Pihak berwenang Hong Kong, Senin (7/12), menangkap delapan orang sehubungan dengan aksi protes ilegal di sebuah kampus universitas bulan lalu.
Menurut kepolisian Hong Kong dan media-media setempat, penangkapan tersebut dilakukan sehubungan dengan demonstrasi di Chinese University of Hong Kong di mana lebih dari 100 orang memprotes keputusan untuk mengadakan upacara kelulusan secara online. Upacara-upacara semacam itu sering digunakan mahasiswa sebagai sarana untuk mengungkapkan pandangan politik mereka.
Dalam demonstrasi itu, beberapa pengunjuk rasa menyerukan kemerdekaan Hong Kong, dan mengangkat poster-poster bertuliskan “Bebaskan Hong Kong, Revolusi zaman kita'' yang dianggap memiliki gagasan separatis dan dilarang berdasarkan undang-undang keamanan nasional kota itu.
Polisi tidak merinci siapa saja yang ditangkap. Arthur Yeung, lulusan dari universitas itu yang juga mencalonkan diri dalam pemilihan dewan distrik kota tahun lalu, diduga termasuk di antara mereka yang ditangkap. Sebuah pernyataan di laman Facebook Yeung mengatakan ia ditangkap di rumahnya, Senin pagi (7/12).
Dua anggota dewan distrik, Isaac Lee dan Eason Chan, juga ditangkap, menurut pernyataan mereka di laman Facebook masing-masing.
BACA JUGA: Sejumlah Anggota Kongres AS Kecam Hukuman terhadap Aktivis Hong KongSurat kabar South China Morning Post, yang mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, mengatakan, kedelapan orang yang ditangkap itu kini sedang diselidiki oleh petugas keamanan nasional.
Penangkapan kedelapan orang tersebut berlangsung sementara Hong Kong dan Beijing bertindak semakin keras terhadap para pembangkang di kota itu, menyusul penerapan undang-undang keamanan nasional Beijing di Hong Kong mulai Juni lalu yang bertujuan untuk mengekang kerusuhan politik dan protes antipemerintah.
Tindakan keras tersebut telah memicu tuduhan bahwa Beijing melanggar otonomi yang dijanjikan ketika bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke China pada tahun 1997. Tindakan itu juga telah memicu munculnya peringatan-peringatan bahwa Partai Komunis yang berkuasa merusak daya tarik Hong Kong sebagai pusat bisnis global dan salah satu kota paling dinamis di Asia. [ab/uh]