Perusahaan yang Bergantung Pada Impor dari China Berkejaran dengan Waktu

Petugas Korea Utara (mengenakan pakaian pelindung) menyemprotkan cairan desinfektan di Bandara Internasional Pyongyang , 1 Februari 2020. (Foto: dok).

Bagi sejumlah perusahaan yang bersiap-siap menderita kerugian akibat wabah virus dari China, dampaknya belum terasa karena masalah waktu perebakannya. Wabah merebak pada saat pabrik-pabrik dan banyak bisnis di China tutup untuk memberikan kesempatan bagi pegawai mereka mudik untuk merayakan liburan Imlek.

Namun ini tidak akan berlangsung lama.

Jika banyak industri China tetap ditutup selama beberapa minggu mendatang, yang sangat mungkin terjadi, maka perusahaan ritel, perusahaan mobil dan pabrik-pabrik di Barat yang bergantung pada impor dari China akan mulai kehabisan persediaan produk mereka.

Untuk memenuhi tenggat bagi produk-produk musim panas, pakar ritel mengatakan pabrik-pabrik di China perlu mulai meningkatkan produksinya tanggal 15 Maret. Bisnis ritel akan lemah pada musim yang penting yaitu musim gugur dan dimulainya tahun ajaran baru, jika pabrik-pabrik di China tidak beroperasi hingga tanggal 1 Mei.

BACA JUGA: Korban Meninggal Virus Corona di China Tembus Lebih dari 400 Orang

Steve Pasierb, presiden direktur Assosiasi Industri Mainan mengatakan, ada ketidakpastian yang dampaknya akan sangat besar jika situasi ini berlangsung selama berbulan-bulan.

Kota Wuhan di China yang paling parah terimbas wabah merupakan pusat produksi otomotif. Kota Wuhan dan kota-kota tetangganya telah ditutup sehingga membuat 50 juta warganya terisolasi dan pabrik-pabrik tidak beroperasi.

Sejauh ini, perusahaan mobil di Amerika belum membatasi produksi yang membutuhkan suku cadang dari China. Namun David Closs, professor emeritus dari Jurusan Manajemen Rantai Pasokan di Universitas Michigan mengatakan tidak banyak waktu yang tersisa.

“Saya kira hanya beberapa minggu saja, satu hingga tiga minggu”, katanya. [lj/uh]