Situs arkeologi Irak yang berhasil bertahan ribuan tahun, termasuk dalam menghadapi amukan perang, kini menghadapi ancaman baru di era modern: perubahan iklim. Cuaca panas mendorong terjadinya badai pasir sehingga secara perlahan mengubur situs-situs tersebut.
Harta karun Babilonia kuno, yang digali dengan susah payah, perlahan-lahan kembali menghilang di bawah pasir yang tertiup angin karena suhu panas yang meningkat dan kekeringan yang berkepanjangan.
Irak, salah satu negara yang paling parah terkena dampak perubahan iklim, diterpa belasan badai pasir besar pada tahun lalu. Badai pasir mengubah langit menjadi jingga, menghentikan kehidupan sehari-hari dan membuat rakyatnya terengah-engah.
Ukiran batu berusia 2.700 tahun terlihat di Mosul, Irak, Senin, 24 Oktober 2022. (Foto: AP)
Saat badai reda, lapisan pasir halus menutupi segalanya -- termasuk reruntuhan Sumeria Umm al-Aqarib, "Bunda Kalajengking", di provinsi gurun selatan Dhi Qar.
Badai pasir perlahan mulai mengubur fasad terakota kuil dan banyak artefak yang tak ternilai harganya selama bertahun-tahun, kata arkeolog Aqeel al-Mansrawi.
Arkeolog di Irak memang harus selalu menyekop pasir, tetapi sekarang volume pasir yang harus digali juga semakin bertambah.
Setelah satu dekade badai yang memburuk, pasir di Umm al-Aqarib sekarang "menutupi sebagian besar situs", yang berasal dari sekitar 2350 Sebelum Masehi (SM) dan membentang lebih dari lima kilometer persegi, katanya.
Pekerja Irak membersihkan patung banteng bersayap di sebuah situs arkeologi di Nimrud dalam foto tahun 2001 ini. Militan ISIS membuldoser dan menjarah situs kuno tersebut, kata pemerintah Irak, 6 Maret 2015. (Foto: AFP)
Di masa lalu, ancaman terbesar situs bersejarah Irak adalah penjarahan barang antik di reruntuhan, di mana pecahan tembikar dan tablet tanah liat bertuliskan tulisan paku kuno ditemukan.
Sekarang perubahan cuaca dan dampaknya terhadap tanah menjadi ancaman tambahan bagi situs-situs kuno di seluruh Irak selatan, kata Mansrawi.
"Dalam 10 tahun ke depan," katanya, "diperkirakan pasir bisa menutupi 80 hingga 90 persen situs arkeologi."
BACA JUGA: Kepala UNESCO Janjikan Bantuan untuk Pulihkan Situs-situs Irak yang Dijarah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan Irak merupakan salah satu dari lima negara yang paling terkena dampak dari efek perubahan iklim, termasuk ancaman kekeringan.
Bendungan hulu di Turki dan Irak mengurangi aliran sungai-sungai besarnya, dan lebih banyak air terbuang sia-sia oleh sistem irigasi kuno Irak dan praktik pertanian yang ketinggalan zaman.
Temperatur musim panas mencapai 50 derajat Celsius sekarang sering melanda Irak di mana kekeringan telah mengeringkan area pertanian, mendorong para petani dan penggembala ke kota-kota yang padat. [ah/ft]