Dua minggu terakhir ini serangkaian gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Diawali gempa berkekuatan 6,4 SR pada 29 Juli, disusul gempa yang lebih besar yaitu 7 SR pada 5 Agustus dan gempa susulan 6,2 SR pada 9 Agustus. Selain itu, ada lebih dari 350 gempa susulan dengan beragam tingkat kekuatan.
Serangkaian gempa membuat warga yang terdampak masih belum berani kembali ke rumah mereka, atau bahkan tinggal di dalam rumah. Warga di Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur dan Mataram yang terkena dampak paling buruk lebih memilih berada di tempat pengungsian.
Di tengah beragam upaya menangani dampak gempa ini, ada sekelompok perempuan yang bahu membahu di garis depan membantu para korban. Mereka bekerja dalam diam, tidak berkoordinasi satu sama lain, tetapi membawa manfaat luar biasa.
Kerja KAPAL Perempuan di Lombok Utara
Ririn Hayudiani bersama Hana Rohana, Lulu, Evi dan Muslih Atun menggerakkan ‘’Posko Perempuan’’ dengan mengaktifkan anggota KAPAL Perempuan dan Sekolah Perempuan di Lombok Utara.
Pada Jumat (10/8), mereka datang ke beberapa dusun, antara lain Selong Lotim, Malaka, Tenige dan Sokong, dengan membawa bahan pangan dan kebutuhan khusus perempuan.
"Kami membawa 1,4 ton beras, 4.020 butir telur, 80 dus air mineral, 15 kg teri, 190 liter minyak goreng dan sembilan terpal. Juga beberapa kebutuhan khusus perempuan,’’ ujar Ririn Hayudiani kepada VOA.
"Begitu bersyukurnya warga yang kami datangi. Mereka menangis melihat kami datang dan memeluk kami serasa tidak mau kami pergi. Kepala desa, kepala dusun dan warga di pengungsian beramai-ramai menurunkan bahan pangan yang kami bawa” kata Ririn.
Tak jarang mereka menahan air mata melihat kehancuran yang diakibatkan gempa.
“Di dua dusun, Kecinan dan Teluk Nara, jumlah pengungsi mencapai 600 orang. Membatin dalam hati sedih luar biasa. Terpal terbatas. Jumlah pengungsi banyak," tutur Ririn. "Kapal perempuan sepakat untuk merancang dan segera mendistribusikan makan dan membuat dapur umum," ujarnya. Herlina dari Sekolah Perempuan dan suaminya membantu, kata Ririn menambahkan.
Dicari : Relawan Nasi Bungkus’’
Upaya serupa dilakukan Baiq Ratu Diyah Ganefi, yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah DPD Dapil NTB yang mengelola dapur umum di kecamatan Narmada, Lombok Barat.
Baiq Ratu Diyah terinsipirasi membuat dapur umum setelah melihat banyak bantuan yang datang bersifat mentah dan instan hingga tidak bisa langsung dikonsumsi oleh para pengungsi.
“Saya berkali-kali turun lapangan dan melihat kesulitan ini. Lalu terinspirasi bagaimana jika saya membuat dapur umum dan sebanyak-banyaknya membuat dan membungkus nasi bungkus,’’ ujar Baiq Ratu Diyah.
Tergantung kemampuan relawan, dapur umum Baiq Ratu Diyah bisa membuat 2.000 – 3.000 nasi bungkus per hari, untuk makan siang dan makan malam.
"Sejak pagi kami memasak dan membungkus secara terus menerus, memasak, membungkus, memasak, membungkus. Setelah selesai 100-200 bungkus, relawan kami yang lain segera lari antar ke tempat pengungsi, begitu seterusnya hingga kami tutup jam enam sore,” papar Baiq Ratu Diyah.
Baiq menggunakan jaringan yang dimilikinya untuk mendapatkan bantuan pangan dan dana, juga jaringan komunikasi di sosial media.
“Saya sampai viralkan di media sosial, terutama Facebook, bahwa saya mencari relawan yang mau membungkuskan nasi bungkus buatan kami ini. Karena pikiran saya adalah semakin banyak relawan, semakin banyak yang bisa membungkus dan bisa dibagi,” ujar Baiq Ratu Diyah
Laki-Laki Masak, Perempuan Bagikan
Dapur umum di kecamatan Narmada, Lombok Barat ini setiap hari membuat nasi bungkus yang didistribusikan di 21 tempat pengungsian. Komunikasi intensif antar dapur umum membuat pemberian nasi bungkus ini tidak tumpang tindih.
Di dapur umum ini, yang memasak adalah para pria Jemaah masjid setempat, kata Baiq Ratu Diyah.
“Yang masak memang para laki-laki, jemaah di masjid, yang memang sudah terbiasa memasak dalam skala besar dan kuat. Sementara yang berbelanja atau menghitung sumbangan adalah perempuan-perempuan hebat yang meninggalkan pekerjaan mereka untuk mengurus dapur umum,” papar Baiq Ratu Diyah.
Para ibu-ibu relawan saling berbagi tugas, mulai dari menelpon Bulog, pemasok sayur, ikan atau bumbu masak yang mereka kenal, supaya langsung diantar ke lokasi, ungkap Baiq Ratu Diyah.
"Ada juga perempuan-perempuan desa yang datang mengantar satu lusin telur, atau dua ekor ayam, atau sekeranjang kentang," kata Baiq Ratu Diyah. “Semuanya kami terima dengan senang hati. Seberapapun kami terima dan kami olah,” pungkas Baiq.
“Memang dalam satu bungkus nasi itu tidak selalu menunya sama, karena ada yang isinya nasi dengan ayam, tapi ada juga yang isinya nasi dengan ikan teri dan perkedel. Yang pasti enak dan langsung kami segera bagikan kepada para pengungsi. Kami berkomunikasi supaya tidak overlapping,” papar Baiq.
Korban Gempa Lombok Terus Bertambah
Hingga Sabtu (11/8), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 387 orang meninggal dunia dan 13.688 orang luka-luka. Jumlah pengungsi yang tercatat mencapai 387.067 jiwa dan tersebar di ribuan titik pengungsian di Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur dan Mataram.
Ini berarti perjuangan kaum perempuan di garis depan penanganan pengungsi ini masih panjang. (em)