Polda Papua Tak Tambah Pasukan untuk Kejar Pelaku Pembunuhan Briptu Hedar

Para petugas kepolisian mengusung peti jenazah Briput Hedar di Bandara Mozes Kilangin, Timika, 13 Agustus 2019.

Kepolisian Daerah Papua tidak akan menambah pasukan untuk mengejar kelompok bersenjata (KKB) pelaku pembunuhan Briptu Hedar, tapi tetap mengintensifkan pencarian.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Pol. AM Kamal, dalam wawancara dengan VOA di Polda Papua, di Jayapura, Jumat (16/8).

“Tidak ada (penambahan pasukan), meski Ilaga itu kabupaten baru, belum ada polres. Hanya ada penguatan-penguatan dari Polda Papua,” ujar Kamal.

“Kami tetap melakukan pencarian. Alhamdulillah di sana ada rekan-rekan TNI sehingga komunikasi terbangun,” kata Kamal sambil menambahkan pasukan TNI membantu pencarian di beberapa titik di mana anggota KKB sering melintas.

Kabidhumas Polda Papua Kombes Pol. AM. Kamal saat wawancara dengan reporter VOA di Polda Papua di Jayapura, Jumat, 16 Agustus 2019. (Foto: Ahadian Utama/VOA)

Seperti diberitakan beberapa media, Briptu Hedar, anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua, disandera dan dibunuh oleh sekelompok orang, diduga KKB, di Puncak, Papua, pada Senin (12/8/2019). Saat kejadian, Hedar sedang melakukan penyelidikan dalam penyamaran di Kabupaten Puncak Jaya bersama seorang rekannya.

Pada hari kedua setelah insiden, polisi sempat ke lokasi kejadian untuk olah tempat kejadian perkara (TKP). Saat melakukan olah TKP, tim polisi juga sempat ditembaki oleh sekelompok, ungkap Kamal. Polisi berupaya mengejar para pelaku, namun tidak berhasil karena kendala alam yang menyulitkan.

Menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta polisi untuk menyerang balik pelaku penembakan Briptu Hedar, Kamal mengatakan prinsipnya bukan serang-menyerang, tapi polisi memang harus melakukan penangkapan saat terjadi kejahatan pembunuhan.

BACA JUGA: Imparsial: Evaluasi Kebijakan Keamanan di Nduga Penting Segera Dilakukan

Kamal mengakui kondisi geografis Papua dan jaringan komunikasi yang kurang memadai menyulitkan upaya pengejaran.

“Jaringan (komunikasi) susah. Kami sendiri saja untuk komunikasi mengalami kendala, terlepas dari kondisi alam yang terjal dan berbukit-bukit tinggi,” kata Kamal.

Kesanggupan Bupati Nduga Jaga Keamanan

Kamal juga menanggapi seruan dari berbagai kelompok masyarakat dan Bupati Nduga Yairus Gwijangge untuk menarik pasukan TNI dan polisi dari Nduga untuk mengakhiri konflik dengan KKB di wilayah tersebut.

“Apakah bupati menjamin situasi tetap kondusif, tidak ada pembantaian dan sebagainya terhadap siapa pun?” tanya Kamal.

BACA JUGA: Tim Kemanusiaan Nduga: Pengungsi Tolak Bantuan Pemerintah

“Minta maaf ini, kelompok-kelompok yang meminta TNI-Polri keluar dari Nduga, tolong pikir dan cermati. TNI-Polri hadir di sana memberikan pengayoman kepada masyarakat,” tambahnya.

Seperti diketahui, TNI dan Polri menggelar operasi militer di Nduga sejak awal Desember 2018 menyusul penyerangan dan pembunuhan puluhan pekerja PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan proyek jembatan.

Menurut kelompok-kelompok HAM, kehadiran personel Polri dan TNI mengusik ketenangan warga yang masih trauma dengan kehadiran militer sejak peristiwa Mapenduma pada 1996. Konflik yang berkepanjangan antara TNI, Polri, dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat –Organisasi Papua Merdeka mengakibatkan masyarakat kesulitan mengakses layanan kesehatan dan pendidikan.

Situasi aman, kata Kamal, juga akan mendukung pembangunan di daerah.

BACA JUGA: Aktivis Papua: Jumlah Korban Tewas Konflik Nduga Lebih Besar dari yang Dilaporkan

“Pemerintah pusat memikirkan bagaimana Nduga dan distrik-distrik sampai ke Kabupaten Jayawijaya bisa tersambung dengan Baik. Bagaimana mobilisasi masyarakat bisa lebih baik, ekonomi bisa baik,” tuturnya.

Perluasan Pelayanan

Kamal menegaskan kehadiran TNI-Polri di suatu tempat juga bertujuan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat, seperti untuk pengurusan administratif. Misalnya, pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), yang biasanya diperlukan untuk melamar pekerjaan. Contohnya, di Papua baru ada 23 polres untuk melayani 28 kabupaten dan satu kota.

“Ini juga menjadi concern, yaitu bagaimana memberikan perluasan pelayanan kepada masyarakat. Misalnya, membuat SKCK. Masak membuat SKCK harus terbang ke Wamena,” ujar Kamal. [ab/au/ft]