Perempuan Tampil sebagai Aktivis Tenaga Nuklir

Suasana di Hanford Nuclear Reservation dekat Richland, Washington, 9 Mei 2017. (Foto courtesy: U.S. Department of Energy via AP).

Energi nuklir di Amerika Serikat terancam. Instalasi-instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir ditutup dan pembangunan instalasi-instalasi baru ditelantarkan.

Pada sebuah konferensi baru-baru ini di San Francisco, California, sejumlah perempuan yang bekerja di industri tersebut berbicara mengenai bagaimana seharusnya energi nuklir diperkenalkan ke masyarakat dan betapa mereka mungkin paling sesuai untuk melakukannya. Berikut laporan reporter VOA Michelle Quinn saat menghadiri Konferensi Nasional Perempuan Amerika Serikat dalam Industri Nuklir.

Fukushima, Chernobyl, dan Three Mile Island. Itulah nama-nama lokasi di mana bencana nuklir pernah terjadi dan sering digunakan para penentang energi nuklir untuk mengusahakan penutupan instalasi-instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir. Mereka mengatakan, resiko radiasinya terlalu besar.

Organisasi "Friends of the Earth" dalam kecamannya menyebut, energi nuklir membahayakan keamanan publik, dan mengusulkan agar pemerintah lebih memanfaatkan gas alam yang melimpah dan murah. Sementara itu, Lembaga Energi Nuklir bersikeras mengatakan, energi nuklir jauh lebih efisien.

Untuk mengatasi keprihatinan ini, industri energi nuklir mengalihkan perhatiannya kepada para penyokong kuatnya sendiri, yakni perempuan-perempuan yang bekerja di industri tersebut. Mereka berharap para perempuan itu dapat membantu mengubah pandangan perempuan-perempuan lain yang cenderung lebih skeptis dibanding pria mengenai manfaat energi nuklir.

Kristin Zaitz dan Heather Matteson bekerja di instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir di Diablo Canyon, California. Mereka mendirikan Mothers for Nuclear, sebuah organisasi yang menyokong manfaat lingkungan energi nuklir.

Zaitz, yang bekerja sebagai operator reaktor nuklir, mengatakan, “Ada ribuan perempuan yang bekerja di industri nuklir.”

Matteson, yang bekerja sebagai teknisi urusan gempa, mengungkapkan, “Sebagai ibu, saya kira kita juga memiliki peran penting untuk memberi tahu publik bahwa kita mendukung nuklir untuk masa depan, untuk anak-anak kita. Kita tidak tahu ibu-ibu lain yang mendukung energi nuklir di tingkat daerah. Kami kira, di sana lah ada kesenjangan yang perlu dijembatani.”

Pesan Mother for Nuclear yang ingin disampaikan kepada perempuan adalah nuklir merupakan sumber energi bersih yang tidak mengeluarkan karbon dioksida. Para penyokong industri itu mengatakan, dibanding pria perempuan yang mempromosikan energi nuklir lebih bisa dipercaya.

Zaitz dan Matteson sama-sama mengenakan kalung dengan gantungan terbuat dari kaca yang berisi sejumlah kecil uranium, bahan bakar nuklir. Mereka mengatakan, kalung itu aman dikenakan.

Lebih jauh Matteson mengatakan, “Ketika saya mendatangi instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir, saya sangat skeptis dan ketakutan. Perlu waktu enam hingga tujuh tahun bagi saya untuk akhirnya benar-benar merasa bahwa energi nuklir adalah sesuatu yang baik bagi lingkungan.”

Pesan Mothers for Nuclear muncul seiring pembangunan sejumlah kecil instalsi-instalasi baru. Diablo Canyon sendiri dijadwalkan akan menutup dua reaktornya pada 2025. Instalasi itu merupakan instlasi pembangkit listrik listrik tenaga nuklir terakhir di California.

Perempuan-perempuan muda mengatakan, mereka terjun di industri nuklir karena peduli pada masyarakat. Lenka Kollar dari Nuscale Power, instalsi pembangkit listrik tenaga Nuklir di Bethesda, Maryland, mengungkapkan, “Saya terjun di industri ini karena ingin melakukan sesuatu yang baik bagi dunia. Ingin menyediakan listrik bagi masyarakat. Ada lebih dari satu miliar orang di dunia yang tidak mendapatkan listrik.”

Terlepas dari keinginan para perempuan itu, masa depan industri nuklir di AS tampaknya tidak pasti. [ab/lt]