Dokter telah memastikan bahwa Victor Yeimo harus mendapatkan perawatan sesuai ketentuan. Lapas Abepura di Jayapura tempat ia ditahan, tidak memiliki sel yang layak untuk penderita TB MDR. Sedangkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura juga belum memiliki ruang khusus perawatan penyakit ini.
Gustav Kawer selalu pengacara Victor Yeimo kepada VOA, Rabu (2/3), menyebut mereka telah mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan dengan pilihan tahanan kota atau tahanan rumah.
“Khusus untuk tahanan rumah, kita tawarkan satu tempat yang layak, memenuhi syarat kesehatan untuk pengobatan lanjutan TB paru-paru, sambil persidangan dijalankan dengan pertimbangan supaya cepat. Dengan catatan persidangannya dilakukan secara online,” ujar Gustav.
Sebagai penguat permohonan, pihak rumah sakit telah mengeluarkan surat rekomendasi rawat jalan pada 24 Februari 2022. Surat itu ditandatangani Direktur RSUD Jayapura, dr Anton Tony Mote. Pada intinya, dokter menyarankan Victor Yeimo dirawat di tempat yang telah disediakan pengacara, yaitu di kantor Sinode Kingmi Tanah Papua.
Pada 25 Februari, sidang kedua dilaksanakan di PN Jayapura dengan agenda eksepsi pembela hukum terdakwa. Sidang kemudian ditunda karena mempertimbangkan kondisi kesehatan Victor Yeimo. Namun, hakim tidak menyinggung sama sekali mengenai rekomendasi rumah sakit dan permohonan pengacara terkait kemungkinan tahanan kota atau tahanan rumah.
Gustav memastikan rumah perawatan ini memenuhi syarat dan berada di kawasan kota sehingga memudahkan proses persidangan maupun pengamanan.
Your browser doesn’t support HTML5
“Jadi kalau kemudian ada pengamanan dari aparat, itu tidak sulit. Karena di daerah perkotaan. Kemudian dari kita ada penjamin, sekitar 10 orang. Dari pihak gereja ada, DPR ada, MRP ada, termasuk dari LSM juga ada. Sekarang kekhawatiran apalagi dari hakim, jaksa dan polisi, kalau di semua aspek baik tempat, penjamin, semua sudah pehuhi syarat,” lanjut Gustav.
Pengacara sendiri meyakinkan permohonan tahanan rumah ini justru untuk memperlancar proses persidangan kasus Victor Yeimo. Saat ini, Victor Yeimo masih menjalani perawatan di RSUD Dok II Jayapura.
Buntut Aksi Kasus Rasisme
Kasus yang menimpa Victor Yeimo tidak lepas dari aksi rasis yang terjadi di Surabaya pada 16 Agustus 2019. Sebagai reaksi atas ucapan rasis di Surabaya itu, mahasiswa Papua di berbagai wilayah Indonesia, dan Papua sendiri menggelar aksi mulai 19 Agustus 2019. Victor Yeimo menjadi salah satu penggerak aksi yang kemudian berbuntut kerusuhan di berbagai kota di Papua.
Victor Yeimo yang menghilang pasca kerusuhan, ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) polisi. Satgas Nemangkawi kemudian menangkap Victor Yeimo pada 9 Mei 2021 di Jayapura.
BACA JUGA: Delapan Mahasiswa Papua Didakwa Lakukan MakarSetelah pemeriksaan polisi, perkaranya kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Dalam sidang pertama pada pada Agustus 2021, pengadilan meyakini Victor Yeimo menderita TB MDR, dan harus menjalani perawatan. Selama enam bulan, juru bicara KNPB itu menerima delapan butir obat dan dua suntikan setiap harinya.
Februari 2021, setelah selesai menjalani pengobatan selama enam bulan, Victor Yeimo kembali diajukan ke meja hijau. Sidang pertama digelar pada 21 Februari 2021.
“Ketua Majelis Hakim bertanya kepada Victor Yeimo terkait kabarnya, dan dijawab kabarnya baik. Namun dia masih harus mengonsumsi obat program selama lima bulan ke depan,” papar Emanuel Gobay, Koordinator Litigasi Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua.
Koalisi ini adalah gabungan dari sejumlah lembaga seperti LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, PBH Cenderawasih, KPKC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan Jayapura, Elsham Papua, Walhi Papua, Yadupa Papua dan beberapa lembaga lain.
Koalisi ini, dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan Victor Yeimo yang menderita penyakit TB MDR dan menular, telah menyampaikan sejumlah tuntutan. Mereka mendesak majelis hakim untuk segera menjawab permohonan penangguhan penahanan yang telah diajukan. Permohonan itu sesuai dengan Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, sebagai bentuk pemenuhan hak atas kesehatan bagi Victor Yeimo.
Desakan yang sama disampaikan kepada kejaksaan dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura agar lebih memperhatikan kondisi kesehatan terdakwa. Komnas HAM Perwakilan Papua juga diminta untuk memantau kasus ini.
Menjadi Pantauan Komnas HAM
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey kepada VOA, Rabu (2/3), memastikan lembaga itu memberikan perhatian terhadap kasus Victor Yeimo.
“Ini kan satu rangkaian dengan kasus di 2019 ya, yang lain sampai di Kalimantan sana, kami memantau. Yang ini juga sejak awal kami pantau, waktu yang bersangkutan masih di tahanan Brimob, kami memantau ke sana. Jadi tetap menjadi konsen dari Komnas HAM,” papar Frits.
Komnas HAM mencatat perjalanan kasus dan kondisi kesehatan Victor Yeimo, termasuk selama menjalani perawatan di RSUD Dok II Jayapura. Frits memahami, pengobatan TB MDR membutuhkan waktu berbulan-bulan. Syarat itu harus menjadi pertimbangan untuk pemberian pembantaran agar Victor Yeimo dapat melanjutkan pengobatan
“Karena TB itu kan berpotensi menular. Sehingga ada dua alasan di sana, pertama alasan hak atas kesehatan bagi yang bersangkutan, tapi juga ada alasan kesehatan untuk para tahanan yang lain,” lanjut Frits.
Komnas HAM Papua menyebut harus dicari diskresi, baik dari jaksa maupun hakim, agar ada langkah solutif. Langkah ini penting agar sebagai terdakwa, Victor Yeimo siap menjalani proses persidangan. Frits bahkan memandang skema ini melibatkan keluarga.
“Ada baiknya pembantaran ke keluarganya begitu. Keluarga juga sudah tahu bahwa yang bersangkutan menjalani pengobatan. Tapi ini tidak hanya soal pengobatan, dari aspek psikologi, pilihan ini akan mempercepat proses kesembuhan yang bersangkutan,” tambah Frits.
BACA JUGA: Tujuh Aktivis Papua Dijatuhi HukumanDari perpektif pemenuhan hak asasi manusia, alasan pembantaran dinilai Komnas HAM cukup berdasar. Selain itu, mekanisme hukum positif juga menjaminnya.
“Selain itu, sejumlah pihak juga sudah memberi jaminan. Tentu kita juga berharap yang bersangkutan sepanjang menjalani pengobatan harus disiplin, mematuhi seluruh arahan, ketentuan, syarat oleh rumah sakit. Supaya pengobatannya bisa efektif dalam kurun waktunya,” papar Frits lagi. [ns/ah]