Dakwaan “palsu” adalah istilah yang digunakan oleh mantan presiden AS sekaligus kandidat capres 2024, Donald Trump, untuk menggambarkan dakwaan terbaru yang dihadapinya, ketika ia berkampanye Sabtu (5/8) lalu di Kota Columbia, South Carolina.
Minggu lalu, ia menjalani sidang dakwaan karena dituduh bersekongkol untuk membatalkan kekalahannya dalam pemilu presiden AS 2020.
Pengacara Trump, John Lauro, mengatakan dalam acara “This Week” di stasiun televisi ABC bahwa para jaksa akan kesulitan membuktikannya. “Apakah ia bertindak secara tidak jujur, bertindak dengan rasa bersalah atau tidak disertai niat jahat, mereka tidak akan pernah bisa membuktikannya.”
Setelah Trump mengunggah sebuah pernyataan di media sosial yang tampaknya merupakan janji balas dendam pada siapa pun yang menargetnya, jaksa meminta hakim federal untuk membatasi informasi yang dapat ia dan timnya bagikan secara terbuka terkait kasus itu.
Tim hukum Trump diberi waktu hingga Senin (7/8) waktu setempat untuk memberikan tanggapan. Lauro mengatakan kepada CNN, “Pers dan rakyat Amerika dalam musim kampanye berhak mengetahui bukti apa yang ada dalam kasus ini, kecuali bukti itu dilindungi. Oleh sebab itu kami akan menentang permintaan itu.”
Your browser doesn’t support HTML5
Mantan Wakil Presiden AS Mike Pence, yang sama-sama menjadi kandidat capres dari Partai Republik dan dapat dipanggil untuk bersaksi dalam kasus itu, menjelaskan kepada CNN alasan ia menolak permintaan pengacara Trump untuk membalikkan hasil pilpres dua setengah tahun lalu.
“Tidak ada wakil presiden atau individu mana pun yang berhak memilih presiden Amerika. Kursi kepresidenan adalah milik rakyat Amerika dan hanya rakyat Amerika,” kata Pence.
Reaksi dunia terhadap berbagai masalah hukum yang dihadapi Trump tidak terlalu kentara. James Long, dosen ilmu politik di University of Washington, mengaku tidak terkejut.
BACA JUGA: Pence Soal Dakwaan Trump: Saya Berharap Tak Sampai Seperti Ini“Beberapa pemimpin di negara-negara tertentu telah menyerap pesan yang salah dari perilaku Trump sejauh ini. Tapi saya pikir, untuk saat ini, alangkah bijaksana bagi mereka untuk tetap diam dan membiarkan proses ini berjalan dengan sendirinya seiring upaya mereka untuk terus menjalin hubungan diplomatik yang sehat dengan Amerika Serikat,” ujarnya.
Meskipun masyarakat internasional mungkin muak dengan berita itu atau menganggapnya tidak terlalu berdampak, dakwaan Trump yang terbaru patut dianggap serius, kata Kathryn Sikkink, spesialis hubungan internasional Harvard Kennedy School.
Your browser doesn’t support HTML5
“Jika Anda tidak mempunyai demokrasi atau demokrasinya lemah, maka hak asasi manusia terancam. Oleh karena itu saya percaya bahwa dalam jangka panjang, jika masalah ini ditangani dengan baik di Amerika Serikat, negara-negara lain akan memerhatikan.”
Menurutnya, masalah itu dapat menjadi contoh bagaimana AS mampu mengatasi masalahnya dengan menggunakan hukum. [rd/lt]