Kepala Divisi Hubungan Kemasyarakatan Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Settyo Wasisto menyatakan sejak bom bunuh diri di Kampung Melayu pada 24 Mei lalu, Detasemen Khusus 88 sudah membekuk 41 terduga teroris dari sejumlah daerah di Indonesia.
Untuk mencegah serangan teroris terjadi lagi, Detasemen Khusus 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) gencar memburu jaringan teror di Indonesia selepas serangan bom bunuh diri di terminal bus Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Bom bunuh diri di Kampung Melayu pada bulan lalu itu menewaskan lima orang yaitu dua pelaku dan tiga polisi - serta melukai sebelas orang lainnya. ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Inafis Markas besar Polri, dua pengebom bunuh diri itu adalah Ikhwan Nurul Salam dan Ahmad Syukri, anggota jaringan terorisme Jamaah Ansarud Daulah Mundiriyah, Bandung, Jawa Barat.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam jumpa pers di kantornya Kamis (22/6), Kepala Divisi Hubungan Kemasyarakatan Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menjelaskan sejak bom bunuh diri di Kampung Melayu pada 24 Mei lalu, Detasemen Khusus 88 sudah membekuk 41 terduga teroris dari sejumlah daerah di Indonesia.
"Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya terkait dengan peristiwa bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, antara lain Jajang Ikin Sodikin, Waris Suyitno, Asep Sofyan, Rohim, Agus Suryana, Heri Sundana, Kiki Muhammad Ikbal, Muslim Afifi, dan Wahidun. Sedangkan tersangka lainnya merupakan afiliasi jaringan terorisme yang apabila tidak dilakukan penangkapan, akan melakukan aksi yang sama," ungkap Setyo.
Menurut Setyo, dari hasil pemeriksa terdapat sebelas tersangka, termasuk dua pelaku, terkait dengan bom bunuh diri di Kampung Melayu. Sedangkan 31 orang lainnya merupakan anggota jaringan teroris lain yang ditindak untuk mencegah agar serangan serupa tidak berulang.
Dalam kesempatan itu, Setyo juga menunjukkan beragam barang bukti terkait kasus bom bunuh diri di Kampung Melayu. Di antaranya dus tempat panci yang dipakai untuk bom bunuh diri, lem silikon, piring. Juga ada barang bukti yang diambil dari tubuh korban, yakni gotri, gunting kecil, dan pecahan panci.
Kepala Biro Penerangan masyarakat Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengatakan dari 41 orang yang ditangkap, 36 orang ditetapkan sebagai tersangka dan lima lainnya dipulangkan karena tidak cukup bukti. Penangkapan terhadap para tersangka itu, tambahnya , dilakukan di Medan, Jambi, Jakarta, Pandeglang, Bandung, Cianjur, Garut, Kendal, Temanggung, Malang, Surabaya, dan Bima.
"Kita aktif sekali di lapangan jangan sampai Ramadan ini, Idul Fitri ini, dirusak oleh perilaku-perilaku terorisme," ujar Rikwanto.
Setyo menambahkan selama Januari hingga Juni tahun ini Detasemen Khusus 88 sudah menangkap lebih dari seratus orang terkait terorisme. Dia mengatakan Polri juga akan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup situs-situs yang mengajarkan pembuatan bom.
Setyo mengakui jaringan teroris di Indonesia kini sudah mampu meracik bahan peledak dengan harga murah. Untuk pembuatan dua bom dalam serangan bunuh diri di Kampung Melayu, mereka hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 850 ribu.
Sebelumnya, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones menilai jumlah kelompok radikal yang mendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia sekarang ini terus bertambah, bukan hanya satu kelompok tetapi beberapa. Kelompok radikal itu antara lain: Jamaah Anshorut Daulah yang secara ideologis di pimpin oleh Aman Abdurrahman dan juga sejumlah kelompok lain yang terdapat di kota-kota lain di Indonesia seperti Khatibul Iman di Solo yang didirikan oleh seseorang yang baru bebas dari penjara. [fw/al]