Jaringan toko yang mengamati saat Amazon mengambil pangsa besar dalam penjualan pakaian mencoba memecahkan satu dari banyak masalah yang membuat frustrasi bagi para pelanggan online: menemukan barang yang benar-benar pas.
Para peritel meluncurkan perangkat yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meniru bantuan yang biasa ditawarkan para wiraniaga di toko, menghitung bentuk tubuh pelanggan yang mendekati kecocokan, atau menggunakan model tiga dimensi mendekati pengalaman yang diperoleh dalam kamar pas. Amazon, yang menurut beberapa analis mengatakan akan melampaui Macy tahun ini adalah penjual pakaian terbesar di AS, menawarkan beberapa pelanggannya sebuah alat yang ditenagai oleh Alexa yang berfungsi ganda sebagai sebuah tongsis sekaligus seorang perancang gaya.
Para peritel ingin mengurangi tingkat pengembalian barang yang dibeli secara online, yang dapat mencapai hingga 40 persen, sehingga dapat menimbulkan kepuasan pelanggan – sehingga kemungkinan besar mereka akan kembali berbelanja di toko peritel. Dan semakin besar adanya interaksi antara pelanggan dan pemegang merk, semakin banyak yang akan dipelajari oleh perangkat teknologi tentang preferensi pelanggan, ujar Vicky Zadeh, direktur eksekutif Rakuten Fits Me, sebuah perusahaan berbasis teknologi yang bekerja bersama dengan QVC dan berbagai merk busana rintisan.
“Ini adalah masalah kepercayaan,” ujarnya. “Apabila mereka percaya untuk belanja dari peritel, mereka akan kembali belanja di toko peritel lagi dan lagi.”
Dorongan timbul dari berbagai nama besar seperti Levi’s dan The Gap serta merk-merk busana rintisan semacam Rhone dan Taylrd.
Aplikasi Virtual Stylist milik Levi’s yang baru berkomunikasi timbal balik dengan para pelanggan online untuk menawarkan rekomendasinya, berdasarkan preferensi pelanggan. Marc Rosen, presiden direktur untuk e-commerce global, menyatakan uji awal menunjukkan chatbot mendorong pengunjung situs untuk menjadi pembeli.
Mengandalkan Bentuk Tubuh
Rakuten Fits Me, yang bekerja sama dengan QVC dan perusahaan-perusahaan lainnya, menyempurnakan teknologi untuk mencocokkan produk dengan bentuk tubuh pelanggan musim panas ini dan mengatakan para mitra pengencernya sekarang menawarkan busana yang cocok dengan bentuk tubuh pelanggan ketika pelanggan melakukan pencarian awal. Pelanggan memberi tahu tiga informasi terkait diri mereka – tinggi badan, berat badan, dan usia – kemudian teknologi tersebut mengkalkulasi bentuk tubuh ketimbang ukuran tubuh pelanggan yang mendekati akurat, untuk menentukan kecocokan dengan busana yang manapun dan menawarkan rekomendasi yang lebih akurat.
Dan Gap Inc. memiliki aplikasi berbasis realitas tertambah (augmented reality) sebagai hasil kerjasama dengan Google dan sebuah perusahaan rintisan, Avametric, yang memungkinkan pelanggan untuk mencoba busana secara virtual. Para pelanggan memberikan informasi seperti tinggi badan dan berat badan kemudian aplikasi menyajikan model tiga dimensi kepada mereka. Sayangnya, alat ini hanya berfungsi pada telepon pintar dengan fitur Google Tango.
Sebastian DiGrande, wakil presiden direktur dan direktur strategi dan urusan pelanggan di Gap, mengatakan aplikasi realitas tertambah telah menghasilkan masukan yang bagus, namun perusahaan itu masih berusaha untuk menentukan apakah para pelanggan benar-benar menginginkan model virtual 3 dimensi.
Serupa dengan merk busana Tommy Hilfiger yang telah mengembangkan aplikasi telepon pintarnya sendiri yang mengandalkan kamera dan pengenalan citra. Aplikasi ini memiliki fitur realitas tertambah yang memungkinkan para pelanggan bagaimana busana tersebut tampak dalam model virtual – ketimbang jenis tubuh mereka sendiri.
Dan peritel busana pria Bonobos, yang sekarang dimiliki oleh Wal-Mart, meluncurkan sebuah aplikasi yang menawarkan kepada para pelanggannya lemari pakaian virtual yang menampilkan barang-barang yang mereka beli dan simpan. Aplikasi ini mengubah pengunjung situs menjadi pembeli dalam tingkat yang lebih cepat, ujar Andy Dunn, pendiri Bonobos.
Banyak perusahaan yang cepat mengambil peluang dengan menawarkan berbagai perangkat baru, namun banyak dari aplikasi tersebut yang terlalu bersifat “akal-akalan,” ujar Sapna Shah, pendiri Red Giraffe Advisors, yang berinvestasi untuk tahap awal di teknologi busana.
“Kalau bukan Amazon, apakah aplikasi khusus merek tertentu menjadi cara terbaik untuk orang-orang berbelanja di masa yang akan datang?” ujarnya. “Berapa banyak aplikasi yang harus diinstal orang pada telepon pintarnya?”
Dan seluruh perusahaan-perusahaan itu harus dapat mempengaruhi para pelangganya yang lebih suka untuk menyentuh dan melihat barang-barang yang ingin mereka beli secara langsung.
“Bagus sekali melihat perusahaan-perusahaan itu bekerja keras untuk meluncurkan semua aplikasi ini, tapi saya merasa ragu,” ujar Doug Garnett dari Portland, Oregon. Garnett mengatakan ia membeli beberapa busana secara online saat ia tau dan memahami tentang merk-merk dari busana itu, namun selain itu, “Saya harus melihatnya langsung saat saya mengenakan busana itu sebelum saya memutuskan untuk membelinya, dan saya benar-benar lebih suka untuk melihatnya langsung di toko.”
Tawaran sesuai preferensi pribadi
Sejalan dengan usaha Amazon yang merambah sektor busana, perusahaan tersebut dapat menggunakan basis data yang dimilikinya untuk mendorong tren dan tawaran yang sesuai untuk masing-masing individu dan merekam pelanggan saat mencoba busana dan merekomendasikan setelan yang pas. Perusahaan itu bekerja dengan aplikasi Style Check miliknya, yang memanfaatkan kemampuan mesin untuk belajar dan nasihat dari para pakar. Potensi: Belajar tentang gaya para pelanggan dan merekomendasikan pelanggan untuk membeli setelan busana yang pas. Amazon dikabarkan tengah menjajaki gagasan untuk dengan cepat menerima pesanan online untuk busana yang disesuaikan dengan pelanggan.
Perusahaan itu juga dilaporkan mengakuisisi Body Labs, yang mencipatakan beragam model 3 dimensi tubuh yang mendekati kenyataan.
“Kami senantiasa mendengarkan keinginan pelanggan, belajar, dan berinovasi atas nama pelanggan dan menyajikan produk-produk yang kemungkinan akan disukai pelanggan,” ujar wanita juru bicara Amazon, Molly Wade. Ia tidak bersedia berkomentar tentang prospek tawaran produk yang disesuaikan dengan kebutuhan individu atau laporan tentang akuisisi Body Labs.
Steve Barr, pemimpin untuk sektor konsumen dan eceran pada perusahaan konsultan PwC, mengatakan Amazon sedang mengumpulkan pengalaman berdasarkan analisis data yang bersifat masif. Namun ia mengatakan pendekatan semacam itu memiliki berbagai keterbatasan.
“Tidak perduli seberapa hebat Amazon dengan kemampuan kecerdasan buatan dan perilaku prediktifnya,” ujar Bar, “mereka tidak dapat menyematkan label merah di celana jean yang dijualnya atau logonya di sepatu yang mereka jual.” [ww]