Sengitnya pemilihan gubernur Jakarta yang berlangsung dua putaran pada Februari dan April tahun ini diyakini sebagian pihak bisa mengubah peta politik saat ini.
Sejumlah pihak berspekulasi elektabilitas Presiden Joko Widodo yang dipercaya menyokong duet Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat, akan ambruk. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang merupakan partai pendukung utama pasangan Ahok-Djarok akan makin terpuruk di mata masyarakat.
Sebaliknya ada pula spekulasi lain bahwa elektabilitas Prabowo Subianto dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sebagai pendukung utama duet Anies Baswedan dan Sandiaga Uno akhirnya terpilih sebagai gubernur Jakarta untuk periode 2017-2022, akan meroket.
Namun ternyata pemilihan gubernur Jakarta tidak memiliki dampak signifikan pada peta politik nasional. Hal itu terlihat berdasarkan hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei itu dilakukan selama 14-20 Mei lalu, dengan melibatkan 1.350 responden dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Kamis (8/6), Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menjelaskan sebelum dan sesudah pemilihan gubernur Jakarta tersebut, dukungan untuk tokoh-tokoh tersebut untuk menjadi presiden tetap stabil.
Joko Widodo tetap yang teratas dan masih diikuti Prabowo Subianto di posisi kedua. Djayadi menambahkan stabilitas dukungan itu dimungkinkan oleh penilaian publik atas kinerja Presiden Joko Widodo dan kondisi makro nasional yang tidak banyak berubah.
Dari hasil survei, 67 persen masyarakat merasa puas dengan kinerja presiden dan 31 persen menyatakan tidak puas.
Ditekannya bahwa jika pemilihan gubernur Jakarta berpengaruh dan presiden dianggap berada di belakang Ahok, seharusnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden menurun. Namun, ternyata hal itu tidak terbukti karena 69 persen masyarakat juga merasa yakin dengan kemampuan Presiden Joko Widodo untuk memimpin negara.
Djayadi mengatakan elektabilitas Presiden Joko Widodo juga masih lebih unggul dibandingkan dengan Prabowo. Selain kedua tokoh tersebut, masyarakat melihat belum ada tokoh alternatif yang dianggap pantas memimpin Indonesia.
"Kalau kita lihat pertarungan head to head antara tokoh yang diduga bakal memenangkan pemilihan presiden dengan pesaing terdekatnya, dalam hal ini, Pak Jokowi melawan Pak Prabowo Subianto. Yang diprediksi menang sudah mencapai ambang batas psikologis di atas 50 persen ketika ada head to head. Ini artinya kalau pemilu diadakan sekarang dan yang bertarung adalah Pak Jokowi dan Pak Prabowo, Pak Jokowi menang lagi," kata Djayadi.
Djayadi mengatakan peta dukungan pada partai politik sebelum dan setelah pemilihan gubernur Jakarta juga tidak banyak berubah. PDIP masih teratas dengan 21,7 persen disusul Partai Gerindra (9,3 persen) dan Golkar (9 persen).
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono membantah hasil survei SMRC tersebut. Dia meyakini pemilihan gubernur Jakarta yang digelar baru-baru ini telah mengubah peta politik nasional.
Alasannya. kemenangan Gerindra dalam pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah sedikit banyaknya dipengaruhi oleh kemenangan pasangan Anies-Sandi dukungan Gerindra.
Ferry menambahkan elektabilitas dan popularitas Presiden Joko Widodo saat ini turun. Hal ini bisa terlihat di media sosial. Dia mengatakan jumlah orang yang tidak suka Presiden Joko Widodo di media sosial beranjak naik.
Menurut Ferry, pemilihan gubernur Jakarta sebenarnya telah membuka kotak pandora mengenai politik identitas di Indonesia. "Terbukanya kotak pandora politik identitas di Indonesia itu menjadi fenomena baru yang akan membelah, akan membuat masyarakat terfragmentasi atas dasar kepentingan-kepentingan, baik atas nama kepentingan agama, ras, dan apapun," kata Ferry.
Ferry mengaku heran dengan hasil survei SMRC yang menyebut popularitas PDIP tetap stabil. Padahal menurutnya popularitas PDIP telah mendapat hukuman elektoral dari masyarakat, yakni pasangan Ahok-Djarot dukungan PDIP kalah dalam pemilihan gubernur Jakarta.
Your browser doesn’t support HTML5
Politikus PDIP Maruarar Sirait membenarkan pemilihan gubernur Jakarta tidak berpengaruh pada peta politik secara nasional, yakni popularitas dan elektabilitas Presiden Joko Widodo serta PDIP masih stabil.
"Jadi kalau ditanya ada pengaruhnya, ya ada pengaruhnya, yaitu Jokowi menang dari Prabowo. Kalau itu saya harus akui betul ada pengaruhnya. Kemudian di nasional ada pengaruhnya, perbedaan antara Jokowi dan Prabwo makin tinggi. Perbedaan antara PDIP dan Gerindra makin tinggi. Jadi jelas ada pengaruhnya," kata Maruarar.
Hasil survei SMRC tersebut juga menunjukkan masyarakat masih menilai positif situasi politik, ekonomi, penegakan hukum, dan keamanan di Indonesia. [fw/lt]