Dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (16/7), Direktur Tindak Pidana Umum Polri Brigadir Jenderal Nico Afinta menjelaskan, dari kasus kedua yang berhasil diungkap ini, ada empat korban yakni Tasini binti Wanta Cawas, Nadya Pratiwi, Wiwi Wulansari, dan Reycal Alya Fanet binti Suparno.
Nico menambahkan polisi berhasil mengungkap perkara perdagangan orang tersebut setelah korban melapor dan ada pula korban yang ditemukan tidak bernyawa. Polisi kemudian bergerak dan menangkap ketujuh tersangka.
"Untuk yang pertama (tempat kejadian di Arab Saudi), korban atas nama Tasini mengalami luka berat karena dianiaya oleh majikan. Kemudian Tasini melapor kepada kedutaan kita di sana (Kedutaan Besar Republik Indonesia di ibu kota Riyadh) kemudian kembali ke Jakarta," kata Nico.
Polisi lalu melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap tersangka bernama Mamun (perekrut). Sejak 2011-2019, Mamun sudah memberangkatkan sekitar 500 orang ke Asia Pasifik dan Timur Tengah. Dia mendapat keuntungan hampir Rp 40 juta setiap bulan.
BACA JUGA: Pemerintah Akui Sulit Berantas Kasus Perdagangan OrangTersangka kedua dalam kasus Tasini adalah Fasisal Fahtruroji bin Muhammad Yakub Malik yang bertindak sebagai agen atau sponsor. Dari 2016-2019, dia sudah memberangkatkan sekitar 100 orang dengan keuntungan Rp 60 juta per bulan.
Nico mengatakan Tasini direkrut Mamun dengan biaya Rp 6 juta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Dia dijanjikan gaji 1.200 riyal tiap bulan. Korban direkrut dan dikirim ke Saudi tanpa menjalani prosedur rute Jakarta-Batam-Kuala Lumpur-Arab Saudi. Korban disiksa majikan hingga sekujur tubuh luka dan terancam lumpuh.
Korban kedua, Nadya Pratiwi, meninggal setelah loncat dari jendela rumah majikan di Mesir, ibu Kota Kairo. Korban berusaha kabur karena tidak tahan terus disiksa majikan.
Nadya direkrut Een Maemunah dengan biaya Rp 7 juta untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Mesir. Selain Een, tersangka lain dalam kasus Nadya adalah Ahmad Syaifudin alias Udin yang berlaku sebagai sponsor atau agen.
Een sudah merekrut 200 orang selama 2016-2019 dengan keuntungan Rp 5 juta per orang. Sedangkan Udin sudah merekrut 500 orang selama 2016-2019 dengan keuntungan Rp 12 juta per orang.
Korban ketiga bernama Reycal Alya Fanet binti Suparno. Ketika direkrut Aan Nurhayati alias Nur dengan biaya Rp 2 juta, Reycal masih berumur 15 tahun. Dia kemudian dikirim ke Turki oleh tersangka berinisial A lewat rute Jakarta-Batam-Kuala Lumpur-Jeddah-Istanbul. Reycal mulanya dijanjikan bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab, dengan gaji Rp 7,5 juta per bulan.
Di Turki, majikan mempekerjakan Reycal tanpa istirahat, makan hanya sekali sehari, dan kadang diberi makanan sisa majikan. Selama bekerja, korban tidak pernah mendapat gaji.
Korban keempat bernama Wiwi Wulansari dijanjikan bekerja menjadi pengasuh anak bergaji Rp 8 juta per bulan di Singapura, tetapi malah dijadikan terapis di Onyx Spa di Jakarta. Wiwi direkrut Wayan Susanto alias Ega. Tersangka satunya lagi bernama Siti Sholikatun alias Ika.
Korban dua kali diperkosa oleh Ega dan diberi uang Rp 1,5 juta sebelum dibolehkan pulang.
BACA JUGA: 29 WNI Diduga Korban “Pengantin Pesanan” di ChinaLebih lanjut Nico mengatakan tindak lanjut dari kasus perdagangan orang tersebut, Polri berkoordinasi dengan KBRI di Riyadh, Kairo, dan KBRI Ankara agar majikan dari ketiga korban - Tasini, Nadya, dan Reycal - dikenai proses hukum. Untuk kasus yang menimpa Wiwi, polisi sudah mencabut izin operasi spa.
"Para tersangka melanggar Pasal 4, Pasal 81, Pasal 86 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dimana ancamannya 5-15 tahun (penjara)," ujar Nico.
Kepala Sub Direktorat Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna mengatakan pihaknya sangat menghargai dan mengapresiasi kinerja Polri. Dia mengakui pengiriman buruh migran ke luar negeri sekarang banyak menggunakan modus perseorangan, bukan perusahaan penyalur resmi.
Yuli berharap keberhasilan Polri dalam membongkar kasus perdagangan orang dapat memberi efek jera kepada pelaku dan korban.
Menurutnya, pihaknya sudah mengambil sejumlah langkah pencegahan terhadap pengiriman tenaga kerja ke luar negeri secara non-prosedural.
"Di 2019, kita sudah melakukan kurang lebih 15 kali sidak (inspeksi mendadak), menindaklanjuti aduan-aduan masyarakat. Ada 24 PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) yang kita sidak, itu di Jakarta termasuk di daerah. Kita mencegah 98 orang yang (akan) diberangkatkan secara non-prosedural," ujar Yuli.
Yuli menambahkan saat ini terdapat 444 PPTKIS. Tahun ini ada dua PPTKIS yang dikenai skorsing oleh Kementerian Ketenagakerjaan. (fw/ka)