Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan keberhasilan kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas terhambat penolakan Hamas untuk menandatangani kesepakatan perjanjian tersebut. Padahal, lanjut Biden, pendekatan yang disusun AS mendapat dukungan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, dia menyatakan dirinya akan terus mendorong hingga gencatan senjata terwujud di Jalur Gaza.
Hal tersebut diungkapkan Biden ketika jumpa pers usai pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di sela konferensi tingkat tinggi (KTT) Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) di Italia, Kamis (13/6).
Menanggapi hal itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Diponegoro, Mohamad Rosyidin mengaku sejak awal dirinya ragu tentang prospek perdamaian di Gaza karena Israel sudah berkomitmen penuh untuk menghabisi Hamas.
Selain itu, lanjutnya, resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza tidak memiliki daya pengikat meski ini merupakan terobosan penting. Dia menambahkan saat ini bola berada di tangan Israel, apakah mau gencatan senjata tidak.
Israel, tambahnya, melihat Hamas sebagai ancaman sehingga ada kemungkinan di masa depan akan melakukan serangan lagi ke Israel. Karena itu pula, Israel berkomitmen melenyapkan Hamas.
Rosyidin menekankan satu-satunya negara yang bisa menekan Israel untuk menyetujui gencatan senjata adalah Amerika. Sebab Amerika merupakan patron dari Israel. Dia juga berharap masyarakat internasional tidak tinggal diam terhadap sikap keras kepala Israel.
"Bagaimana cara menekan Israel supaya mematuhi gencatan senjata? Amerika perlu lebih keras. Misalnya, dengan menghentikan bantuan. Karena Israel selama ini kekuatan militernya sebagaian besar ditopang oleh suplai persenjataan dan bantuan dari Amerika Serikat. Kemudian Amerika mengancam tidak mendukung Israel secara diplomatik," katanya.
Ketika ditanya apakah Perang Gaza berkepanjangan akan mempengaruhi hasil pemilihan presiden di Amerika, Rosyidin menjelaskan Biden telah mengantongi dukungan dari kelompok pro-perdamaian setelah mengumumkan proposal gencatan senjata bagi Hamas dan Israel. Namun, Biden akan mendapat tantangan dari lobi Yahudi yang kuat sekali di Amerika.
BACA JUGA: Perunding Upayakan "Jalur Maju" untuk Mencapai Gencatan Senjata GazaHasbi Aswar, pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Indonesia, menjelaskan terwujudnya gencatan senjata di Gaza itu tergantung pada kemauan dua pihak yang berkonflik. Di samping itu, ditentukan pula oleh kemauan politik dari negara-negara memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB, terutama Amerika yang memiliki peran besar.
Dia menambahkan gencatan senjata belum terwujud sampai sekarang karena Israel belum menyatakan menerima usulan gencatan senjata baik dari PBB maupun Amerika. Sebab politik domestik di Israel didominansi kelompok sayap kanan yang menginginkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melanjutkan perang bukan gencatan senjata. Hal ini pula ditambah oleh keinginan Netanyahu yang tidak ingin Hamas berkuasa lagi di Gaza.
Your browser doesn’t support HTML5
"Saya kira kondisi domestiknya Israel yang pelik ini yang mebuat israel tidak mau menerima (usulan gencatan senjata). kalau Hamas sudah bersedia untuk menerima itu. Saya kira Amerika juga memfasilitasi itu, tetap berjalan dengan kepentingan Israel," ujarnya.
Menurut Hasbi, cepat atau lambat gencatan senjata antara Hamas dan Israel akan terwujud karena ada desakan kuat dari masyarakat internasional, internal Israel, dan desakan terhadap AS. Dia menilai Amerika tidak akan bertahan lama untuk terus mendukung Israel melanjutkan perang di Gaza, apalagi menjelang pemilihan presiden.
Karena itu dia menilai ada kepentingan politik domestik Amerika yang membuat Washington DC harus mendesak Israel untuk segera menyetujui proposal gencatan senjata.
Hasbi mengatakan Dewan Keamanan sudah menerbitkan resolusi untuk segera meuwjudkan gencatan senjata di Gaza. Artinya tugas selanjutnya dari negara-negara anggota PBB untuk mendesak Israel menyetujui usulan gencatan senjata.
Dia berharap ada kerangka waktu yang ditetapkan kapan gencatan senjata harus diwujudkan. Jika tidak terwujud dalam waktu yang telah ditentukan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa mengeluarkan resolusi kedua yang isinya memberikan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Israel.
Namun, Hasbi mengakui resolusi lanjutan Dewan Keamanan PBB untuk memberi tekanan atau embargo diplomatik dan ekonomi terhadap Israel sulit dikeluarkan karena akan diveto oleh Amerika. Jika resolusi ini juga tidak disetujui, PBB melalui Dewan keamanan bisa melakukan intervensi militer terhadap Israel sebagai negara agresor.
BACA JUGA: Kondisi Ekonomi Sulit, Warga Palestina di Tepi Barat Tak Mampu Beli Hewan KurbanHasbi menegaskan jika negara-negara yang memasok langsung kebutuhan ekonomi Israel menerapkan embargo, itu sudah cukup kuat untuk menekan Israel.
Laporan Komisi Penyelidikan Internasional Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan, Israel melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Israel mengabaikan laporan itu dan terus menyerbu Gaza dan Tepi Barat.
Serangan dilancarkan setelah Presiden Joe Biden dan Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken kembali menyatakan Israel siap merundingkan gencatan senjata. Sejauh ini hanya pejabat AS yang menyebut Israel menyepakati gencatan senjata.
Sementara Israel tidak pernah secara tegas dan terbuka mendukung proposal yang diajukan Biden dan disokong resolusi Dewa Keamanan PBB itu. Para pejabat Israel malah terus menyatakan tidak akan menghentikan perang. Adapun Hamas berulang kali menyatakan siap gencatan senjata permanen dan bertukar sandera tahanan. Hamas juga meminta perang dihentikan. [fw/ft]