Presiden Afghanistan akan Bahas Isu Terorisme dalam Lawatan ke Indonesia

  • Fathiyah Wardah

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Ahmadzai (foto: dok).

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Ahmadzai dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 5-6 April mendatang. Salah satu isu yang akan dibahas terkait soal terorisme.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Ahmadzai dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 5-6 April mendatang. Ini merupakan kunjungan bersejarah karena merupakan lawatan pertama Presiden Afghanistan ke Indonesia.

Selain ke Indonesia, Ahmadzai juga akan berkunjung ke Singapura dan Australia. Tokoh berusia 68 tahun ini terpilih sebagai Presiden lewat pemilihan umum pada 21 September 2014.

Dalam jumpa pers mingguan di kantornya, Kamis (30/3), juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menjelaskan Afghanistan merupakan mitra penting Indonesia dalam hal mewujudkan perdamaian dan keamanan, terutama melalui penyebaran islam moderat, melalui dialog antar umat beragama.

Arrmanatha menambahkan Indonesia selama ini banyak membantu upaya rekonsiliasi dan pembangunan di Afghanistan. Meski nilai perdagangan kedua negara masih cukup kecil, namun Afghanistan merupakan pasar potensial bagi Indonesia.

Pada kesempatan serupa, Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri, Ferdi Piay menerangkan fokus lawatan resmi Ahmadzai ini adalah mengenai peran Indonesia dalam membantu menciptakan perdamaian serta stabilitas keamanan di Afghanistan.

Selain itu, dia menambahkan, Indonesia juga bisa mendukung pembangunan Afghanistan dan meningkatkan kerja sama bilateral. Ferdi mengakui nilai perdagangan kedua negara terbilang kecil karena kendala transaksi keuangan.

Menurut Ferdi, secara khusus Ahmadzai ingin melihat pengalaman Indonesia dalam penyelesaian konflik untuk menjadi pelajaran buat diterapkan di Afghanistan dan diharapkan bisa mendukung proses rekonsiliasi di negara itu.

"Fokus lainnya adalah terkait dengan pengalaman Indonesia mengatasi isu terorisme. Seperti kita ketahui, di Afghanistan radikalisme dan ekstremisme itu sangat mengemuka, sehingga program-program deradikalisasi seperti Indonesia miliki, Indonesia cukup berperan di situ, diyakini bisa turut membantu, paling tidak mengurangi radikalisme dan ekstremisme di Afghanistan," ungkap Ferdi.

Pada 1970-an, Afghanistan dilanda serangkaian kudeta hingga akhirnya pecah perang saudara setelah partai komunis dibantu pasukan Uni Soviet berkuasa. Perang saudara berakhir setelah pasukan Uni Soviet keluar dari Afghanistan pada 1989.

Situasi politik dan keamanan kembali tidak stabil setelah Taliban berkuasa pada 1996. Namun rezim Taliban hancur setelah Amerika Serikat mengggempur Afghanistan karena Taliban menolak menyerah Usamah Bin Ladin, pendiri jaringan Al-Qaidah yang dituding bertanggung jawab dalam serangan 11 September 2001 di kota New York.

Taliban kembali bergerak di Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir dan gencar melancarkan serangan bunuh diri di Ibu Kota Kabul.

Selanjutnya, Ferdi mengatakan setelah mengadakan pembicaraan bilateral dengan Presiden Joko Widodo di hari pertama kunjungannya, Ahmadzai pada 6 April berencana menghadiri pertemuan bisnis antara pengusaha kedua negara. Di hari yang sama, Ahmadzai akan bertemu para tokoh Islam Indonesia, teruatama dari kalangan Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah untuk membahas tentang Islam moderat. Dia juga akan mengunjungi Masjid Istiqlal.

Ferdi menambahkan salah satu wujud peran serta Indonesia dalam membantu menciptakan perdamaian di Afghanistan adalah mendirikan Indonesia Islamic Center di Kabul, untuk mendorong penyebaran nilai-nilai Islam moderat. Indonesia Islamic Center ini sudah memiliki masjid dan di tahap selanjutnya akan dibangun fasilitas kesehatan. Dia menambahkan di Afghanistan juga sudah berdiri kantor cabang Nahdhatul Ulama.

Your browser doesn’t support HTML5

Presiden Afghanistan akan Bahas Isu Terorisme dalam Lawatan ke Indonesia

Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Aceh, Al Chaidar menyatakan Indonesia dan Afghanistan memiliki masalah yang sama, yakni menghadapi terorisme yang hingga kini belum selesai. Karena itu, Afghanistan tidak tepat belajar cara menangani radikalisme dan ekstremisme dari Indonesia.

Yang paling tepat, menurut Al Chaidar, kedua negara saling memperkuat kerja sama dalam menangani terorisme. Kedua negara juga harus bekerja sama dalam mengontrol kelompok-kelompok radikal agar tidak menjadikan kedua wilayah sebagai medan pertempuran.

Al Chaidar mengatakan program deradikalisasi yang dilakukan oleh Indonesia tidak sepenuhnya berhasil.

"Kita tidak bisa menolak atau menutup mata dari kenyataan bahwa semua pelaku bom adalah orang yang sudah melewati program deradikalisasi dari tahun 2014 sampai sekarang. Semua pelaku bom, semua pelaku penyerangan terhadap polisi yang semuanya berafiliasi pada kelompok-kelompok teroris, semuanya sudah melewati tahap-tahap deradikalisasi. Hampir semua yang berangkat ke Suriah dan Irak sudah mengalami program deradikalisasi karena sudah pernah menjadi narapidana. Itu menunjukkan adanya celah kegagalan," ulas Al Chaidar.

Ferdi juga mengatakan bahwa hampir semua kebutuhan konsumsi Afghanistan peroleh melalui impor lewat Pakistan, Iran, atau Dubai. Dia menjelaskan kendala yang dialami para pengusaha Indonesia mengekspor barang-barang konsumsi ke Afghanistan adalah tidak tercatat karena melalui negara ketiga.

Ferdi menyebutkan total nilai perdagangan kedua negara sekarang ini US$ 16 juta. Dia mengakui kendala terbesar dalam melakukan bisnis antara kedua negara adalah transaksi perbankan yang sulit karena harus melalui Pakistan atau Dubai. [fw/em]