Kemungkinan hidup bagi tentara yang cedera dalam pertempuran tergantung pada tindakan cepat, pemeriksaan luka-luka, kestabilan dan transport ke pusat perawatan terdekat. Jika tidak ada personil medis yang terlatih, tentara lainnya mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Sekelompok periset yang dipimpin oleh Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh sedang membuat apa yang disebut sebagai “ransel pintar” yang akan membantu tentara tidak terlatih sekalipun untuk membantu rekannya yang cedera.
Dalam situasi di medan tempur, langkah-langkah medis yang sederhana sekalipun bisa rumit. Kita membutuhkan peralatan dan pengetahuan yang memadai untuk menggunakannya dan membuat keputusan yang tepat. Akan sangat baik jika tentara punya peralatan medis mini yang canggih yang dengan mudah bisa digunakan untuk membantu orang yang cedera.
Salah seorang periset dalam tim tersebut mengatakan, "Kita kemudian bisa memeriksa denyut jantung dan tekanan darah seseorang dan punya leher robot ringan dilengkapi peralatan pengambil gambar di lehernya yang akan memberitahu dimana letak tenggorokan dan ada robotringan dilengkapi sensor yang bisa memberitahu apakah paru-paru berfungsi atau tidak, ada jarum suntik untuk digunakan terhadap korban ketika dibawa dari jalan raya atau medan tempur menuju helikopter.
Your browser doesn’t support HTML5
Pensiunan ahli bedah militer Ron Poropatich, memimpin tim periset dan insinyur yang membuat apa yang disebut sebagai “ransel pintar” dilengkapi dengan sebuah komputer, berbagai sensor dan peralatan robotik, bahkan jarum suntik yang sudah diisi dengan berbagai macam obat-obatan.
Salah satu hal yang membuat komputer lebih baik dari manusia adalah kemampuannya dengan cepat memproses data dalam jumlah besar. Membandingkan data yang diambil dari pasien yang cedera dengan ribuan kasus serupa yang sudah dimasukkan dalam memorinya, - perangkat lunak itu bisa mengenali prosedur optimal yang menyelamatkan nyawa dalam beberapa detik.
Poropatich mengatakan ilmuan yang terlibat dalam proyek itu memulai mempertimbangkan seberapa kecil mereka bisa membuat peralatan tersebut.
"Bisakah kita pasang pada iPhone dan bisakah kita terhubung dari iphone ke orang yang cedera itu? Kemudian bisakah kita membawa kerah robot atau sesuatu untuk menstabilkan tulang belakang leher, dan memasang robot ringan diatas rongga dada dilengkapi sensor yang mampu mengambil gambar dan terpasang dalam bantal-bantal robot dan kalau dikehendaki jarum suntik yang bisa disuntikkan jika pasien tidak berdaya selama evakuasi," kata Poropatich,
Dalam situasi lainnya mungkin tidak bisa mengirim kendaraan evakuasi, kata Poropatich, jadi timnya mengerjakan apa yang mereka sebut layanan berkelanjutan di lapangan.
"Kita akan menjatuhkan dari udara atau mengirim sebuah ransel penuh dengan peralatan mini ini yang dengan mudah bisa dipasang pada korban dan memantaunya kemudian mengirim sinyal langsung ke kendaraan tak berawak yang memungkinkan untuk mengirim sinyal itu kepada orang lain untuk mendapatkan pertimbangan kedua. Semuanya masih khayalan sains sekarang tapi sedang dalam pembahasan serius dengan minat yang serius dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara," lanjutnya.
Poropatich berharap prototipe pertama peralatan ini akan siap diuji pada binatang sekitar tiga tahun lagi. Awalnya akan ada dua model satu untuk memar paru dan yang lainnya untuk perdarahan kemudian model ketiga,gabungan dari trauma itu, sebagaimana yang disaksikan pada seseorang yang mengalami ledakan di medan pertempuran.
Proyek itu melibatkan sekitar 16 dokter dan insinyur dari University of Pittsburgh, Carnegie Mellon University dan beberapa lembaga lainnya. Proyek itu sebagian didanai oleh Departemen Pertahanan Amerika. [my/al]