Populasi tokek di Asia Tenggara terancam karena perburuan berlebihan hewan yang dipakai dalam pembuatan obat tradisional di China dan negara lainnya itu.
Para aktivis memperingatkan pada Kamis (11/4) bahwa populasi alam liar tokek Asia Tenggara, atau disebut Tokay Gecko, ada dalam bahaya karena perburuan berlebihan untuk digunakan dalam pembuatan obat tradisional di China dan negara-negara lainnya.
Jaringan pengawasan perdagangan hewan liar TRAFFIC mendesak pemerintah di wilayah ini untuk memberlakukan peraturan yang lebih keras dan batas perdagangan hewan melata yang merupakan spesies tokek kedua terbesar itu.
“Mayoritas tokek yang diperdagangkan ini diambil dari alam liar,” menurut studi terbaru dari TRAFFIC, lembaga yang berbasis di Inggris itu.
Lembaga ini menambahkan bahwa meski hewan ini mengalami tingkat reproduksi dan kemampuan adaptasi yang tinggi, populasinya “rentan perburuan berlebihan” dan populasi yang menurun telah dilaporkan di negara-negara seperti Thailand dan Indonesia.
Berukurang panjang 40 centimeter dan berat 300 gram, tokek ini memiliki bercak-bercak di tubuhnya dengan kisaran warna kuning terang sampai merah dan memiliki suara kencang.
Makhluk ini ada di seluruh Asia Tenggara dan bukan spesies yang dilindungi di sebagian besar negara.
Ia digunakan dalam pembuatan obat tradisional di China, Hong Kong, Taiwan dan Vietnam untuk mengobati asma, diabetes dan penyakit-penyakit lainnya. TRAFFIC mengatakan satu spesimen dapat dihargai sampai ratusan dolar.
TRAFFIC mengatakan meski volume perdagangan keseluruhan tidak diketahui, data impor menunjukkan Taiwan saja mengimpor 15 juta tokek sejak 2004.
Perdagangan meningkat dalam beberapa tahun terakhir setelah ada kabar burung bahwa tokek ini dapat membantu mengobati AIDS, yang sudah disangkal oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
TRAFFIC mengatakan keyakinan itu telah memudar namun perdagangan untuk obat tradisional masih berlanjut, dan lembaga ini mendesak adanya penelitian untuk melihat dampak terhadap populasi di alam liar. (AFP)
Jaringan pengawasan perdagangan hewan liar TRAFFIC mendesak pemerintah di wilayah ini untuk memberlakukan peraturan yang lebih keras dan batas perdagangan hewan melata yang merupakan spesies tokek kedua terbesar itu.
“Mayoritas tokek yang diperdagangkan ini diambil dari alam liar,” menurut studi terbaru dari TRAFFIC, lembaga yang berbasis di Inggris itu.
Lembaga ini menambahkan bahwa meski hewan ini mengalami tingkat reproduksi dan kemampuan adaptasi yang tinggi, populasinya “rentan perburuan berlebihan” dan populasi yang menurun telah dilaporkan di negara-negara seperti Thailand dan Indonesia.
Berukurang panjang 40 centimeter dan berat 300 gram, tokek ini memiliki bercak-bercak di tubuhnya dengan kisaran warna kuning terang sampai merah dan memiliki suara kencang.
Makhluk ini ada di seluruh Asia Tenggara dan bukan spesies yang dilindungi di sebagian besar negara.
Ia digunakan dalam pembuatan obat tradisional di China, Hong Kong, Taiwan dan Vietnam untuk mengobati asma, diabetes dan penyakit-penyakit lainnya. TRAFFIC mengatakan satu spesimen dapat dihargai sampai ratusan dolar.
TRAFFIC mengatakan meski volume perdagangan keseluruhan tidak diketahui, data impor menunjukkan Taiwan saja mengimpor 15 juta tokek sejak 2004.
Perdagangan meningkat dalam beberapa tahun terakhir setelah ada kabar burung bahwa tokek ini dapat membantu mengobati AIDS, yang sudah disangkal oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
TRAFFIC mengatakan keyakinan itu telah memudar namun perdagangan untuk obat tradisional masih berlanjut, dan lembaga ini mendesak adanya penelitian untuk melihat dampak terhadap populasi di alam liar. (AFP)