atau pelosok tidak perlu dua kali datang untuk suntik. Gelaran vaksinasi di daerah pedalaman bukan hal mudah bagi penerima vaksin dan vaksinator. Masalah jarak, kondisi jalan, sarana transportasi sampai soal cuaca, bisa menggagalkan vaksinasi.
Warga di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang sudah susah payah menuju lokasi vaksinasi, dapat gagal divaksin karena mengalami mabuk perjalanan setelah menumpang mobil bak terbuka.“Dengan kesulitan-kesulitan yang sudah dilalui selama vaksinasi itu, maka alangkah baiknya jika penerima vaksin Janssen tidak perlu menanggung kesulitan baru akibat ketidaktahuan pihak lain,” kata Annas.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, Pemerintah sebenarnya sudah menerbitkan kebijakan terkait booster. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor SR.02.06/II/1180/2022 tentang Penyesuaian Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 Dosis Lanjutan (Booster) bagi masyarakat umum. Namun, aturan itu tak menyertakan keterangan khusus penerima vaksin Janssen atau vaksin satu kali suntik.
Koalisi itu meminta pemerintah agar mengeluarkan surat edaran yang menyatakan bahwa penerima vaksin Janssen tidak perlu vaksin dosis 2, sehingga berhak menerima booster dan berhak mengakses transportasi yang mensyaratkan adanya vaksin dosis 1 dan dosis 2. Selain itu perlu dilakukan penyesuaian dan penyelarasan data vaksinasi dalam aplikasi Peduli Lindungi dengan memberikan notifikasi bahwa penerima vaksin Janssen dianggap sudah menerima vaksin dosis 1 dan 2. [yl/ab]