Saat para diplomat berusaha mempersiapkan babak baru perundingan perdamaian mengenai Suriah yang dimulai Rabu di Jenewa, situasi di lapangan semakin parah. Pasukan pemerintah dan sekutu mereka bentrok dengan pejuang oposisi di Aleppo, sementara serangan udara Suriah menghantam daerah-daerah yang dikuasai pemberontak di provinsi Homs.
Tentara Suriah, yang didukung oleh angkatan udara Rusia, telah mengepung Aleppo yang dikuasai pemberontak. Pertempuran sengit antara kedua belah pihak melanggar gencatan senjata 27 Februari. Masing-masing menyalahkan pihak lain atas pelanggaran itu.
Amerika Serikat menyerukan agar pihak-pihak yang bersaing memusatkan upaya mereka untuk melawan kelompok teroris.
"Menteri Luar Negeri AS John Kerry sebenarnya menyatakan keprihatinan ini kepada Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan juga membahas bagaimana memastikan agar dalam hari-hari berikutnya semua upaya tambahan dilakukan guna mempertahankan dan mengokohkan gencatan senjata. Dan itu termasuk berusaha menentukan lokasi kelompok-kelompok pertempuran yang berbeda dan memastikan kita memusatkan upaya kita melawan ISIS dan Front al Nusra yang belum ikut menandatangani gencatan senjata," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner.
Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura mengadakan pertemuan dengan para pemangku kepentingan regional untuk mempersiapkan perundingan Jenewa pekan ini.
"Pembicaraan Jenewa tahap berikutnya sangat penting karena kita akan berfokus secara khusus pada transisi politik, pada pemerintahan dan prinsip-prinsip konstitusional," jelas Staffan de Mistura.
Suriah sedang mempersiapkan pemilihan parlemen hari Rabu. "Sejumlah besar kandidat menunjukkan bahwa lebih banyak warga Suriah ingin berpartisipasi dalam urusan politik. Semua orang ingin mencari jawaban yang tepat untuk kemajuan politik," kata analis politik Mohammad Alomari.
Dukungan Rusia bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad mempersulit pembicaraan, mengingat pihak oposisi telah menegaskan bahwa Assad tidak dapat memainkan peran apa pun dalam pemerintahan transisi.
"Kami sedang berusaha menemukan pemerintahan sipil yang demokratis, pluralistik, di mana semua hak dan kewajiban sama. Tidak ada perbedaan antara satu warga dan yang lain, tidak dalam hal nasionalisme atau sektarianisme, atau dalam hal denominasi, sama sekali tidak. Kita harus hidup seperti ini di Suriah," kata Asaad Al-Zoubi, anggota senior Komite Tinggi Negosiasi oposisi Suriah, HNC.
Tapi pemerintah bersikeras bahwa dalam suatu masyarakat demokratis seperti itu, orang memiliki hak untuk memutuskan melalui pemilihan umum apakah mereka ingin Assad sebagai presiden atau tidak. [as/ab]