Penggemar Mesin Tik Antik Meningkat di Tengah ‘Keletihan Digital’

Mesin tik antik diperagakan dalam sebuah ajang acara sosial di Albuquerque, N.M., tanggal 23 April 2017 (foto: AP Photo/Russell Contreras)

Di jaman telepon pintar, media sosial, dan kekhawatiran peretasan, mesin tik antik yang dahulunya diselimuti debu di atap dan ruang bawah tanah kembali menarik minat penggemar dari generasi baru di seluruh Amerika Serikat.

Para penggemar mesin tik berkumpul di sebuah restoran di Albuquerque untuk bereskperimen dengan mesin tin antik merk Smith Corona. Para penggemar di Boston berlutut di lapangan di kota itu dan mengetik kisah mereka saat diselenggarakannya unjuk rasa pro-imigrasi. Sebuah dokumenter tentang mesin tik yang menampilkan Tom Hanks dan musisi John Mayer siap dirilis musim panas ini.

Di jaman telepon pintar, media sosial, dan kekhawatiran peretasan, mesin tik antik yang dahulunya diselimuti debu di atap dan ruang bawah tanah menarik minat penggemar dari generasi baru di seluruh Amerika Serikat.

Dari bar-bar tempat berkumpulnya penggemar mesin tik hingga penyair jalanan yang menjual puisi yang telah dipersonalisasi dan ditulis dengan mesin tik langsung di tempat, mesin tik telah muncul sebagai barang populer di antara penggemar beratnya yang berburu mesin tik di toko-toko barang bekas, situs lelang online, dan toko-toko barang antik. Beberapa membeli mesin tik Underwoods untuk menambah koleksinya yang terus bertambah. Yang lainnya berburu mesin tik merk Royal Quiet De Luxe yang berasal dari pertengahan abad ini – seperti yang digunakan pengarang terkenal Ernest Hemingway – saat mengarang novelnya yang meletup-letup.

Mesin tik yang berhasil terselamatkan acap kali perlu diservis, yang membawa para penggemar untuk mencari bengkel perbaikan mesin tik yang masih sedikit tersisa.

“Saya sudah bertahun-tahun tidak melihat perkembangan bisnis sepertin ini,” ujar John Lewsi, seorang tukang servis mesin tik yang sudah menjalankan bengkel mesin tiknya di Albuquerque selama empat puluh tahun. “Pastinya minat terhadap mesin tik kembali telah muncul, dan kembalinya minat terhadap mesin tik telah membuat saya sibuk sekali.”

Kembalinya minat terhadap mesin tik dimulai sekitar 10 tahun yang lalu ketika segelintir penggemar mesin tik berkumpul di jagat online, ujar Richard Polt, seorang profesor filosofi di Xavier University di Cincinnati dan pengarang The Typerwiter Revolution: A Typist’s Companion for the 21st Century. Sejak itu, jumlah penggemarnya meningkat secara dramatis, dan beragam perhelatan publik seputar mesin tik telah diselenggarakan.

“Ini telah melampaui tahapan sekedar iseng-iseng,” ujar Polt.

Hampir tidak mungkin untuk mengukur tingkat penjualan mesin tik akhir-akhir ini. Hampir semua produsen aslinya telah gulung tikar atau perusahaannya dibeli dan menjadi perusahaan yang berbeda. Moonachie, produsen mesin tik Swintec yang berpusat di New Jersey tampaknya adalah salah satu produsen mesin tik terakhir, yang menjual mesin elektronik tembus cahaya sebagian besar ke lembaga pemasyarakatan.

Namun para pemilik toko barang bekas dan penjual barang warisan mengatakan mesin tik adalah salah satu dari barang yang paling laku.

“Ini adalah bagian yang menyenangkan: perburuan mesin tik,” ujar Joe Van Cleave, seorang warga Albuquerque yang memiliki lebih dari selusin mesin tik dan pemilik kanal populer di YouTube terkait perbaikan mesin tik. “Kadang-kadang, seperti sebuah keberuntungan kecil, anda menemukan mesin tik buatan tahun 1920-an dalam kondisi yang baik.”

Hubungan dengan masa lampau

Doug Nichol, direktur film dokumenter berjudul California Typewriter, mengatakan minat itu muncul dari “keletihan digital” dan orang-orang yang ingin menyelami masa lalu. Minat itu tampaknya tidak terkait usia, ujarnya.

“Anak-anak yang tumbuh dewasa di tengah telepon selular dan komputer sangat tertarik untuk melihat surat yang diketik dengan tangan anda sendiri,” ujar Nichol. “Ini adalah interaksi antara mesin dan manusia yang tidak disela oleh pemberitahuan pesan Twitter.”

Dalam filmnya, yang akan dirilis bulan Agustus, Nichol mewawancarai Hanks, yang mengatakan ia menggunakan mesin tik hampir tiap hari untuk mengirim memo dan surat.

“Saya benci menerima e-mail ucapan terima kasih dari orang-orang,” ujar Hanks di film itu. “Sekarang, apabila mereka menghabiskan waktu 70 detik untuk mengetik di secarik kertas dan mengirimkannya ke saya, akan saya simpan surat itu selamanya. Sementara saya akan hapus e-mail yang masuk.”

Hanks mempunyai kurang lebih 270 buah mesin tik namun acap kali memberikannya ke orang-orang yang menunjukkan minatnya.

Salah satu cara meningkatnya tren penggunaan mesin tik adalah lewat acara-acara “type-ins” – sebuah pertemuan yang diselenggarkan di tempat-tempat umum dimana para penggemar mesin tik mencoba beragam mesin antik. Acara-acara seperti itu telah diselenggarakan di Phoenix, Philadelphia, Seattle, Los Angeles, dan Cincinnati.

Baru-baru ini sebuah acara ‘type-in’ diselenggarakan di sebuah restoran Afrika-Amerika, Nexus Brewery, di Albuquerque, dimana sekitara 36 orang penggemar mencoba mengetik dengan menggunakan mesin tik Italia, Olivetti Lettera 32, yang diproduksi tahun 1964 dan sebuah mesin tik merk Royal KMM buatan tahun 1947, antara lain.

'Bener-bener menyegarkan’

Rich Boucher menghabiskan sebagian besar waktunya menulis puisi pada mesin tik merk Hermes 3000 buatan tahun 1960-an.

“Saya sudah lama tidak menggunakan mesin tik,” ujarnya. “Ini menjadi sesuatu yang benar-benar menyegarkan untuk menghabiskan siang hari di musim panas.”

Setelah menyelesaikan karyanya, Boucher mengambil teleponnya dan menulis update status Facebook tentang pengalaman yang diperolehnya. Ia kemudian mulai mencari situs yang menjual mesin tik merk Hermes 3000 secara online.

“Itu adalah mesin tik yang saya inginkan,” ujarnya. “Saya akan menemukannya.” [ww]