Peretas "Anonymous Indonesia" Serang Sejumlah Situs Web Pemerintah

  • Kate Lamb

Sejumlah situs pemerintah Indonesia termasuk milik Kepolisian RI diserang peretas dengan memasang gambar dan kalimat "No Army Can Stop an Idea".(foto: Ilustrasi).

Peretas atau hacker telah merusak lebih dari 12 situs web pemerintah di Indonesia menyusul penangkapan seorang tertuduh hacker di Jawa Timur bulan ini.
Analis mengatakan lemahnya keamanan dan solidaritas yang kuat di antara jaringan hacker bawah tanah merupakan inti permasalahannya.

Di salah satu negara yang paling melek media sosial, kelompok online 'Anonymous Indonesia' telah menarik perhatian beberapa hari terakhir ini.

Dalam hitungan jam, kelompok itu merusak situs web dari tujuh departemen pemerintah dan Kepolisian Republik Indonesia.

Alih-alih masuk ke laman resmi, pengguna situs web disambut oleh tokoh berjubah dengan kata-kata tertulis disampingnya "No Army Can Stop an Idea.”

Peretasan yang terkoordinasi itu dipandang sebagai pembalasan atas penangkapan Wildan Yani Ashari, 22 tahun, yang sebelumnya meretas website presiden pada bulan Januari.

Seorang dosen media sosial yang memusatkan pada gerakan online bawah tanah, Donny Bu mengatakan solidaritas di antara hacker Indonesia adalah kuat.

"Bahkan jika Anda tidak tahu peretas yang lainnya, jika salah satunya dari komunitas bawah tanah, atau hacker bawah tanah itu ditangkap dan menjadi 'terkenal' di media, maka komunitas bawah tanah lainnya akan menggunakan isu itu untuk menyuarakan pernyataan mereka,” papar Donny Bu.

Kelompok Anonymous Indonesia dan para pendukungnya melakukan protes menentang penangkapan Wildan melalui twitter dan jaringan media sosial lainnya.

Mereka mengatakan adalah tidak adil bahwa Wildan diancam hukuman hingga lima tahun penjara sementara para pejabat yang korupsi selalu bisa seenaknya melenggang dengan hukuman yang jauh lebih ringan.

Karyawan sebuah kafe internet di Jawa Timur, Wildan yang berumur 22 tahun itu dikenai tuduhan berdasarkan Undang-Undang Transaksi Elektronik dan Informasi tahun 2008.

Meskipun para pengecam mengatakan hukuman pada apa yang sebenarnya adalah sebuah lelucon itu terlalu berat, Menteri Komunikasi Indonesia Tifatul Sembiring mengatakan kepada VOA bahwa Wildan harus dihukum sepantasnya.

"Komunitas online Indonesia mencoba membandingkan antara hukuman bagi koruptor dan hukuman bagi hacker. Ini adalah masalah serius karena, Anda tahu, jika polisi atau pengadilan tidak menghukum orang ini mungkin hacker lain akan mencoba untuk melakukan sesuatu yang akan mengganggu jaringan internet kita,” kata Tiffatul.

Tiffatul mengatakan ada 36,6 juta kejadian peretasan terhadap website pemerintah pada tahun 2012.

Namun, analis keamanan dunia maya mengatakan bahwa sebagian besar insiden ini merupakan kasus 'online graffiti', atau tulisan-tullisan online, lelucon yang dilakukan remaja. Hanya sedikit yang terlibat dalam kejahatan yang lebih serius seperti penipuan keuangan online, kata analis dunia maya Budi Rahardjo.

"Hacking di Indonesia adalah umum, seperti di tempat lain di dunia, sebagian besar dilakukan oleh anak-anak muda yang mencoba untuk membangun jati diri mereka. Kebanyakan dari mereka meretas website hanya untuk menunjukkan jati diri mereka, selain itu mereka tidak melakukan hal yang merugikan lainnya,” ungkap Budi.

Budi mengakui bahwa website pemerintah banyak yang tidak aman dan menjadi sasaran empuk bagi hacker yang berketerampilan rendah.

Namun, ia mengatakan, saat ini kita tidak perlu menjadi seorang programmer canggih atau hacker terampil untuk melumpuhkan situs web pemerintah.

Menteri Komunikasi Tifatul Sembiring mengatakan ia memiliki tim yang bekerja 24 jam sehari untuk mengamankan firewall situs pemerintah.