Pemerintah segera mengucurkan dana kompensasi musibah kekeringan untuk petani padi yang mengalami gagal panen.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Erma Budiyanto kepada VOA menyatakan pemerintah segera mengucurkan dana kompensasi musibah kekeringan untuk petani padi yang mengalami gagal panen atau puso.
Menurutnya, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 199 milliar yang akan disalurkan pada akhir bulan ini. Saat ini menurut Erma, pihaknya sedang menyusun laporan terperinci siapa saja petani yang berhak mendapatkan ganti rugi.
Erma menambahkan bahwa bantuan untuk tiap petani mencapai Rp 3,7 juta per hektar yang terdiri atas biaya pengolahan lahan senilai Rp 2,6 juta dan bantuan pupuk Rp 1,1 juta. Dana ini, lanjut Erma, merupakan bagian dari anggaran cadangan ketahanan pangan senilai Rp 1,4 trilliun.
“Kompensasinya diberikan untuk membeli pupuk, untuk tenaga kerja sebanyak Rp 3,7 juta per satu hektar. Kalau tingkat nasional saya nyatakan porsinya kekeringan sekarang itu baru 0,13 persen. Ramalan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) musim hujan akan normal dimulainya nanti sekitar Oktober, November,” ujar Erma.
Data Kementerian Pertanian menyatakan total luas sawah yang terkena kekeringan sejak Januari hingga Agustus 2012 sekitar 156 ribu hektare. Sedangkan yang mengalami puso atau gagal panen sekitar 10 ribu hektar. Area pertanian di Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten mengalami dampak kekeringan paling besar.
Erma menambahkan kekeringan yang terjadi saat ini tidak terlalu berpengaruh pada stok beras nasional.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia Ahmad Yakub mengatakan kompensasi Rp3,7 juta per 1 hektar yang akan diberikan petani terlalu kecil, karena petani yang mengalami gagal panen akan mengalami kerugian sebesar Rp 20 juta per hektarnya.
“Rata-rata itu kan kalau bagus panen 5-6 ton gabah kering panen per hektar. Kalau dikonversi dengan rupiah, dengan rata-rata harga bagus Rp 4 ribu per kilogram gabah kering panen, setidaknya ada 20 juta yah kehilangan petani. Rp20 juta itu kan ada benih, pupuk, sewa buruh tani lainnya untuk panen, untuk tanam dan bersih-bersih,” ujarnya.
Yakub menilai pemerintah tidak melakukan antisipasi yang baik untuk mencegah terjadi kekeringan jika musim kemarau tiba. Seharusnya kata Yakub pemerintah melakukan terobosan untuk mencegah terjadinya puso atau gagal panen.
“Misalnya menangkap air dari sumber-sumber air tenaga angin dengan sejenis kincir aingin. Kemudian pemerintah bisa membuat teknologi-teknologi kecil di puncak-puncak bukit itu dibikin sejenis waduk kecil dengan penakar air. Nah, ketika kemarau ini sangat bermanfaat,” ujar Yakub.
Menurutnya, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 199 milliar yang akan disalurkan pada akhir bulan ini. Saat ini menurut Erma, pihaknya sedang menyusun laporan terperinci siapa saja petani yang berhak mendapatkan ganti rugi.
Erma menambahkan bahwa bantuan untuk tiap petani mencapai Rp 3,7 juta per hektar yang terdiri atas biaya pengolahan lahan senilai Rp 2,6 juta dan bantuan pupuk Rp 1,1 juta. Dana ini, lanjut Erma, merupakan bagian dari anggaran cadangan ketahanan pangan senilai Rp 1,4 trilliun.
“Kompensasinya diberikan untuk membeli pupuk, untuk tenaga kerja sebanyak Rp 3,7 juta per satu hektar. Kalau tingkat nasional saya nyatakan porsinya kekeringan sekarang itu baru 0,13 persen. Ramalan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) musim hujan akan normal dimulainya nanti sekitar Oktober, November,” ujar Erma.
Data Kementerian Pertanian menyatakan total luas sawah yang terkena kekeringan sejak Januari hingga Agustus 2012 sekitar 156 ribu hektare. Sedangkan yang mengalami puso atau gagal panen sekitar 10 ribu hektar. Area pertanian di Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten mengalami dampak kekeringan paling besar.
Erma menambahkan kekeringan yang terjadi saat ini tidak terlalu berpengaruh pada stok beras nasional.
Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia Ahmad Yakub mengatakan kompensasi Rp3,7 juta per 1 hektar yang akan diberikan petani terlalu kecil, karena petani yang mengalami gagal panen akan mengalami kerugian sebesar Rp 20 juta per hektarnya.
“Rata-rata itu kan kalau bagus panen 5-6 ton gabah kering panen per hektar. Kalau dikonversi dengan rupiah, dengan rata-rata harga bagus Rp 4 ribu per kilogram gabah kering panen, setidaknya ada 20 juta yah kehilangan petani. Rp20 juta itu kan ada benih, pupuk, sewa buruh tani lainnya untuk panen, untuk tanam dan bersih-bersih,” ujarnya.
Yakub menilai pemerintah tidak melakukan antisipasi yang baik untuk mencegah terjadi kekeringan jika musim kemarau tiba. Seharusnya kata Yakub pemerintah melakukan terobosan untuk mencegah terjadinya puso atau gagal panen.
“Misalnya menangkap air dari sumber-sumber air tenaga angin dengan sejenis kincir aingin. Kemudian pemerintah bisa membuat teknologi-teknologi kecil di puncak-puncak bukit itu dibikin sejenis waduk kecil dengan penakar air. Nah, ketika kemarau ini sangat bermanfaat,” ujar Yakub.