Sidang pengadilan atas presiden terguling Mohamed Morsi yang akan diadakan bulan depan, diperkirakan akan meningkatkan perpecahan politik dan menguji kredibilitas sistem peradilan Mesir.
KAIRO, MESIR —
Pengadilan sadang disiapkan untuk memeriksa kasus presiden terguling Mesir, Mohamed Morsi pada tanggal 4 November mendatang. Morsi dituduh menghasut pembunuhan dan kekerasan dalam kerusuhan tahun lalu di luar istana presiden di Kairo. Tuduhan-tuduhan lain masih akan ditambahkan.
Dalam negara yang terpecah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan pendukung pemerintah baru pimpinan militer, perpecahan menjadi semakin nyata.
Di satu sisi, salah seorang pencela Morsi, Mohamed mengatakan, setiap warga Mesir yang telah hidup di bumi Mesir, minum air Sungai Nil, dan mengkhianati Mesir harus diadili dan dieksekusi.
Namun, di sisi lain, pembela Morsi mengatakan bahwa mereka percaya tuduhan-tuduhan yang dikenakan terhadap Morsi itu semua palsu.
Sementara, diplomat kawakan Abdullah al Ashaal adalah penasihat Morsi dalam masa kepresidenannya, mengatakan, "Morsi berkeras bahwa dia masih presiden dan dia tidak menerima yurisdiksi pengadilan."
Al Ashaal juga memandang pengadilan itu murni permainan politik. Ia menambahkan, “Kejahatan yang dilakukannya adalah karena dia warga sipil yang berani duduk di tempat militer.”
Kendati demikian yang lain membela peradilan Mesir. Mereka merujuk pada pendahulu Morsi, presiden Hosni Mubarak, yang juga sedang diadili. Analis politik Saad Eddin Ibrahim dari Ibnu Khaldun Center mengatakan pengadilan siap untuk menjalankan tugas itu.
"Fakta bahwa ada pengadilan dan proses hukum, dan bahwa terdakwa, meskipun ia adalah seorang mantan presiden, akan bisa mempertahankan diri di pengadilan, itu membuktikan adanya kedua aspek hukum ini,” ujar Ibrahim.
Tapi tidak seperti sidang Mubarak, tidak jelas apakah sidang Morsi akan terbuka untuk umum. Kemungkinan kasus itu bisa akan disidangkan secara rahasia di penjara Tora yang dikenal buruk di Kairo. Tampaknya tidak akan ada penyelesaian yang cepat atas rangkaian protes, penggulingan Presiden, dan pengadilan mantan presiden di Mesir.
Dalam negara yang terpecah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan pendukung pemerintah baru pimpinan militer, perpecahan menjadi semakin nyata.
Di satu sisi, salah seorang pencela Morsi, Mohamed mengatakan, setiap warga Mesir yang telah hidup di bumi Mesir, minum air Sungai Nil, dan mengkhianati Mesir harus diadili dan dieksekusi.
Namun, di sisi lain, pembela Morsi mengatakan bahwa mereka percaya tuduhan-tuduhan yang dikenakan terhadap Morsi itu semua palsu.
Sementara, diplomat kawakan Abdullah al Ashaal adalah penasihat Morsi dalam masa kepresidenannya, mengatakan, "Morsi berkeras bahwa dia masih presiden dan dia tidak menerima yurisdiksi pengadilan."
Al Ashaal juga memandang pengadilan itu murni permainan politik. Ia menambahkan, “Kejahatan yang dilakukannya adalah karena dia warga sipil yang berani duduk di tempat militer.”
Kendati demikian yang lain membela peradilan Mesir. Mereka merujuk pada pendahulu Morsi, presiden Hosni Mubarak, yang juga sedang diadili. Analis politik Saad Eddin Ibrahim dari Ibnu Khaldun Center mengatakan pengadilan siap untuk menjalankan tugas itu.
"Fakta bahwa ada pengadilan dan proses hukum, dan bahwa terdakwa, meskipun ia adalah seorang mantan presiden, akan bisa mempertahankan diri di pengadilan, itu membuktikan adanya kedua aspek hukum ini,” ujar Ibrahim.
Tapi tidak seperti sidang Mubarak, tidak jelas apakah sidang Morsi akan terbuka untuk umum. Kemungkinan kasus itu bisa akan disidangkan secara rahasia di penjara Tora yang dikenal buruk di Kairo. Tampaknya tidak akan ada penyelesaian yang cepat atas rangkaian protes, penggulingan Presiden, dan pengadilan mantan presiden di Mesir.